Rotten Tomatoes menjadi salah satu situs review film yang populer di seluruh dunia. Beginilah cara kerja sistem rating pada Rotten Tomatoes!
Menonton film sudah menjadi aktivitas kesukaan banyak orang, terutama bagi mereka yang sedang mencari hiburan di waktu kosong. Namun, masyarakat sekarang umumnya suka membaca review pada website tertentu sebelum menonton film. Hal ini biasanya mereka lakukan untuk mengetahui apakah film yang bakal mereka tonton punya kualitas yang baik atau tidak.
Zaman sekarang sudah ada banyak website atau media review film di internet, termasuk KINCIR buat masyarakat Indonesia. Sementara itu, di luar negeri salah satu website review yang populer adalah Rotten Tomatoes (RT) yang cukup menjadi acuan bagi masyarakat ketika ingin nonton film. Meski begitu, terkadang skor review Rotten Tomatoes juga mengundang kontroversi pada kalangan penonton umum.
Nah, berikut ini KINCIR akan membahas cara kerja sistem rating Rotten Tomatoes supaya kamu lebih paham sebelum nonton. Yuk, simak!
Cara kerja rating situs Rotten Tomatoes
Latar belakang Rotten Tomatoes
Rotten Tomatoes pertama kali tercipta pada 1998 oleh tiga mahasiswa tingkat akhir University of Californias ebagai proyek ‘iseng’ mereka. Ketiga mahasiswa tersebut adalah Senh Duong, Patrick Y. Lee, dan Stephen Wang. Inspirasi Duong menciptakan situs RT berawal dari kebiasaannya mengumpulkan ulasan kritikus atas film-film yang dibintangi Jackie Chan karena ia merupakan penggemar sang aktor.
Hal ini pun mendorong Duong untuk mengajak dua temannya buat menciptakan situs dengan tujuan agar masyarakat bisa mengakses ulasan film dari sejumlah kritikus. Nama “Rotten Tomatoes” terinspirasi dari adegan ikonis film Léolo (1992) yang berkaitan dengan tomat. Namun, sebenarnya nama situsnya mengacu pada praktik orang zaman dulu yang melempar tomat busuk ke panggung karena pertunjukan yang buruk.
Pemilik saham situs RT pun kerap mengalami perubahan seiring waktu berjalan. Bahkan, media IGN Entertainment juga pernah menjadi pemilik situs tersebut pada 2004 silam. Kini pada 2023, 75% saham RT adalah NBCUniversal yang jadi pemegang saham terbesarnya. Sementara itu sisa 25%-nya adalah milik Warner Bros. Discovery, yang juga jadi perusahaan yang memproduksi film-film DC.
Memiliki kurator review
Rotten Tomatoes enggak mengumpulkan review kritikus secara otomatis. Faktanya, situs ini memiliki staf atau kurator yang tugasnya adalah untuk membaca ribuan ulasan para kritikus film setiap minggunya. Nantinya, para kurator mengumpulkan review para kritikus tersebut untuk memberikan konsensus apakah sebuah judul film punya kualitas yang bagus, atau tidak.
Keberadaan kurator ini pun penting. Pasalnya, kritikus enggak selalu memberikan jenis penilaian yang sama. Contohnya, ada kritikus yang memberikan nilai memakai huruf, seperti A+. Namun, ada juga kritikus yang menggunakan variabel angka dengan jangkauan yang berbeda, seperti 3/5 atau 8/10. Bahkan, ada kritikus yang tidak memberikan konklusi skor sama sekali.
Adanya jenis penilaian yang berbeda tersebut tentunya membuat RT tidak bisa memberikan hasil akhir skor rata-rata dari ulasan para kritikus. Nah, tugas para kurator adalah membaca dengan teliti setiap review tersebut dan menentukan apakah sang kritikus menilai positif atau negatif sebuah film.
Kurator hanya memilih review dari kritikus atau media yang sudah disetujui dan dipercaya oleh RT. Beberapa bahkan ada yang mendapatkan label “Top Critic” yang menandakan kalau sang kritikus atau media memiliki pembahasan mendalam dan punya pengaruh besar. Sejauh ini, ada lebih dari 3 ribu kritikus yang disetujui oleh RT, tapi biasanya hanya ada ratusan yang diambil buat ulasan suatu film oleh para kurator.
