Bisa dibilang, Ngeri-Ngeri Sedap adalah sebuah film komedi kehidupan yang sempurna. Film ini bukan sekadar komedi yang dipenuhi gelak tawa. Lebih daripada itu, Ngeri-Ngeri Sedap memang menggambarkan kehidupan dengan cara yang jujur, terutama kehidupan mayoritas orang Batak.
Disutradarai oleh komika berdarah Batak, Bene Dion Rajagukguk, dan dibintangi segenap pemain berdarah Batak seperti Arswendy Beningswara Nasution, Tika Panggabean, Gita Bhebita Butarbutar, dan Boris Bokir Manullang, Ngeri-Ngeri Sedap memang betul-betul niat dalam menghadirkan potret kehidupan yang diwakilkan oleh keluarga Batak.
Berbagai budaya di Indonesia memang memiliki nilai-nilai inspiratifnya sendiri, termasuk Batak. Nah, dari Ngeri-Ngeri Sedap, berikut beberapa budaya Batak yang bisa kamu pelajari dan kamu resapi maknanya.
Budaya Batak yang bisa kamu pelajari dari Ngeri-Ngeri Sedap
Budaya berkumpul di Lapo
Nah, di dalam Ngeri-Ngeri Sedap, tentu kamu sudah enggak asing lagi dengan adegan para lelaki Batak di lapo yang mengobrol bahkan menyanyi.
Budaya nongkrong di lapo memang bukan budaya yang asing bahkan bagi masyarakat non-Batak. Lapo bukan sekadar warung, ia adalah tempat berkumpul, tempat melepaskan lelah.
Menurut skripsi berjudul Lapo Tuak Arena Interaksi Sosial bagi Masyarakat Batak Toba karya Lolita S. Ginzel, lapo berasal dari kata lepau. Di KBBI, lepau artinya adalah beranda di belakang rumah. Pada masa lampau, usai bapak-bapak bekerja di pertanian, para ibu akan menyuguhkan tuak untuk mereka. Lama-kelamaan, area-area dan budaya itu berkembang menjadi lapo seperti yang kita kenal sekarang ini.
Fungsi lapo yang bukan sekadar tempat makan menjadikannya bak “rumah” bagi orang Batak. Di sana, mereka dapat mengobrol santai, berdiskusi, menjalin pertemanan, bahkan bernyanyi.
Anak sulung punya tanggung jawab “berat”
Sudah menjadi rahasia umum bahwa laki-laki Batak, terutama yang merupakan anak sulung, menanggung “beban” yang berat. Anak sulung laki-laki nantinya dianggap menjadi pengganti sang Ayah dalam memimpin keluarga. Itulah salah satu alasan mengapa Pak Domu dan Bu Domu menumpuk banyak harapan untuk Domu, anak sulung mereka.
Terutama Pak Domu, ia sangat kecewa saat mengetahui bahwa anak sulungnya memilih pasangan dari suku Sunda. Sudah banyak memang laki-laki atau perempuan batak yang menikahi orang dari suku lain dan nantinya, calon pasangannya dapat mengikuti prosesi adat tertentu. Namun, penerimaan terhadap hal itu biasanya bergantung pada keluarga.
Banyak keluarga yang masih tradisional seperti keluarga Pak Domu misalnya, yang masih saklek menginginkan sang anak menikahi orang Batak. Hal tersebut dilakukan supaya anak enggak gegar budaya dan supaya budaya Batak itu bisa terus-menerus diturunkan kepada cucu-cicit mereka sehingga tidak punah.
Para laki-laki kebanyakan merantau
Kisah bahwa banyak orang Batak yang merantau memang sudah bukan mitos lagi. Para laki-laki Batak memang pekerja keras dan akan mengejar setiap kesempatan. Hal semacam itu juga tertulis dalam buku Lance Castle yang berjudul The Ethnic Profile of Djakarta.
