Meskipun membawa tema yang seru, tapi film konsep multiverse ini malah kurang apik dan bertele-tele
Konsep multiverse yang merupakan hipotesis sejak zaman Yunani, kini semakin sering digunakan dalam berbagai film. Beberapa mampu menerjemahkan teori itu dengan ciamik dan logis, seperti Everything Everywhere All At Once (2022), film aksi pemenang Oscar yang bahkan bikin kita ikut pusing saat menontonnya. Contoh lainnya seperti Spider-Man: Across the Spider-Verse (2023), yang mendapatkan rating hampir sempurna di berbagai platform penilaian film dan pujian dari banyak kritikus.
Sayangnya, karena konsepnya masih belum jelas dan belum punya tolok ukur, banyak juga film yang gagal menerjemahkan hipotetis ini atau mengeksekusinya dengan cara yang asyik. Alih-alih jadi seru, konsep multiverse menjadi terasa aneh dalam karya-karya ini. Apa saja film-film yang pakai konsep multiverse dan malah menjadi tontonan yang membosankan? Ini dia:
Film konsep multiverse yang gagal sampaikan gagasan dengan tepat
Parallel (2018)
Sebetulnya, Parallel memiliki premis yang menyenangkan. Parallel bercerita tentang empat sahabat, Devin, Josh, Leena, dan Noel yang menemukan pintu masuk ke dunia multiverse dan menemukan versi-versi diri mereka. Pada awalnya, mereka menggunakan kesempatan ini untuk memperoleh keuntungan di dunia mereka sendiri, mengambil keputusan yang lebih baik.
Namun, ketika mereka mulai melanggar aturan alam semesta dan melakukan perubahan yang signifikan dalam kehidupan mereka sendiri, konsekuensinya menjadi semakin berbahaya. Mereka menyadari bahwa dunia paralel tidak hanya berpengaruh pada kehidupan mereka, tetapi juga memiliki efek yang tidak terduga terhadap kenyataan yang mereka kenal. Seiring berjalannya waktu, mereka terjebak dalam spiral kekacauan yang semakin membingungkan.
Film Parallel memang mendapatkan poin cukup tinggi dari kritikus di Tomatometer, tetapi mendapatkan skor rendah dari penonton biasa, baik dari IMDb mau pun RottenTomatoes. Namun, kendati para kritikus memberikan nilai tinggi, mereka mengakui bahwa film ini, untuk ukuran fiksi ilmiah, ritmenya lamban dan enggak bikin kita masuk ke dalam teorinya.
The Cloverfield Paradox (2018)
Mengusung genre horor fiksi ilmiah di luar angkasa, The Cloverfield Paradox seharusnya bisa menjadi film yang unik dan mengerikan secara psikologis. Apalagi, ia mengusung penemuan dark alternate universe di luar angkasa.
Pada masa depan, bumi menghadapi kekurangan energi yang parah. Untuk mencari solusi, para ilmuwan di stasiun luar angkasa melakukan percobaan menggunakan sebuah akselerator yang sangat kuat. Percobaan ini bertujuan untuk menghasilkan energi enggak terbatas yang dapat menyelamatkan bumi.
Namun, saat percobaan dilakukan, sesuatu yang mengerikan terjadi. Stasiun ini tiba-tiba terjebak dalam dimensi yang enggak diketahui, di mana waktu dan ruang terdistorsi. Para kru stasiun harus berjuang untuk bertahan hidup dan mencari cara agar dapat kembali ke rumah.
Sementara itu, di bumi, dampak percobaan tersebut menjadi semakin jelas. Fenomena aneh terjadi, termasuk munculnya makhluk-makhluk mengerikan dan kejadian-kejadian yang mengancam seluruh umat manusia.
Dalam perjalanan mereka, para kru stasiun luar angkasa menghadapi berbagai bahaya dan mengungkap rahasia-rahasia yang mengerikan tentang apa yang sebenarnya terjadi. Mereka menyadari bahwa percobaan mereka telah membuka pintu bagi dimensi-dimensi lain dan mengancam keberadaan seluruh alam semesta.
The Cloverfield Paradox adalah prekuel sekaligus sekuel dari film pertama waralaba ini: Cloverfield. Kekacauan waktu yang disebabkan misi ini memengaruhi kejadian di film pertama.
