*Spoiler Alert: Review film Hypnotic mengandung bocoran yang bisa saja mengganggu kamu yang belum menonton.
Pada April 2023, Ben Affleck merilis film yang dia sutradarai, yaitu Air (2023). Selain menyutradarai, Affleck turut tampil sebagai aktor pendukung di Air. Hanya satu bulan setelah perilisan Air, Affleck kembali memeriahkan layar lebar dengan tampil di film fiksi ilmiah terbaru yang berjudul Hypnotic. Kali ini, dia tampil sebagai pemeran utama.
Berbeda dengan Air yang mana dia juga berperan sebagai sutradara, Affleck hanya berperan sebagai aktor di Hypnotic. Nah, Hypnotic digarap oleh Robert Rodriguez, sutradara yang juga menyutradarai Alita: Battle Angel (2019) dan seri film Spy Kids. Selain Affleck, film ini juga dibintangi oleh Alice Braga, William Fichtner, J. D. Pardo, dan aktor lainnya.
Hypnotic berkisah tentang Danny Rourke, seorang detektif yang terpukul atas kehilangan anaknya, bernama Minnie, yang diculik. Pada suatu hari, Danny mendapatkan misi untuk mengawasi orang yang dapat melakukan kemampuan hipnotis, yaitu Dellrayne. Enggak disangka, Dellrayne ternyata punya kunci tentang anaknya Danny yang menghilang.
Review film Hypnotic
Film dengan konsep bagus yang keteteran dalam pengeksekusiannya
Secara fondasi, Hypnotic punya konsep cerita yang sangat menjanjikan. Seorang detektif, bernama Danny Rourke, yang harus berurusan dengan ahli hipnotis, bernama Lev Dellrayne, dalam mencari anaknya yang hilang. Orang yang dikejar Danny juga punya kemampuan hipnotis yang enggak main-main karena Dellrayne merupakan ahli hipnotis terbaik dari Division, organisasi pemerintah rahasia yang bertugas mengendalikan pikiran orang.
Danny selalu terkecoh oleh kemampuan hipnotisnya Dellrayne, sampai dia sulit membedakan mana yang nyata dan yang tidak nyata. Bahkan, ada momen film ini yang bakal mengingatkan kamu dengan salah satu filmnya Christopher Nolan yang berjudul Inception (2010). Sayangnya, konsep yang sangat potensial ini malah kurang tereksplorasi dengan baik lewat film yang hanya berdurasi 1 jam 33 menit ini.
Akibat durasinya yang terbilang singkat, sutradara Robert Rodriguez seakan mengambil cara instan dengan menampilkan beberapa adegan yang mana karakter bernama Diana Cruz benar-benar menjelaskan segala hal tentang Division. Sayangnya, hal tersebut seakan menghilangkan nilai “kecerdasan” dari film ini. Alih-alih disuruh mikir, penonton malah disuapi begitu saja hal-hal yang berpotensi menjadi kejutan.
Hypnotic juga menampilkan beberapa plot twist, bahkan sampai adegan mid credit-nya. Namun karena penonton keburu terlalu banyak disuapi pada bagian first dan second act, plot twist yang ditampilkan pada third act jadi tidak terasa terlalu spesial. Ketika plot twist bermunculan hingga menuju ending, penceritaannya terasa terlalu padat dan diburu-buru.
Akting pemeran antagonis lebih menarik daripada aktingnya Ben Affleck
Pada April lalu, Ben Affleck merilis film yang dia sutradarai, yaitu Air, yang menurut KINCIR merupakan film yang powerful dan nyaris sempurna. Enggak heran saya punya harapan besar atas aktingnya Affleck di Hypnotic. Sayangnya, penampilan Affleck di Hypnotic terasa datar dan tidak berkesan. Bisa jadi karena naskahnya yang kurang men-develop karakternya Affleck, sehingga membuat penampilan sang aktor jadi tidak maksimal.
Selain penampilannya secara individual yang kurang maksimal, chemistry antara Affleck dan Alice Braga (pemeran Diana Cruz) juga terasa hambar bahkan hingga penghujung filmnya. Dibandingkan dua protagonis film ini, saya malah lebih tertarik melihat aktingnya William Fichtner sebagai Dellrayne, sang villain. Fichtner secara alami sudah memiliki wajah antagonis, sehingga semakin mendukung aktor tersebut untuk terlihat semakin mengintimidasi selama memerankan Dellrayne.
Visualnya cukup oke untuk ukuran film dengan bujet yang tidak terlalu besar
Sebagai informasi, Hypnotic digarap dengan bujet 65 juta dolar (sekitar Rp973 miliar), yang terbilang tidak terlalu besar untuk ukuran film Hollywood. Setelah mengetahui bujet tersebut, saya cukup salut dengan usaha sutradara Robert Rodriguez dalam menghadirkan visual mind-bending ala Inception di film ini. Memang tidak sewah Inception, tetapi patut diapresiasi usahanya.
Sejalan dengan visualnya, scoring yang digunakan di Hypnotic juga terbilang oke. Tidak ada scoring yang sangat memorable, tetapi penggunaan scoring-nya sesuai dengan proporsi momen yang ditampilkan. Tidak ada yang terdengar terlalu berlebihan, sampai tidak sesuai dengan adegannya.
***
Hypnotic menjadi usahanya sutradara Robert Rodriguez dalam membuat film mind blowing ala Inception. Konsep filmnya sangat menjanjikan, sayangnya durasi yang terlalu singkat dan naskahnya yang kurang tereksplorasi membuat elemen mind blowing-nya Hypnotic jadi kurang gereget. Walau kurang maksimal, berbagai plot twist yang ditampilkan film ini masih cukup seru untuk diikuti.
Setelah baca review film Hypnotic, apakah kamu jadi tertarik menonton film fiksi ilmiah ini? Buat yang sudah menonton, jangan lupa bagikan pendapat kamu tentang film ini, ya!