Film Horor Indonesia, Perubahan Tren dari Masa ke Masa

Film Indonesia mengalami perubahan di setiap era. Seperti apakah pergantian wajah film horor di Indonesia dari masa ke masa? 


Setiap genre film selalu mengalami perubahan tren, termasuk film horor. Membahas mengenai film horor di Indonesia selalu menarik karena film ini punya kaitan sama perubahan budaya di Indonesia. Film genre horor di Indonesia adalah cermin dari kepercayaan masyarakat, ketakutan, mitos, dan stereotip-stereotip yang beredar di tengah masyarakat.

Kendati mungkin menampilkan jenis hantu yang itu-itu aja, film genre horor Indonesia memiliki karakter tersendiri pada setiap eranya. Nah, kayak bagaimana perubahan tren film genre horor Indonesia dari masa ke masa? Ikuti perjalanan mistisnya di sini.

Perubahan Tren dari Masa ke Masa Film Horor Indonesia

Dekade 1980-an, Lekat Akan Ilmu Agama dan “Dendam” Para Perempuan

Perubahan Tren dari Masa ke Masa Film Horor Indonesia
Perubahan Tren dari Masa ke Masa Film Horor Indonesia Via Istimewa.

Hantu-hantu dalam film horor Indonesia dekade 1980-an banyak yang lahir dari dendam perempuan dan dapat diselesaikan dengan ajaran agama. Elemen-elemen horor lekat banget sama hal-hal yang berkaitan dengan perempuan, misalnya, pemerkosaan, kehamilan, isu orang ketiga, bahkan kemandulan.

Pengabdi Setan (1980) misalnya. Semua masalah dan setan-setan di dalam film ini berakhir setelah keluarga di dalamnya bertaubat. Namun, akar permasalahannya adalah ART baru bernama Darminah (cewek) dan kematian sang ibu (Mawarti), yang menyebabkan mereka harus berhadapan sama setan-setan zombie yang mengerikan.

Perubahan Tren dari Masa ke Masa Film Horor Indonesia
Perubahan Tren dari Masa ke Masa Film Horor Indonesia Via Istimewa.

Film-film horor yang dibintangi oleh Suzzanna juga sering menggunakan elemen dendam perempuan. Ratu Ilmu Hitam (1981), misalnya, berkisah tentang Murni, seorang perempuan yang dituduh oleh mantan kekasihnya membuat guna-guna, kemudian dibuang ke jurang oleh penduduk dan mantannya.

Oleh dukun yang menghasutnya, ia pun sempat dinodai. Kelemahan perempuan seolah menjadi awal dari rangkaian kejadian mistis di luar nalar. Pada akhirnya, masalah selesai setelah Murni “bertaubat”.

Dalam Malam Satu Suro (1988), perempuan menjadi korban sekaligus pembalas dendam. Suketi, yang sebetulnya adalah wujud hidup sundel bolong, dibunuh dan kembali menjadi sundel bolong lantaran pesaing bisnis sang suami yang iri kepada suaminya. Ya, yang menjadi korban adalah sang istri.

Malam Satu Suro (1988)
Malam Satu Suro (1988) Via Istimewa.

Sebelumnya, dalam Malam Jumat Kliwon (1986), gangguan mistis lahir akibat hantu perempuan yang meninggal akibat santet dan melahirkan secara enggak wajar. Hal itu pula yang terjadi pada Sundel Bolong (1981) yang menjadikan kematian mantan PSK sebagai sumber teror.

Elemen-elemen terkait perempuan dieksplorasi habis-habisan sehingga menimbulkan kejadian-kejadian yang mengerikan. Bagi beberapa orang, ini terlihat seperti eksploitasi perempuan, tetapi, hal tersebut mungkin merupakan cermin dari budaya yang ada pada masa itu, di mana perempuan digambarkan sebagai sosok yang lemah, tetapi bisa menjadi mengerikan saat menyimpan dendam.

 

Dekade 2000-an, Anak muda dan Urban Legend

Pada dekade 1990-an, film Indonesia sempat mati suri. Hal tersebut terjadi karena banyak faktor, seperti kemunculan lini hiburan baru semacam TV swasta, VCD, dan sebagainya, sehingga memudahkan akses ke film-film luar negeri. Selain itu, pendataan film pada masa ini juga kurang baik akibat ​​UU No. 8 Tahun 1992 yang meniadakan kewajiban pendaftaran film.

Nah, semenjak dirilisnya Ada Apa dengan Cinta? (2002) dan Petualangan Sherina (2000), industri perfilman Indonesia mulai bangkit lagi, lho. Film horor juga kembali bangkit dan memunculkan kreasi-kreasi yang berbeda dari dekade 1980-an.

Perubahan Tren dari Masa ke Masa Film Horor Indonesia
Perubahan Tren dari Masa ke Masa Film Horor Indonesia Via Istimewa.

Jika dekade 1980-an kental akan masyarakat komunal, klenik, isu dukun, isu perempuan, dan penyelesaian konflik dengan agama, film-film horor pada dekade ini lekat sama anak-anak muda dan isu tempat-tempat angker.