Ia menceritakan sejarah bagaimana seorang laki-laki Batak yang terlebih dahulu merantau memberikan pengumuman lewat Surat Keliling Immanuel di kampung halamannya. Isinya siapa saja orang tua yang anaknya berminat ke Betawi untuk mencari pekerjaan atau melanjutkan pendidikan, bisa menghubunginya.
Apalagi, kekerabatan orang Batak di perantauan sangat kental. Masih dikutip dalam buku Castle, pada masa lalu, masyarakat Batak akan menumpang di rumah orang Batak lainnya saat merantau ke Betawi/Jakarta. Hal ini, selain memotivasi mereka untuk bekerja lebih giat, tentu juga memotivasi untuk merantau.
Para laki-laki merantau, karena dianggap bertanggung jawab untuk bekerja dan mencari nafkah. Ini tentu merupakan sebuah budaya yang enggak jauh beda dengan budaya yang ada di berbagai daerah lain di Indonesia. Pada masa lalu, para laki-laki pergi ke sawah dan para perempuan menyiapkan makanan dan minuman untuk melepas lapar dan lelah.
Inilah yang menjadi salah satu hal yang cukup dibahas di dalam film. Berbeda dengan ketiga kakaknya, Sarma enggak merantau, melainkan di kampung halaman menjaga orang tua.
Kaya upacara adat
Dalam Ngeri-Ngeri Sedap, diceritakan bahwa opung mereka akan melangsungkan acara adat sehingga Pak Domu pun terobsesi untuk membawa anak-anaknya pulang. Upacara adat itu adalah Sulang-Sulang Pahompu atau pengukuhan adat pernikahan Batak Toba. Adat ini merupakan adat yang cukup penting bagi masyarakat Batak. Upacara ini dilakukan bagi pasangan yang sudah sah menikah secara agama tetapi belum secara adat.
Prosesi ini cukup rumit dan semua yang diundang serta segenap keluarga besar akan datang. Nah, di sinilah salah satu konflik dalam Ngeri-Ngeri Sedap terjadi, lantaran perbedaan pandangan budaya. Para orang tua di kampung pastinya masih memegang teguh adat ini. Dan, hal itu kadang berbeda dengan anak muda yang seringkali menganggap bahwa adat yang rumit tidaklah praktis.
Beberapa adat Batak memang cukup rumit dan membutuhkan persiapan matang. Contohnya saja, seperti upacara pemberian nama marga kepada calon pasangan yang bukan Batak. Ada banyak izin yang harus dilakukan, dan calon pasangan pun harus betul-betul menghayati budaya itu, bukan sekadar mengikuti adat saja. Film Ngeri-Ngeri Sedap membuat kita menyadari bahwa adat penting untuk dijaga, sebagai bentuk penghormatan pada budaya dan leluhur
Makanan yang unik
Makanan dari tanah Batak memang lezat-lezat. Salah satu yang disorot di dalam film ini adalah Mie Gomak. Mie Gomak sendiri merupakan mie kuah kental Batak yang lezat, kenyal, dan awalnya dipersiapkan dengan cara diremas dengan tangan.
Salah satu elemen yang membuat makanan suku Batak enak adalah keberadaan andaliman. Andaliman sendiri merupakan sebuah bumbu rempah unik yang hanya tumbuh di beberapa daerah di Asia. Rasanya menggigit di lidah walaupun tidak sepedas cabai. Ia kerap dijuluki merica Batak.
Nah, andaliman ini juga ada di dalam mie gomak. Maka dari itu, enggak mengherankan kalau rasanya sulit untuk dilupakan. Mau coba? Makanan ini cukup mudah ditemui di kota besar seperti Jakarta.
***
Begitu banyak pelajaran tentang adat Batak yang ada di dalam Ngeri-Ngeri Sedap. Berbagai pelajaran ini membuat kita menyadari bahwa setiap suku memiliki adat dan produk budaya menarik yang wajib dihormati serta dijaga. Karena, hal-hal itulah yang membentuk pola hidup dan karakter masyarakat.