Arti Tomatometer “Busuk”, “Segar”, dan “Bersetifikat Segar”
Review para kritikus yang telah terkurasi oleh para kurator kemudian dikumpulkan dan berubah menjadi skor situs Rotten Tomatoes yang bernama Tomatometer. Skor Tomatometer inilah yang kemudian sering menjadi acuan bagi masyarakat ketika ingin menonton sebuah film atau serial. Tomatometer pun umumnya terbagi atas tiga jenis predikat skor.
Pertama, ada “Rotten” alias “Busuk” yang memiliki logo percikan berwarna hijau. Predikat “Busuk” ini pun melambangkan bahwa sebuah film/serial mendapatkan mayoritas review yang negatif dari para kritikus. Predikat ini bisa didapatkan oleh sebuah film/serial seandainya Tomatometer mereka memiliki skor di bawah 60%
Kedua, ada “Fresh” atau “Segar” yang memiliki logo tomat. Sebuah film bisa mendapatkan predikat “Segar” seandainya lebih dari 60% dari total review kritikus yang masuk adalah ulasan yang positif.
Terakhir, ada “Certified Fresh” atau “Bersertifikat Segar” yang memiliki logo tomat dengan tulisan “Fresh” pada bagian tengahnya serta hiasan lainnya. Lantas, apa perbedaan predikat “Fresh” biasa dengan “Certified Fresh”.
Well, “Certified Fresh” hanya bisa dimiliki oleh film setelah memenuhi beberapa syarat. Pertama, film tersebut harus memiliki skor Tomatometer konsisten di atas 75%. Lalu, film tersebut juga setidaknya harus mendapatkan lima review dari Top Critics. Kemudian, untuk film yang rilis secara luas setidaknya harus mendapatkan 80 ulasan terlebih dahulu, sementara film yang tayang terbatas hanya perlu 40 ulasan.
Sebuah film dan serial yang telah memenuhi syarat tersebut juga enggak akan langsung mendapatkan predikat “Certified Fresh”. Sebab, skor Tomatometer mereka harus berada pada angka yang konsisten terlebih dahulu dan tidak berpeluang mengalami pengurangan sebelum akhirnya mendapat predikat “Certified Fresh”.
Film dengan skor 100% adalah film yang sempurna? Belum tentu!
Sejauh ini, sudah ada beberapa film yang mendapatkan skor 100% dalam situs Rotten Tomatoes. Lantas, apakah deretan film tersebut benar-benar film yang sempurna? Lalu, apakah seluruh kritikus yang memberikan skor 5/5 atau A++ ketikan me-review film tersebut? Well, jawabannya adalah tidak.
Seperti yang KINCIR bahas sebelumnya, skor yang muncul pada Tomatometer adalah hasil konsensus kurator Rotten Tomatoes atas ulasan para kritikus, bukan rata-rata nilai para kritikus. Para kurator benar-benar cuma bertugas menentukan apakah narasi review para kritikus atas suatu film cenderung mengarah ke opini yang positif atau negatif.
Nah, hal inilah yang menjadi cukup kontroversial. Sebab, review film yang punya skor 5/5 atau A+, sudah akan jelas kalau sang kritikus memberikan ulasan yang positif terhadap filmnya. Namun, ada kalanya sang kritikus memberikan skor 3/5 atau B-, yang menandakan kalau filmnya punya kelebihan dan kekurangannya sendiri, alias mixed.
Meski begitu, kurator RT akan membuat review dengan skor 3/5 atau B- tersebut sebagai ulasan yang seutuhnya positif. Makanya, film yang memiiliki Tomatometer 100% enggak seutuhnya punya review kritikus dengan skor 5/5 atau semacamnya. Sebab, skor 3/5 dan semacamnya juga dihitung sebagai review yang positif oleh kurator.
Simpelnya, jika ada 10 kritikus, dan kesepuluh kritikus sama-sama memberikan skor 3/5 atau 7/10 untuk sebuah film, maka film itu akan tetap mendapat skor 100% di Rotten Tomatoes. Sebab, kurator menganggap skor tersebut sebagai ulasan positif, walau tidak sempurna.
Kita ambil contoh film One Cut of the Dead (2017) yang punya Tomatometer 100% dengan predikat “Certified Fresh” dari total 96 ulasan kritikus yang dikumpulkan oleh kurator. Meski terlihat sempurna, masih ada beberapa kritikus yang memberikan nilai 80/10 ataupun 3.5/5. Hal yang bikin One Cut of the Dead berhasil meraih skor 100% adalah karena tidak ada ulasan kritikus dianggap negatif oleh para kurator.
