*(SPOILER ALERT) Artikel ini sedikit mengandung bocoran film Kabut yang mungkin mengganggu buat kalian yang belum nonton.
Pergi ke sebuah kampung di mana semua penghuninya adalah hantu mungkin jadi mimpi buruk bagi siapa pun yang mengalaminya. Seperti halnya Joni dan Jupri. Premis cerita tersebut hadir dalam film berjudul Kabut yang tayang pada 8 Oktober di KlikFilm.
Film horor ini kabarnya mengangkat isu sensitif di Indonesia. Film ini menjadi film pertama, sekaligus film horor debutnya Sara Fajira meski yang tayang duluan adalah serial Hitam.
Film yang juga jadi debut film horor Kevin Ardilova ini merupakan garapan dari sutradara Dear Nathan (2018), Indra Gunawan. Bagaimana keseruan film ini? Simak review versi KINCIR di bawah ini.
Sinopsis dan Review Film Kabut
Cerita Dua Pemuda yang Tersesat di Desa Hantu
Joni dan Jupri adalah dua pemuda yang tengah merintis usaha jual beli ayam potong. Mereka tiba di sebuah pasar hewan ketika hari masih larut. Tidak ada satupun orang di sana. Suasana kelam menyelimuti pasar tersebut.
Ketika memutuskan menunggu pagi, mereka diserang oleh puluhan hantu yang bertikai satu sama lain. Hantu-hantu tersebut saling pukul dan tusuk. Joni dan Jupri yang berada di tengah pertikaian antarhantu itu pergi hingga bertemu dengan Tijah.
Tijah menceritakan bahwa di kampung tersebut dulu terjadi pertikaian atas dua kelompok berbeda: ajaran komunis dan Islam. Dua kelompok tersebut saling bertikai hingga seisi kampung menjadi korban. Hantu mereka bergentayangan tiga malam berturut-turut setiap tahun
Jika ada pendatang baru yang datang, orang tersebut juga akan dihantui. Karena itu, jika Jupri dan Joni hendak menghentikan teror dari hantu-hantu tersebut. Mereka harus tinggal selama tiga malam supaya hantu-hantu tak meneror. Pertanyaannya, mampukah mereka bertahan di sebuah kampung hantu selama tiga malam dengan selamat?
Berani Bawa Isu yang Sensitif
Tak banyak film Indonesia yang berani membawa isu sensitif dengan menampilkan kejadian pada 1966 ketika masa pemberontakan PKI. Nah, film ini cukup berani membingkai isu itu ke dalam sebuah film panjang genre horor.
Film dengan unsur PKI saja kadang mendapat cap buruk, apalagi dalam film ini, porsi tokoh-tokoh komunisnya cukup banyak. Beruntungnya, dari segi cerita, pertikaian komunis dan kelompok agamis berhasil dibangun dengan cukup baik. Alhasil, film ini mutlak tidak timpang dengan mendukung satu kelompok saja.
Serasa FTV Horor
Dengan durasi yang hanya 66 menit, ditayangkan di platform streaming, dan dengan pengembangan cerita yang berkutik di empat tokoh saja, nonton film Kabut serasa menonton FTV horor yang beberapa tahun lalu sempat merajai TV Indonesia.
Apalagi di beberapa adegan, efek yang dipakai juga kurang memuaskan. Alhasil banyak elemen dari film ini yang tidak terlalu maksimal. Ide cerita yang lumayan bagus kurang tereksekusi dengan baik. Ditambah, secara garis besar, alur cerita yang disajikan memang cocok jika ditonton oleh penonton televisi Indonesia.
Plot Twist yang Justru Makin Bikin Film Jadi Terasa Aneh
Setiap film memang punya pasar penontonnya sendiri. Mungkin, film ini juga akan diminati oleh penyuka film horor yang jalan ceritanya sederhana dengan penampakan hantu yang sama sekali tak seram. Secara keseluruhan, film ini juga dirasa punya keanehan dari awal sampai akhir.
Seperti setelah makam Darsono dan Ghofur ditemukan, kenapa keduanya dimakamkan berbarengan? Atau, kenapa Jupri bisa begitu tenang setelah temannya hilang bahkan kemungkinan tewas? Dia malah masih bisa duduk, ngopi, dan makan pisang goreng.
Lalu, di akhir film terungkap jika ternyata Tijah dan Mirah sebetulnya sudah mati. Plot twist ini makin bikin film terasa aneh sebab dua karakter ini dari awal betul-betul seperti orang normal. Punya tempat tinggal, jemur pakaian, bikin kopi, jalan-jalan keliling kampung bahkan ikut ritual buat ngusir hantu.
Riasan dan Properti yang Kurang Maksimal
Setiap film, khususnya horor memang mutlak akan memperhatikan riasan para pemain juga properti yang digunakan. Detail keduanya akan membuat penonton akan larut dalam kengerian. Sayangnya, di film ini dua hal itu tak terlalu terpenuhi.
Riasan para hantu di film ini tak bikin penonton jadi takut. Luka-luka di tubuh hantu yang bergentayangan juga tak bikin penonton ngeri meski luka yang menganga atau wajah yang rusak.
Properti yang digunakan juga tidak terlalu maksimal. Salah satunya senjata yang dipegang oleh hantu Darsono. Terlihat imitasinya. Sayang banget, kekurangan-kekurangan itu justru muncul di adegan penting yang bikin penonton harusnya lebih terikat dengan film. Melihat riasan dan properti yang kurang maksimal, fokus penonton bisa saja teralihkan.
Durasi Sempit Bikin Cerita Kurang Berkembang
Membangun cerita dengan banyak selipan flashback rasanya tak akan cukup kalau hanya dimuat selama satu jam. Film Kabut ini sebenarnya punya banyak celah untuk mengembangkan cerita. Mulai dari latar belakang hubungan Jupri dan Joni. Penonton ingin tahu sedekat apa kedua sahabat itu hingga ketika satu di antaranya hilang, rasa sedihnya bisa lebih terasa.
Lalu, apa sebab mereka datang ke desa tersebut. Bagaimana bisa mereka berjualan ke desa yang belum pernah mereka datangi? Lalu, bagaimana masa lalu Mirah dan Tijah yang di akhir film terungkap jika mereka ternyata hantu juga. Karena durasinya terlalu padat, jadi banyak teka-teki yang terlalu mudah untuk terungkap.
Kemudian, terlalu sederhana juga untuk sebuah masalah yang dirasa kompleks, seperti kuburan Darsono dan Ghofur yang pada akhirnya dapat ditemukan dengan cara yang mudah. Kalau mungkin skenarionya dibuat lebih panjang, mungkin filmnya lebih mencekam dan meneror.
***
Film Kabut ini dibintangi oleh Sara Fajira, Kevin Ardilova, Asrul Dahlan, Oded Kravitz, Alfie Alfandi, dan Yati Surachman. Nah, buat kamu yang mungkin penasaran menyaksikan pertikaian hantu yang berbeda paham, mungkin bisa langsung tonton film Kabut ini.
Menariknya, selain film Kabut, ada dua film horor terbaru lain yang, yakni Aku Lupa Aku Luka yang diperankan Salshabilla Adriani, Junior Roberts, Dewa Dayana dan Jerome, kemudian film Hompimpa yang dibintangi oleh Kenny Austin dan Bianca Hello.
Tiga film Indonesia terbaru ini mulai tayang secara bersamaan di KlikFilm pada 8 Oktober 2021. Penasaran? Saksikan hanya di KlikFilm, hanya dengan berlangganan Rp10.000/minggu.