*Spoiler Alert: Review film Midnight in the Switchgrass mengandung bocoran yang bisa saja mengganggu kamu yang belum menonton.
Pada Maret 2022, salah satu aktor legendaris Hollywood, yaitu Bruce Willis, resmi menyatakan dirinya pensiun dari dunia akting. Bukan tanpa sebab, Willis memilih mundur dari dunia akting karena mengidap penyakit afasia, yang merupakan gangguan komunikasi akibat adanya kerusakan pada otak. Sebelum memutuskan pensiun, Willis bisa dibilang cukup aktif dalam membintangi film rilisan 2021—2022.
Ada cukup banyak film rilisan 2021—2022 yang dibintangi oleh Willis, salah satunya adalah Midnight in the Switchgrass, film yang disutradarai oleh Randall Emmett. Di film ini, Willis beradu akting dengan aktor ternama lainnya, yaitu Megan Fox. Selain Willis dan Fox, Midnight in the Switchgrass juga dibintangi oleh Emile Hirsch, Lukas Haas, dan Colson Baker atau yang lebih dikenal dengan nama Machine Gun Kelly (MGK).
Midnight in the Switchgrass diadaptasi dari kisah nyata pembunuh berantai yang terjadi di Texas. Walau begitu, film ini memindahkan latar tempatnya ke Florida dan juga menambahkan elemen dramatisasi.
Midnight in the Switchgrass berkisah tentang dua agen FBI, Karl Helter dan Rebecca Lombardo, yang awalnya menyelidiki jaringan perdagangan seks. Namun di tengah investigasi, mereka menemukan kasus pembunuhan berantai yang menyerang banyak perempuan.
Review film Midnight in the Switchgrass
Tampilkan plot lemah yang membuat filmnya terasa amatir
Film thriller kriminal ini digarap oleh Randall Emmett yang namanya tidak terlalu familier di kalangan sutradara Hollywood. Jelas saja karena Midnight in the Switchgrass merupakan film debutnya Emmett sebagai sutradara. Sebelum terjun menjadi sutradara, Emmett terlebih dulu aktif di industri perfilman sebagai produser berbagai judul film.
Setelah mengetahui latar belakang filmografi Emmett, enggak heran Midnight in the Switchgrass hadir dengan kualitas yang bisa dibilang buruk. Film ini menghadirkan plot yang cukup klise dan pasaran untuk ukuran film thriller kriminal. Sudah ceritanya klise, naskah Midnight in the Switchgrass juga terasa underdeveloped dan begitu lemah.
Dengan durasi 1 jam 39 menit, pembangunan cerita yang ditampilkan film ini terasa maksa dan terlalu diburu-buru. Sebenarnya bukan masalah durasi, pembangunan ceritanya terasa terburu-buru karena film ini menampilkan banyak adegan, khususnya adegan flashback, yang sebenarnya enggak perlu dan enggak logis. Belum lagi, kamu juga bakal menemukan banyak dialog yang cringe dan topiknya ke mana-mana di hampir sepanjang film.
Entah ini merupakan ciri khas sutradaranya atau bukan, perpindahan dari satu adegan ke adegan lainnya terasa seperti melompat-lompat dan begitu cepat. Akibat naskahnya yang underdeveloped, kamu sudah langsung tahu siapa pembunuhnya sejak awal. Setelah tahu pembunuhnya, jangan harap bakal menemukan kejutan lainnya di film ini.
Villain yang tidak jelas motifnya
Midnight in the Switchgrass menampilkan seorang supir truk bernama Peter sebagai pembunuh berantai atau villain di film ini. Karakter tersebut diperankan oleh Lukas Haas, aktor yang juga membintangi The Revenant (2015) dan Inception (2010). Secara akting, penampilan Haas sebagai Peter bisa dibilang lumayan dan lebih baik di antara kebanyakan aktor di film ini.
Sayangnya, penampilan Haas sebagai Peter benar-benar tertutup oleh keburukan naskah film ini. Sejak awal Peter muncul, kita sudah diberi tahu bahwa dia adalah sang pembunuh berantai. Kejutan seputar Peter sama sekali enggak ada hingga akhir film. Namun yang lebih parah dari itu, Peter sama sekali enggak punya motif jelas di sepanjang film.
Peter memang punya target tertentu dalam pembunuhannya, yaitu cewek pekerja seks komersial. Namun dari awal hingga akhir film, kita sama sekali enggak diberi tahu alasan atau latar belakang tentang kenapa Peter hanya mengincar cewek pekerja seks komersial. Apakah dia punya fetish tertentu atau ingin memberantas prostitusi?
Ada adegan yang memperlihatkan Peter membunuh pelacur karena jijik, bahkan mereka sama sekali enggak melakukan seks. Lalu, ada adegan yang memperlihatkan Peter mengumpulkan baju korban dan mencium baju tersebut. Namun, enggak ada satu pun adegan yang menjawab motif dari pembunuhan berantai yang dilakukan Peter.
Akting buruk dari sebagian besar aktornya
Dari posternya saja sudah jelas bahwa Bruce Willis dan Megan Fox menjadi dua pemeran utama di Midnight in the Switchgrass. Namun, jangan harap kamu bisa mendapatkan banyak penampilannya Willis di film ini. Jika ditotal, kemunculan Willis di film ini enggak sampai 10 menit. Bahkan ketika muncul, Willis terlihat begitu ogah-ogahan.
Penampilan Willis yang enggak maksimal di Midnight in the Switchgrass akhirnya bisa dimaklumi ketika sang aktor, pada Maret 2022, mengumumkan pensiun berakting karena penyakit afasia. Penyakit tersebut memengaruhi kemampuan berkomunikasinya Willis, sehingga enggak heran penampilannya di Midnight in the Switchgrass begitu singkat dan enggak berkesan.
Megan Fox yang menjadi pemeran utama lainnya juga sama sekali enggak membantu. Chemistry-nya dengan Bruce Willis sama sekali enggak ada, ditambah lagi dengan aktingnya yang begitu kaku. Fox jelas sekali takut “terlihat jelek” karena make up dan rambutnya masih begitu rapi, padahal karakternya sedang mengalami kondisi yang begitu kacau.
Dibandingkan Willis dan Fox, akting Emile Hirsch dan Lukas Haas jelas lebih baik. Sayangnya, naskah film yang begitu buruk akhirnya menutup penampilan mereka. Selain Hirsch dan Haas, semua aktor pendukung yang muncul di film ini menampilkan akting yang begitu lebay dan cringe.
***
Midnight in the Switchgrass merupakan kombinasi sempurna dari sutradara yang kurang berpengalaman, cerita yang tidak jelas, serta akting yang begitu buruk. Setidaknya masih ada satu alasan untuk bisa menonton film ini, yaitu bisa melihat penampilannya Bruce Willis setelah dia mengumumkan pensiunnya di dunia akting.
Setelah baca review film Midnight in the Switchgrass, apakah kamu jadi tertarik menonton film thriller kriminal ini? Buat yang sudah menonton, jangan lupa bagikan pendapat kamu tentang film ini, ya!