Info 
*(SPOILER ALERT) Artikel ini sedikit mengandung bocoran film Serigala Langit yang mungkin mengganggu buat kalian yang belum nonton.
Indonesia memang dikenal sebagai sebuah negara dengan kekuatan militer yang cukup mumpuni. Tidak hanya di darat, kekuatan tentara kita juga dikenal kuat di laut dan udara. Nah, baru-baru ini ada sebuah film yang menceritakan kehebatan tentara Indonesia mengawal langit nusantara.
Sudah siap dirilis sejak tahun lalu, film ini akhirnya baru bisa ditayangkan secara daring. Yap, film itu adalah film Serigala Langit, sebuah film heroik tentang Angkatan Udara Indonesia yang memiliki misi penting di teritorial negara lain. Kamu bisa tonton film ini sekarang juga di Maxtream.
Review dan Sinopsis Film Serigala Langit
Menyaksikan Tentara Indonesia Bertempur di Udara
Film ini bercerita tentang Ghading Baskara (Deva Mahenra) , seorang lulusan sekolah Angkatan Udara yang ditempatkan di Serigala Langit, satuan udara paling bergengsi di Indonesia. Ketika masuk dalam satuan tersebut. Ghading perlu waktu untuk meyakinkan para atasannya supaya bisa dipercaya.
Persaingan antarkawan, cinta, dan konflik keluarga bercampur baur dalam film berdurasi 100 menit tersebut. Semua itu dibungkus dalam sebuah konflik genting.
Diceritakan Indonesia memberangkatkan seorang wartawan asing ke sebuah negara konflik bernama Kabubed yang letaknya dekat dengan Indonesia. Namun, misi itu tidak berjalan mulus dan Ghading harus bisa menyelamatkan wartawan dan orang-orang Indonesia yang bertugas di Kabubed.
Potret TNI Angkatan Udara
Film Serigala Langit cukup menyajikan potret TNI Angkatan Udara. Film ini beri jawaban buat kamu yang penasaran seperti apa TNI bertugas, mulai dari latar tempat, atribut, dan segala yang berkaitan tentang apa yang terjadi di balik hanggar TNI AU.
Bisa jadi, untuk kamu yang punya cita-cita berkecimpung di TNI AU, film ini bisa menambah semangat. Atau, film bisa ini jadi pilihan diputar di sekolah-sekolah TNI untuk memompa hasrat para calon perwira menjaga negara.
Konflik Padat yang Tak Mengikat
Film ini sebetulnya punya cerita yang begitu kompleks. Ghading adalah seorang pria yang punya banyak masalah di luar pekerjaanya sebagai perwira. Dia berkonflik dengan ayahnya sejak lama hingga sang ayah meninggal dunia.
Ghading juga punya gebetan namanya Nadia. Masalahnya, Ghading justru kepincut dengan perwira lain. Selain itu, konflik antarperwira juga tampak dalam film ini. Ditambah lagi sebuah masalah besar tentang keterlibatan Indonesia mengungkap kasus yang sedang terjadi di negara bernama Kabubed.
Dalam durasi 100 menit, konflik-konflik itu jadi tidak mengikat. Kita tidak diberi tahu kenapa Ghading sekesal itu dengan ayahnya, dan bagaimana sebenarnya latar belakang keluarga Ghading.
Lalu, kisah cintanya dengan Nadia dan Tami juga tak membekas. Ghading hanya dekat dengan Nadia, kemudian jatuh cinta lagi dengan Tami. Tidak ada satu titik balik yang benar-benar membuat Ghading berubah dan yakin pada salah satu dari mereka.
Kemudian, kasus Kabubed juga dirasa tampil setengah-setengah. Negara itu hanya sebagai pelengkap dan membungkus cerita di akhir film. Sebab sepanjang film, konflik Kabubed yang potensial itu baru meledak di akhir. Padahal punya potensi menarik jika ditonjolkan dari awal.
Nama-Nama Tenar yang Kurang Bersinar
Sebetulnya film ini dibintangi oleh nama-nama aktor yang cukup tenar. Selain Deva Mahenra sebagai Ghading. Ada Donny Damara sebagai Erik, Dede Yusuf sebagai Panji, Yayu Unru sebagai Rudy, dan Putri Ayudya sebagai Rina. Lalu, ada Anya Geraldine sebagai Nadia, Bunga Jelita sebagai Tami, Yoshi Sudarso sebagai Herman, dan Randy Pangalila sebagai Yogi.
Sayangnya, nama-nama yang cukup sering malang melintang di dunia film Indonesia itu kurang terasa gregetnya. Film ini rasanya hanya jadi panggung Deva sebagai pemeran utama. Dia membalut keseluruhan film dengan menyisakan sedikit menit tampil untuk aktor-aktor lainnya.
Film ini disutradarai oleh Reka Wijaya. Dia berhasil menyuguhkan film pertempuran dengan gaya yang baru. Penonton berhasil diajak masuk dalam sebuah cerita walau ada adegan yang tak terekspos secara baik, seperti latar belakang Ghading. Padahal mengeksplorasi masa lalu dan konflik-konflik kecil yang Ghading alami membantu perkembangan cerita jadi lebih berisi.
Walau diselingi dengan efek CGI, ada adegan di mana kita bisa menyaksikan momen yang diambil dari dalam pesawat tempur. Mungkin baru kali ini penonton Indonesia diajak masuk ke dalam pesawat asli yang meliuk-liuk di udara. Apalagi ketika adegan peperangan berlangsung, suguhannya cukup nyata walau diselingi beberapa dialog terkesan kaku.
Proses pembuatan film Serigala Langit turut didukung dan melibatkan langsung TNI AU melalui berbagai penggunaan alutista seperti pesawat F-16 dan Sukhoi, penyediaan lokasi syuting di Landasan Udara (Lanud) Iswahyudi Madiun, Runaway Yogyakarta, dan Paragliding Parangtritis Yogyakarta.
***
Nah, buat kamu yang mau nonton film Serigala Langit dan penasaran seperti apa sih kekuatan TNI di udara? Film ini tak boleh kamu lewatkan begitu aja. Buat yang sudah nonton, bagaimana pendapatmu?