Contohnya, Jelangkung (2001). Kendati memanfaatkan kepercayaan lama tentang pemanggilan arwah dengan batok kelapa, tokoh-tokoh utama di dalam film ini adalah sekumpulan anak muda. Asyiknya, dialog film ini cukup cair dan natural, khas anak muda banget.

Ada pula serial televisi bertajuk Di Sini Ada Setan (2003). Layaknya Jelangkung, Di Sini Ada Setan juga menjadikan sekumpulan anak muda sebagai tokoh utama. Bedanya, ada sentuhan komedi dalam Di Sini Ada Setan.

Di Sini Ada Setan
Di Sini Ada Setan Via Istimewa.

Selain karya yang kental akan pemain muda, muncul pula urban legend pada film-film horor dekade 2000-an. Contohnya, seperti film Hantu Jeruk Purut (2006) dan Terowongan Casablanca (2007). Tokoh-tokoh utamanya juga masih anak muda.

Terdapat pula film-film yang mengangkat secara khusus sosok-sosok hantu yang dipercaya ada oleh masyarakat seperti misalnya Pocong (2006), Kuntilanak (2006), dan Suster Ngesot (2007), yang tentunya mengusung sosok-sosok anak muda.

Era 2010-an, Film-Film Horor yang Panas

Memasuki 2010 dan beberapa tahun berikutnya, film horor Indonesia memang membanjiri bioskop. Dalam satu tahun aja, rata-rata lima film genre horor dirilis. Sayangnya, kebanyakan film yang diedarkan bukannya mengerikan, tetapi malah bikin tepuk jidat. Soalnya, film-film ini mengandalkan unsur erotis, eksploitasi daerah sensitif wanita, dan juga sensasi.

Contohnya, Pacar Hantu Perawan (2011) yang di posternya menampilkan Vicky Vette, Misa Campo, dan Dewi Persik dengan baju yang seksi dan menonjolkan bagian intim. Hantunya memang ada, tetapi fokusnya adalah pada trio ini. Mengerikan? Hmm, lebih banyak adegan “dewasa” daripada fokus ke teror hantu.

Ada pula Dedemit Gunung Kidul (2011) yang di posternya jelas-jelas berfokus pada dua perempuan yang seksi. Hantunya, sih, ada, tetapi mengerikan aja, enggak! Alih-alih kayak arwah gentayangan, hantu yang ditampilkan malah seperti orang yang mukanya kena cat air.

Dalam era ini, produsen film horor erotis –yang pada saat itu mayoritas oleh K2K Production–, bahkan rela untuk mendatangkan mantan artis porno, seperti Tera Patrick dalam Rintihan Kuntilanak Perawan (2011), Sasha Grey dalam Pocong Mandi Goyang Pinggul (2011), dan Sora Aoi dalam Suster Keramas 2 (2011).

Selanjutnya, menyusul film-film horor yang lebih berani buat…plagiat! Ya, masih inget dong, sama Mr. Bean Kesurupan Depe (2012) dan Kungfu Pocong Perawan di tahun yang sama.

Film Mr. Bean Kesurupan Depe, memplagiat sosok Mr. Bean bahkan awalnya, KK Dheeraj selaku produser mengaku kalau ia akan mendatangkan Mr. Bean betulan. Lalu film Kungfu Pocong Perawan, posternya terlihat memplagiat Kung Fu Panda.

2017 hingga sekarang: Lebih Variatif, Lebih Berani untuk Bereksplorasi, Lebih Gila dari Segi Efek

Danur 2
Danur 2 Via Istimewa.

Sebetulnya, film-film horor berkualitas sudah ada sejak era 2010-an. Contohnya, Rumah Dara (2010) dan Modus Anomali (2012) yang menampilkan kengerian bukan dari setan, tetapi manusia. Namun, film-film semacam itu masih kalah jumlah dibandingkan film-film horor erotis.

Nah, setelah Danur (2017) remake Pengabdi Setan (2017), mulai banyak, nih, film horor Indonesia yang creepy, variatif dalam segi tema, kompleks, dan tentu saja..mengerikan! Contohnya, sekuel-sekuel Danur, Sabrina (2018), Sebelum Iblis Menjemput (2018), Kafir: Bersekutu dengan Setan (2018), Perempuan Tanah Jahannam (2019), dan Mangkujiwo (2020).

Masih ada banyak film berkualitas yang dirilis pascafilm Pengabdi Setan yang dibuat ulang oleh Joko Anwar. Film-film ini mencapai kengerian yang selevel sama film horor Thailand dan Hollywood.

Dari segi cerita dan riasan para setan pun, film-film ini udah layak mendapatkan dua jempol, meskipun beberapa film memang memiliki kekurangan dari memberikan willing suspension of disbelief karena kurang setia pada premis.

***

Memang enggak ada film horor yang sempurna. Namun, kalau kita lihat dari perkembangannya, industri film genre horor Indonesia udah berbenah banget dan kembali bangkit dari film yang sengaja menjual sensualitas perempuan.

Penggemar film horor tentunya juga harus mendukung para sineas Indonesia, supaya semakin semangat dalam memberikan level horor yang enggak cuma menang di jump scare, tetapi kuat di cerita.

Nah, bagaimana pendapatmu mengenai perkembangan film Indonesia genre horor? Apa judul favoritmu?

 

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.