Sebelum film Dua Garis Biru tayang, sebagian kecil publik mengaku resah, sampai-sampai bikin petisi. Alasannya, film yang dibintangi Zara JKT48 dan Angga Yunanda ini akan memberikan dampak buruk bagi remaja.
Hasilnya, film debutan Gina S. Noer ini justru diminati publik, karena moralnya sampai soal pendidikan seks remaja. Bukan hanya lewat simbol ondel-ondel sampai stroberi, tapi Gina juga selipkan kritik sosial yang memang terjadi di Indonesia.
Langsung aja, yuk, simak kritik sosial yang ditampilkan dalam film Dua Garis Biru.
1. Nyinyiran Tetangga
Harus diakui, masyarakat Indonesia lebih suka nyinyir duluan terhadap kejadian negatif tanpa mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Hal ini bisa kalian lihat ketika teman-teman Bima menjauh darinya, seakan menganggap Bima itu “penyakit”.
Secara norma di Indonesia, perbuatan Bima dan Dara memang negatif. Namun, kadang banyak yang nyinyir secara berlebihan tanpa mikir panjang perasaan orang yang dinyinyirin.
Untungnya, Gina enggak bikin sesuram itu. Dia menempatkan sahabat Dara sebagai antitesis dari nyinyiran tersebut. Teman-teman Dara setia disamping dia dan selalu kasih dia semangat.
2. Kurang Adilnya Pihak Sekolah
Ketika ketahuan hamil di luar nikah, Dara langsung di-DO. Dia enggak dibolehkan untuk melanjutkan sekolah. Sementara, Bima masih boleh sekolah.
Hal itu bikin orangtua Dara enggak terima dengan keputusan kepala sekolah. Alasan Dara dikeluarkan karena dikhawatirkan dia enggak bisa menanggung beban moralnya. Padahal, baik Dara atau Bima, butuh sekolah demi masa depan.
3. Perbedaan Status Sosial
Ketimpangan ekonomi di film Dua Garis Biru terasa sejak awal. Mulai dari Dara dan Bima yang berbeda status sosial, bukan bermaksud rasis, bahkan, sampai warna kulit yang kontras.
Dara, berasal dari keluarga kaya dan berkecukupan jatuh cinta kepada Bima yang anak dari tukang gado-gado. Kontras strata sosial ini bikin kita sadar bahwa hal itu masih jadi perbincangan Indonesia.
Oh iya, barangkali kalau Dara tidak hamil di luar nikah, mungkin agak sulit buat Bima dapatkan restu dari orangtuanya, mengingat perbedaan strata.
4. Yang Kaya Punya Kuasa
Keluarga Dara yang memang kaya raya seakan punya kuasa dalam menyikapi banyak hal, termasuk “kecelakaan” yang menimpa anaknya. Mereka bakal menuntut pihak sekolah ke jalur hukum, jika Dara di-DO.
Bukan cuma pihak sekolah, Bima dan keluarganya juga akan diadukan ke polisi atas “kecelakaan” tersebut. Hal ini benar-benar nyata terjadi di Indonesia, di mana orang kaya seakan punya banyak cara supaya nama baik keluarga tetap terjaga.
5. Aborsi Jadi Pilihan
Aborsi menjadi pilihan bagi mereka yang hamil di luar nikah, meski sebagian besar memilih menikah dan membesarkan bayi. Aborsi juga masih jadi topik hangat di masyarakat.
Padahal, selain melanggar hukum, praktik aborsi membahayakan sang ibu, di samping menghilangkan nyawa seseorang juga bukan hal positif.
Dada dan Bima sempat berpikir untuk melakukan aborsi sebelum mereka berdua berubah pikiran. Cerdasnya, Gina menggunakan adegan jus stroberi sebagai bentuk bagaimana aborsi bekerja.
***
Itulah deretan kritik sosial yang dapat kita saksikan dalam film Dua Garis Biru. Nah, buak kalian yang udah nonton, dapat pesan moral apa aja dari film ini? Share di kolom komentar, ya.