Ada banyak kisah poligami dan kisah anak di bawah umur, tetapi mengapa sinetron Suara Hati Istri Zahra kontroversial dan bikin netizen marah?
Indosiar memang kayaknya enggak berhenti bikin heboh dunia pertelevisian. Setelah dulu kerap menjadi bahan gurauan gara-gara kisah azab yang berlebihan, sekarang, Indosiar dibicarakan karena menayangkan serial Suara Hati Istri.
Sebetulnya, Suara Hati Istri memang udah lama tayang dan bergantian menceritakan kisah para istri dan kemelut rumah tangga. Namun, edisi Suara Hati Istri – Zahra ini memang memancing kemarahan netizen karena mengandung banyak kontroversi terkait hubungan tanpa konsensus dengan anak di bawah umur.
Nah, apa sih, yang bikin para netizen marah? Seberapa berlebihan tayangan ini sampai KPI pada akhirnya turun tangan? Simak fakta sinetron Suara Hati Istri dan nilai sendiri, ya!
Sudut Pandang tentang Poligami dengan Anak di Bawah Umur yang Salah
Ini bukan pertama kalinya Indosiar menayangkan kisah poligami. Sebelumnya, ada Hareem (2009) yang udah pernah dikritik habis-habisan karena dianggap berlebihan dan merendahkan wanita. Namun, kontroversi Suara Hati Istri – Zahra ini kayaknya memang sudah melampaui Hareem.
Suara Hati Istri – Zahra berkisah tentang Pak Tirta, juragan kaya yang sudah menikah dengan dua wanita. Keduanya kerap bertengkar (mana ada dua istri yang bisa akur zaman sekarang?) dan bikin Pak Tirta enggak betah. Pada akhirnya, Pak Tirta memutuskan buat menikah sama Zahra, anak SMA, yang terpaksa menerima karena himpitan ekonomi.
Perlu diingat bahwa mega series ini bisa menjadi kritik sosial, karena banyak banget anak di bawah umur yang menikah dengan pria dewasa karena himpitan ekonomi. Namun, serial ini gagal karena pada eksekusinya, seolah enggak ada usaha buat mengkritik Pak Tirta.
Bahkan, fokus cerita adalah pada dua istri Pak Tirta yang berkompetisi dan memfitnah Zahra karena mereka enggak setuju sama kelakuan Pak Tirta. Wah, salah sudut pandang, nih! Karena, sesungguhnya apa yang diinginkan kedua istri Pak Tirta itu sudah bener banget.
Ada banyak film tentang pelecehan anak di bawah umur. Contoh gampangnya, kayak Lovely Bones (2009) yang berkisah tentang predator seksual sekaligus pembunuh anak remaja. Namun, sudut pandang Lovely Bones udah bener banget dalam membentuk persepsi masyarakat untuk enggak membenarkan pelecehan seksual, terlebih buat anak di bawah umur, sehingga masyarakat akan lebih berhati-hati dan bukannya menyetujui hal itu.
Film Berbagi Suami, misalnya, juga pernah menyorot masalah poligami (walaupun bukan dengan anak di bawah umur). Namun, terlihat bahwa film itu dengan tegas memperlihatkan fenomena bahwa poligami enggak selalu enak dan lelaki bisa aja orang yang brengsek. Berbeda banget, nih, sama Zahra yang dari awal memperlihatkan Pak Tirta sebagai om-om ganteng, tajir, memesona.
Pemain di Bawah Umur
Entah pemeran Zahra nyaman atau enggak dengan apa yang dia lakukan. Pemakaian aktor di bawah umur memang harus hati-hati banget.
Orangtua adalah yang bertanggung jawab sama mereka, karena mereka dianggap belum bisa berpikir secara dewasa. Manajemen bisa dituntut, kalau membuat anak enggak nyaman, karena hal itu udah tertera di ranah hukum. UU bahkan menyebutkan bahwa anak enggak boleh dipaksa untuk bekerja, kecuali jika mereka mau dan jika itu berguna untuk pengembangan diri mereka ke arah yang positif.
Para netizen marah, karena udah banyak kegiatan positif yang dianggap mengeksploitasi anak. Selain itu, ada adegan “mesra” dari pemeran Pak Tirta yang notabene udah hampir berusia 40 tahun kepada Lea Ciarachel, pemeran Zahra, yang notabene masih di bawah umur.
Sekadar kecup kening atau elus perut pun, enggak layak dilakukan kepada anak di bawah umur. Mungkin, hal ini masih bisa ditoleransi apabila pemeran Zahra udah cukup umur dan berpura-pura menjadi anak di bawah umur.
Kabar terbarunya, Indosiar telah berjanji untuk mengganti Lea Ciarachel dengan artis lainnya yang umurnya di atas 18 tahun untuk memerankan tokoh Zahra supaya masalah ini enggak berlarut-larut. Nah, apakah hal ini bakal terjadi? Kita lihat saja, yuk!
Teaser yang “Ganggu”
Tak cukup dengan sudut pandang cerita yang salah, teaser yang beterbaran di YouTube juga cukup ganggu. Maksudnya, judul yang dipakai terlihat mesum, seperti Malam Pertama Zahra dan Pak Tirta.
Seolah-olah, hubungan yang enggak legal itu dibungkus sebagai sesuatu yang menggairahkan. Yang lebih miris lagi, banyak komentar dari netizen tentang bagaimana adegan itu bikin mereka pengin nikah sama om-om.
Indosiar memang udah terbiasa bikin judul-judul clickbait yang receh di Internet. Namun, hal ini tentu bikin geram karena clickbait-nya bertentangan sama Undang-Undang.
Saat ini, pernikahan cuma diperbolehkan dengan batas usia 19 tahun. Hal tersebut dilakukan untuk menekan angka pernikahan di bawah umur yang udah cukup tinggi dan kerap menyebabkan banyak penyakit sosial serta masalah bagi anak.
Highlight romantisasi pernikahan ini yang bikin banyak orang marah. Apalagi, Pak Tirta keliatan maksa buat menyetubuhi Zahra di malam pertama, walaupun Zahra terlihat tertekan. Namun, hal itu dibungkus seolah-seolah sebagai sesuatu yang romantis: persis kayak framing dalam cerita-cerita stensilan yang seharusnya enggak disiarkan.
Jam Tayang yang Salah
Sinetron Zahra ini hadir pada pukul 18.00 WIB (19.00 WITA/20.00 WIT). Ini jelas bukan jam tidur anak-anak, sehingga sinetron ini rentan disaksikan oleh anak di bawah umur yang belum bisa mencerna salah-benar.
Memang, sih, urusan seperti ini adalah tanggung jawab orangtua. Namun, tetap saja seharusnya sinetron yang jelas-jelas dihidangkan buat orang dewasa, enggak diletakkan pada jam aktif anak-anak. Apa pun dalihnya, baik rating maupun keberadaan slot jam tayang, hal itu enggak bisa dibenarkan.
Berdasarkan banyaknya laporan, Mulyono Hadi Purnomo, Wakil Ketua KPI, berkata bahwa pihaknya bakal memanggil Indosiar untuk meminta penjelasan. Nah, netizen juga udah bersuara supaya sinetron ini dimodifikasi sudut pandangnya bahkan dihentikan.
***
Kalau menurut kamu, apa saja yang perlu diperbaiki? Regulasi dari rumah produksinya kah? Atau pengawasan dari lembaga penyiaran untuk selektif meloloskan tayangan yang sesuai dengan UU? Bagikan pendapatmu di kolom komentar, ya