*Spoiler Alert: Review film Everything Everywhere All at Once mengandung bocoran yang bisa saja mengganggu kamu yang belum menonton.
Film atau serial tentang konsep multiverse memang sudah ada sejak lama. Namun, konsep multiverse kembali mencuri perhatian lagi setelah Marvel Studios merilis Spider-Man: No Way Home (2021) dan Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022). Nah, apakah kamu tahu bahwa sebenarnya ada film multiverse di luar Marvel yang juga dirilis di tahun ini, yaitu Everything Everywhere All at Once?
Everything Everywhere All at Once sebenarnya telah dirilis di Amerika Serikat pada Maret 2022. Namun, film ini baru ditayangkan di bioskop Indonesia pada 24 Juni 2022. Fakta menariknya, duo sutradara Avengers: Endgame (2019), yaitu Anthony dan Joe Russo, berperan sebagai produser film ini. Everything Everywhere All at Once disutradarai oleh Daniel Kwan dan Daniel Scheinert, duo sutradara yang biasa disebut sebagai Daniels.
Everything Everywhere All at Once berkisah tentang perempuan imigran dari Tiongkok, bernama Evelyn Wang, yang tinggal di Amerika Serikat. Bersama suaminya yang bernama Waymond Wang, mereka membangun usaha laundry di Amerika Serikat. Pada suatu hari, Evelyn dan Waymond harus mengaudit usaha mereka ke kantor Internal Revenue Service (IRS). Di tengah proses audit, Waymond versi semesta lain tiba-tiba meminta tolong Evelyn untuk menyelamatkan kelangsungan multiverse.
Review film Everything Everywhere All at Once
Inilah “Multiverse of Madness” yang sesungguhnya
Kamu pastinya sudah tahu ada film yang menggunakan judul “Multiverse of Madness”. Namun, film tersebut enggak sepenuhnya menunjukkan kegilaan multiverse seperti judulnya. Dibandingkan film tersebut, kegilaan multiverse yang sesungguhnya malah bisa kamu temukan di Everything Everywhere All at Once.
Pada 13 menit awal, film terasa begitu normal dengan menampilkan konflik keluarga yang relate bagi banyak orang. Namun begitu Waymond dari Alphaverse merasuki tubuhnya Waymond suaminya Evelyn, keabsurdan film ini dimulai dan terus berlangsung hingga akhir film. Alih-alih dengan gaya yang serius, konsep multiverse di Everything Everywhere All at Once disampaikan dengan gaya yang nyeleneh.
Gaya nyeleneh inilah yang memaksimalkan kegilaan multiverse di film ini. Apalagi, setiap karakter harus melakukan syarat aneh dan cenderung ekstrem untuk bisa menggunakan teknologi verse-jumping, yang memungkinkan karakter mendapatkan memori dan kekuatan dari dirinya sendiri versi semesta lain. Saking absurdnya syarat untuk mengaktifkan verse-jumping, kamu bisa dibuat ngakak, ngeri, atau malah agak jijik.
Selain syarat untuk mengaktifkan verse-jumping, setiap semesta yang ditampilkan di Everything Everywhere All at Once juga memiliki keabsurdannya masing-masing. Semesta yang terlihat normal pun ternyata punya sisi aneh yang bikin geleng-geleng kepala. Intinya, film ini bakal memenuhi ekspektasi kamu tentang definisi “Multiverse of Madness” yang sesungguhnya.
Bukan sekadar film absurd tanpa pesan mendalam
Everything Everywhere All at Once benar-benar menampilkan seabsurd-absurdnya konsep multiverse. Dari trailernya saja, kamu sudah bisa menemukan berbagai keanehan (dalam arti baik) dari film ini. Secara konsep, film ini mungkin enggak bisa langsung diterima oleh semua orang. Namun perlu dicatat, Everything Everywhere All at Once enggak hanya sekadar film yang unggul dari segi kegilaan multiverse saja.
Selain dibuat mind blowing dengan visual dan konsep multiverse-nya, kamu juga bakal dibuat terkejut dengan pesan yang disampaikan di film ini. Enggak disangka-sangka, film seabsurd ini ternyata menyajikan pesan tentang hubungan keluarga yang sangat mendalam.
Film ini dibuka dengan memperlihatkan bagaimana Evelyn harus menghadapi deretan masalah sekaligus, mulai dari usaha laundry-nya, suaminya yang hendak minta cerai, anaknya yang menyukai sesama jenis, dan bagaimana dia harus terlihat sukses di depan ayahnya yang baru saja datang dari Tiongkok.
Menariknya, semua permasalahan Evelyn yang begitu rumit tersebut ternyata mendapatkan penyelesaiannya dari berbagai momen absurd multiverse yang dia alami. Everything Everywhere All at Once benar-benar menyajikan pengalaman nonton layaknya roller coaster. Kamu bisa merasakan senang, lucu, ngeri, jijik, bahkan sedih sekaligus lewat film ini.
Penampilan para cast yang brilian!
Cerita yang bagus tentunya enggak akan bisa tersampaikan dengan sempurna tanpa kehadiran para aktor yang mumpuni. Sutradara Daniels terbilang sangat beruntung karena bisa mendapatkan deretan aktor yang sempurna untuk Everything Everywhere All at Once. Enggak hanya satu atau dua aktor, semua aktor yang tampil di film ini benar-benar menampilkan yang terbaik.
Apresiasi lebih tentunya diberikan kepada Michelle Yeoh, aktris yang memerankan Evelyn Wang. Siapa sangka, aktris sekelas Yeoh ternyata enggak ragu membintangi film senyeleneh ini, bahkan dia memberikan penampilan terbaiknya. Berhubung film tentang multiverse, Yeoh tampil sempurna memerankan berbagai versi Evelyn sekaligus dalam satu film.
Stephanie Hsu yang berperan sebagai Joy Wang juga berhasil mencuri perhatian di film ini. Enggak diragukan lagi bahwa Everything Everywhere All at Once menjadi terobosan kariernya di dunia akting. Hebatnya lagi, James Hong yang memerankan Gong Gong tetap tampil prima di film ini, padahal usianya telah menginjak 93 tahun!
***
Absurd dan gila adalah kata-kata yang tepat menggambarkan Everything Everywhere All at Once. Anehnya, kata-kata tersebut malah menjadi nilai positif untuk film ini. Yang pasti, ketidakpuasan kamu terhadap film multiverse lain dijamin bakal terobati lewat film garapan sutradara Daniels ini. Jarang-jarang, ‘kan, perasaan kamu bakal dibuat campur aduk lewat film absurd.
Setelah baca review film Everything Everywhere All at Once, apakah kamu jadi tertarik menonton film ini? Buat yang sudah menonton, jangan lupa bagikan pendapat kamu tentang film ini, ya!