Contoh lainnya bisa kita ambil dari Mission: Impossible – Dead Reckoning Part One (2023) yang mendapat skor 99% dari 134 review kritikus hingga 7 Juli 2023. Sama seperti One Cut of the Dead, film ini juga masih ada yang memberikan skor 8/10, 4/5, dan bahkan 7/10. Namun, ketiga nilai tersebut masih dianggap sebagai ulasan yang positif oleh kurator Rotten Tomatoes.
Faktor yang bikin film ini tak meraih skor 100% pun bukan karena masih ada kritikus yang memberi nilai /10, 4/5, dan 7/10 tersebut. Melainkan karena ada dua review kritikus yang menurut kurator memberikan opini negatif terhadap filmnya. Jadi, dua dari 134 kritikus yang me-review Mission Impossible 7 adalah ulasan negatif terhadap filmnya sehingga skornya hanya mencapai angka 99%.
Perbedaan sistem skor audiens
Selain review kritikus, Rotten Tomatoes juga memiliki skor audiens atau Audience Score yang kolomnya berada di sebelah Tomatometer milik para kritikus. Audience Score pun dilambangkan dengan gambar popcorn utuh seandainya respons mayoritas penonton positif, dan popcorn yang tumpah dan berwarna hijau seandainya respons mayoritas penonton negatif.
Seluruh masyarakat yang ingin memberikan nilai terhadap film yang mereka tonton bisa melakukannya pada situs Rotten Tomatoes dengan cukup log in menggunakan e-mail. Namun, Rotten Tomatoes juga memberikan predikat “Verified Ratings” terhadap review audiens yang berhasil mereka verifikasi benar-benar membeli tiket buat nonton filmnya. Tanda “Verified Ratings” pun ada di atas review audiens yang terverifikasi.
Sistem Audience Score pun terbilang sangat berbeda ketimbang proses penilaian kritikus. Soalnya, pengumpulan Audience Score enggak memerlukan kurator lagi buat menentukan ulasannya positif atau negatif, melainkan rata-rata dari skor para penonton. Sebab, pada kolom review-nya, audiens bisa memberikan skor dari angka/bintang ½ hingga 5, alias sistem rating 5/5.
Hal inilah yang bikin Audience Score kadang lebih bisa diterima oleh penonton. Soalnya, skornya benar-benar hasil rata-rata nilai seluruh penonton yang memberikan ulasan pada situsnya, bukan tergantung konsensus positif atau negatif dari kurator.
Terlepas dari hal tersebut, patokan penilaian apakah sebuah film layak tonton atau tidak menurut para audiens masih sama dengan sistem untuk kritikus profesional. Sebab, Audience Score di atas 60% atau 3,5 berarti filmnya mendapat respons yang umumnya positif dari audiens. Sementara, skor di bawah 60% atau 3,5 berarti filmnya kurang bisa diterima oleh masyarakat umum.
Rotten Tomatoes bukan penentu minat nonton masyarakat
Setelah melihat cara kerja sistem rating Rotten Tomatoes tersebut, mungkin banyak dari kamu yang menganggap sistemnya punya kelebihan dan kekurangan. Lantas, apakah dengan hal ini Rotten Tomatoes masih layak menjadi acuan untuk menentukan minat orang menonton suatu film atau tidak?
Well, menurut KINCIR, nilai suatu film pada Rotten Tomatoes ataupun situs serta media review lainnya seharusnya tak jadi alasan utama bagi seseorang buat menyaksikan sebuah film. Sebab, keinginan untuk menonton seharusnya tetap datang dari orang itu sendiri. Keberadaan Rotten Tomatoes dan situs review lainnya seharusnya hanya untuk mencari pandangan lain tentang suatu film sebelum atau setelah menontonnya.
Hal ini sebenarnya balik lagi ke tujuan awal Senh Duong menciptakan Rotten Tomatoes. Sebab, Duong hanya ingin agar orang bisa melihat review dari kritikus tentang suatu film, seperti dirinya yang hobi mengumpulkan review tentang film Jackie Chan, bukan justru mendikte masyarakat buat menonton atau tidak menonton sebuah film.
***
Nah, itulah cara kerja sistem rating pada situs Rotten Tomatoes. Apakah kini kamu jadi lebih tahu tentang salah satu situs review terpopuler dunia tersebut? Share pendapat kamu dan ikuti terus KINCIR untuk artikel menarik seputar film lainnya, ya!