Menjadi film yang menjelaskan relasi antara Cloverfield, 10 Cloverfield Lane, dan film ini sendiri, nyatanya The Cloverfield Paradox agak gagal menyampaikan multiverse secara apik. Terlalu banyak kejadian memusingkan yang alih-alih padat kayak Everything Everywhere All at Once, justru malah berceceran dan nuansa horornya jadi kurang mencekam. Karakter-karakternya pun lemah dan seolah enggak punya keputusan kuat untuk menggerakkan cerita.
Dr Strange: Multiverse of Madness (2022)
Setelah peristiwa Avengers, kehidupan Dr. Stephen Strange berubah secara drastis. Dia menjadi Sorcerer Supreme dan melindungi dunia dari ancaman supernatural. Namun, ketika sebuah kekuatan jahat dari multiverse yang gelap mengancam untuk menghancurkan realitas, Dr. Strange harus menghadapi tantangan terbesarnya.
Dalam perjalanan untuk menghentikan ancaman ini, Dr. Strange terlibat dalam perjalanan yang berbahaya ke dalam multiverse, di mana dia menghadapi versi alternatif dari dirinya sendiri dan berbagai parallel universes.
Beberapa film dari Marvel memang agak lemah karena memaksakan diri untuk menjadi besar, sayangnya film ini adalah salah satunya. Ceritanya cheesy, enggak memberikan alasan kenapa elemen multiverse harus ada kecuali biar “membingungkan” aja, dan dialog-dialognya standar. Skornya di IMDb, walaupun enggak bisa dibilang rendah, tetapi cukup mengecewakan buat film Marvel, yakni 6,9.
The One (2001)
Dibintangi oleh Jet-Li dan Jason Statham, The One bercerita tentang polisi bernama Gabriel yang berusaha untuk mengalahkan 124 versi dirinya di multiverses agar ia bisa menjadi kuat
Gabriel telah membunuh banyak versi dirinya yang lain, dan dengan setiap kematian yang dia sebabkan, kekuatan dan kecepatannya bertambah. Dia percaya bahwa jika dia berhasil membunuh semua versi dirinya yang lain, dia akan menjadi entitas super yang tak terkalahkan.
Namun, di dunia ini ada juga versi diri Gabriel yang baik bernama Gabe Law. Gabe adalah seorang petugas polisi yang jujur dan berusaha menjaga ketertiban. Ketika Gabe mengetahui rencana jahat Gabriel, dia memutuskan untuk melawannya dibantu seorang agen dan menghentikan ambisinya yang merusak.
Film ini adalah film aksi yang asyik ditonton saat santai. Namun, kalau bicara soal kedalaman isu multiverse, kamu jelas enggak akan menemukannya di sini. Dengan skor 5,9 di IMDb, para penonton menganggap bahwa film ini seru, tetapi akting para pemain pas-pasan dan plotnya dangkal.
Multiverse/Entangled (2019)
Dari judulnya kita sudah bisa menerka bahwa film ini akan membawa kita pada perjalanan alam semesta paralel yang kompleks nan rumit. Nyatanya, Multiverse/Entangled punya “kejutan” buat para penonton.
Film yang juga dirilis dengan judul Entangled ini bercerita tentang empat sahabat Loretta, Danny, Amy, dan Gerry melakukan terobosan luar biasa dalam percobaan fisika kuantum. Setelah Loretta meninggal dunia, beberapa bulan kemudian ia kembali. Siapa yang menyangka bahwa kembalinya Loretta membuka kemungkinan semesta-semesta paralel lain yang terbuka dan membahayakan Bumi mereka saat ini.
Menggunakan karakter-karakter anak muda, film Kanada ini memang punya plot yang selabil jiwa karakter-karakter tersebut. Konsep alam semesta paralel seolah hanya menjadi tempelan dengan kisah cheesy membosankan yang enggak jelas mau dibawa ke mana. Skornya hanya 4,5 di IMDb dan sekitar 40% di Rotten Tomatoes.
***
Konsep multiverse atau alam semesta paralel memang harus digarap dengan hati-hati. Selain karena ia merupakan teori spekulatif yang rumit, plot yang dibuat pun harus punya jalinan kuat satu sama lain agar enggak terasa flat dan kacau di tengah jalan.