Setelah berbulan-bulan pandemi membuat pencinta film Indonesia harus gigit jari karena tak bisa menonton film bioskop terbaru. Belakangan ini, muncul sebuah film pendek berjudul Tilik yang dirilis di YouTube Ravacana Films. Film berdurasi 30 menit ini seketika naik pamor, dan trending dalam waktu tak lebih dari 24 jam setelah diunggah.
Pada akhirnya, sang sutradara Wahyu Agung Prasetyo ini membuktikan bahwa film yang berhasil tak terlalu perlu skenario yang berbelit atau efek visual yang memukau. Cukup buat sederhana agar pesan film sampai pada penonton.
Film Tilik ini berkisah tentang rombongan ibu-ibu yang dengan sukarela berangkat dari kampungnya menuju rumah sakit. Tujuannya adalah menjenguk (tilik) Ibu Lurah yang tengah dirawat di rumah sakit. Rombongan ini berangkat dengan berdiri berdesakan di atas sebuah truk sewaan yang jadi pusara cerita. Di atas truk, beberapa ibu-ibu berbincang, ngobrol, dan tentu saja bergunjing
Diawali dari Bu Tedjo yang membuka suara tentang salah satu gadis bernama Dian yang kedapatan pergi dengan anak lelaki Ibu Lurah ke rumah sakit. Munculah serentetan opini dari para ibu-ibu. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Bu Tedjo enggak berhenti ngoceh. Topiknya satu, Dian.
Cerita yang diangkat sederhana, pemerannya tidak banyak serta latar filmnya juga tidak ada yang istimewa. Namun, kenapa road movie ini bisa begitu menggema? Yuk, simak ulasan KINCIR.
Ketika Pergunjingan Jadi Konten Menarik
Barangkali memang benar, yang menjadikan film ini diterima dan disukai banyak orang, yakni karakter Bu Tedjo yang begitu ceplas-ceplos saat berpendapat. Dia melucuti pribadi Dian di depan ibu-ibu lain. Kata-kata yang dipakai pun benar-benar bikin penonton geregetan. Mengingat, karakternya bisa kita temui di sekitar kita.
Akhirnya, sosok Bu Tedjo di Tilik ini dirasa dekat oleh penonton. Film ini pun viral. Bahkan, memenya langsung menjamur. Film ini bisa membuat penonton terhibur dan jengkel secara bersamaan.
Apresiasi disematkan pada akting semua pemain dan kru. Salah satunya, Siti Fauziah yang begitu total memerankan karakter Bu Tedjo. Penonton berhasil dibuat hanyut dalam kekesalan pada hampir seluruh film.
Ucapan-ucapan Siti Fauziah sebagai Bu Tedjo begitu luwes. Seolah dirinya tidak sedang berakting di depan kamera dan banyak kru. Meski ada sedikit bumbu-bumbu, Siti Fauziah terlihat begitu menguasai peran dari awal sampai akhir.
Eksekusi Skenario yang Berhasil Menggelitik
Sebagus apapun skenario jika tak berhasil dieksekusi dengan baik, belum tentu jadi tontonan yang menarik. Sutradara Wahyu Agung Prasetyo ini pandai memaksimalkan cerita. Pengambilan gambar, pemilihan casting yang tepat, sampai dengan scoring yang cukup membuat penonton benar-benar terbawa dalam film.
Film Tilik semakin terasa nyata ketika dialog yang digunakan menggunakan Bahasa Jawa. Jadi, mungkin buat orang-orang yang terbiasa berbahasa Jawa, sangat nyaman nonton film ini. Mereka seolah sedang menyaksikan film yang bintangnya adalah tetangganya sendiri.
Sebaliknya, bagi orang yang tak berbahasa Jawa tak ada masalah yang berarti. Justru unsur kedaerahan yang ditonjolkan semakin menguatkan karakter masing-masing peran.
Pengambilan gambar yang sebagian besar dilakukan di atas truk milik Gotrek ini memasukkan film Tilik dalam jenis road movie. Hal ini pula mengingatkan pada film pendek lain karya Wahyu berjudul Anak Lanang yang latarnya juga di atas becak.
Tilik Membawa Pesan dan Isu Sosial
Namanya sebuah film, pasti ada pesan yang dibuat. Ada yang ditampilkan langsung ada juga yang tersirat. Kalau diperhatikan, dari film Tilik kita bisa belajar banyak hal. Pertama, untuk menahan membicarakan keburukan orang. Kedua, tidak mengambil kesimpulan sebelum ada bukti, apalagi jika kesimpulan itu juga disebarkan ke banyak orang. Hal ini bisa jadi bola salju yang dapat merugikan orang lain.
Selain itu, film ini juga membawa serangkaian isu sosial. Sosok Bu Tedjo yang mengandalkan internet dan percaya bulat-bulat atas informasi yang diterima, itu juga kerap terjadi di dunia nyata. Apalagi, sampai menyebarkan informasi dan merasa dirinya paling tahu, Bu Tedjo sekali lagi mewakili keresahan hati banyak orang saat ini.
Ketika ada yang mengingatkan untuk mencari bukti kebenaran seperti Yu Ning, Bu Tedjo dan ibu-ibu lain justru menolak. Hal ini jadi potret bahwa banyak orang yang membutuhkan berita, tapi hanya sedikit saja yang mencari kebenarannya.
Seperti halnya kita sebagai penonton juga enggak boleh menilai karakter Bu Tedjo bulat-bulat. Sejulid apapun perkataannya, tak berarti semuanya bohong. Bisa jadi ada benarnya. Lalu, kita yang awalnya simpati dengan sosok Dian yang sepanjang jalan jadi bahan julid ibu-ibu, bukan berarti dia memang sesuci itu. Hal ini semua bisa jadi perenungan.
***
Pada akhirnya, Tilik menancapkan hal baru film pendek di Indonesia. Tak menutup kemungkinan jika sosok Bu Tedjo yang viral bersama ibu-ibu di truk Gotrek bisa punya cerita lain.
Nah, buat kamu yang belum nonton, filmnya dapat disaksikan secara gratis lewat YouTube yang diunggah oleh Ravacana Films ini. Buat yang sudah nonton film Tilik, celotehan apa yang bikin geregetan? Bagikan di kolom bawah, ya.