Usmar Ismail, sang Pelopor Perfilman Modern di Indonesia

– Memperingati Hari Film Nasional, Usmar Ismail merupakan sosok yang berjasa pada perkembangan industri perfilman Indonesia.
– Lika-liku dan perjuangan Usmar tentunya enggak mudah!


Selamat Hari Film Nasional! Yap, 30 Maret merupakan tanggal diperingatinya Hari Film Nasional. Enggak bisa dimungkiri bahwa perfilman Indonesia telah berkembang pesat selama 10 tahun belakangan ini, mulai dari semakin banyaknya film Indonesia yang meraih jutaan penonton, semakin banyak genre film yang dieksplorasi oleh sineas Indonesia, hingga semakin film dan aktor yang berprestasi di mancanegara.

Perkembangan perfilman Indonesia saat ini tentunya enggak lepas dari sosok yang disebut sebagai Bapak Film Indonesia, yaitu Usmar Ismail. Beliaulah orang Indonesia yang menjadi pelopor film drama modern di Indonesia. Hari Film Nasional 2021 bisa dibilang spesial, nih, karena tahun ini juga menjadi peringatan 100 tahun kelahirannya Usmar.

Dalam memperingati Hari Film Nasional, yuk, simak profil Usmar Ismail, sang Bapak Film Indonesia!

1. Usmar lahir di Bukttinggi, Sumatera Barat pada 20 Maret 1921.

Usmar Ismail, sang Pelopor Perfilman Modern di Indonesia
Usmar Ismail, sang Pelopor Perfilman Modern di Indonesia Via Istimewa.

Usmar lahir dari pasangan Datuk Tumenggung Ismail dan Siti Fatimah. Ayahnya dikenal sebagai guru Sekolah Kedokteran yang ada di Padang. Usmar punya lima orang kakak, salah satunya adalah seniman sekaligus politisi Indonesia, yaitu Abu Hanifah. Dalam berbagai karya sastranya, Abu biasanya menggunakan nama pena El Hakim.

Saat menjalani pendidikan di bangku MULO (SMP), Usmar mulai menunjukkan bakat sastranya. Pada masa tersebut, Usmar sempat berencana untuk menyajikan pertunjukkan drama kepada Ratu Wilhelmina. Sayangnya, rencana tersebut gagal dilaksanakan karena dia dan teman-temannya datang terlambat. Namun, itulah momen yang menjadi pertanda tentang bakat Usmar di bidang penyutradaraan.

Setelah menjalani pendidikan SD dan SMP di Sumatera Barat, Usmar kemudian melanjutkan pendidikan AMS (SMA) di Yogyakarta. Dari situlah, Usmar semakin banyak terlibat di dunia sastra dan juga aktif dalam berbagai kegiatan drama.

2. Usmar mendirikan kelompok sandiwara yang diberi nama Maya pada 1943.

Usmar Ismail, sang Pelopor Perfilman Modern di Indonesia
Usmar Ismail, sang Pelopor Perfilman Modern di Indonesia Via Istimewa.

Bersama El Hakim, Rosihan Anwar, Cornel Simanjuntak, dan H. B. Jassin, Usmar mendirikan kelompok sandiwara Maya. Kelompok sandiwara ini mementaskan berbagai sandiwara yang berdasarkan teknik teater Barat. Berdirinya Maya menjadi tonggak lahirnya teater modern di Indonesia.

Berbagai pertunjukan sandiwara yang telah dipentaskan oleh Maya, di antaranya Taufan di Atas Asia (karya El Hakim), Mutiara dari Nusa Laut (karya Usmar), Mekar Melati (karya Usmar), dan Liburan Seniman (karya Usmar).

3. Usmar akhirnya terjun ke dunia perfilman sebagai asisten sutradara film Gadis Desa (1949).

Usmar Ismail, sang Pelopor Perfilman Modern di Indonesia
Usmar Ismail, sang Pelopor Perfilman Modern di Indonesia Via Istimewa.

Saat Jakarta diduduki oleh sekutu pada September 1945, Usmar dan teman-temannya memutuskan untuk mengungsi ke Yogyakarta. Dari sinilah, Usmar akhirnya dikenalkan dengan dunia sinematografi. Di bawah didikan Hinatsu Eitaroo, Usmar akhirnya tahu bahwa film bisa menjadi sarana untuk menyampaikan kritik dan gagasan.

Setelah semakin dalam mengenal seluk-beluk dunia perfilman, sutradara sekaligus temannya Usmar, yaitu Andjar Asmara, mengajaknya untuk mengikuti proses produksi film Gadis Desa sebagai asisten sutradara. Gadis Desa memang jadi film pertama yang melibatkan Usmar. Namun di sisi lain, Gadis Desa malah jadi film terakhir Andjar sebagai sutradara. Setelah film tersebut, Andjar memutuskan untuk fokus sebagai penulis naskah.

4. Setelah menjadi asisten sutradara, Usmar akhirnya debut sebagai sutradara lewat film Harta Karun (1949).

Usmar Ismail, sang Pelopor Perfilman Modern di Indonesia
Usmar Ismail, sang Pelopor Perfilman Modern di Indonesia Via Istimewa.

Di tahun yang sama dengan pengalaman pertamanya terjun di dunia perfilman, Usmar langsung mendapatkan kesempatan debut sebagai sutradara di film Harta Karun. Seperti Gadis Desa, Harta Karun juga merupakan film produksi studio film Belanda yang bernama South Pacific Film Corporation (SPFC). Enggak hanya satu, Usmar juga menggarap film lainnya sebagai sutradara pada 1949.

Masih di tahun yang sama dengan debutnya sebagai sutradara, Usmar juga menggarap film yang diberi judul Tjitra (1949). Film kedua Usmar sebagai sutradara ini juga diproduksi oleh SPFC. Walau Harta Karun dan Tjitra merupakan karya pertamanya, kedua film tersebut nyatanya enggak membekas di hatinya Usmar.

Sutradara ini bahkan seakan enggak mengakui bahwa Harta Karun dan Tjitra merupakan karyanya. Soalnya, Usmar merasa bahwa proses kreatifnya terkekang selama penggarapan kedua film tersebut.

5. Usmar mendirikan Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) pada 30 Maret 1950.

Usmar Ismail, sang Pelopor Perfilman Modern di Indonesia
Usmar Ismail, sang Pelopor Perfilman Modern di Indonesia Via Istimewa.

Merasa daya kreasinya terkekang oleh SPFC, Usmar akhirnya memutuskan keluar dari perusahaan Belanda tersebut. Selepas dari SPFC, Usmar mendirikan studio film pertama Indonesia yang diberi nama Perfini. Dalam pendirian Perfini, Usmar juga mendapatkan banyak bantuan dari teman-temannya, di antaranya Naziruddin, Max Tera, Rosihan Anwar, Basuki Resobowo, Djohan Sjafri, dan Sjawal Mochtaruddin.

Lewat Perfini, Usmar pun lebih bebas berkreasi di berbagai film garapannya. Enggak hanya berkutat sebagai sutradara, Usmar juga mulai menjajal kemampuannya sebagai penulis naskah dan produser.

6. Darah dan Doa (1950) menjadi film pertama yang diproduksi oleh Perfini.

Usmar Ismail, sang Pelopor Perfilman Modern di Indonesia
Usmar Ismail, sang Pelopor Perfilman Modern di Indonesia Via Istimewa.

Di hari yang sama saat Usmar mendirikan Perfini, dia langsung berangkat ke Subang untuk melakukan proses syuting hari pertama film Darah dan Doa. Itulah sebabnya, 30 Maret akhirnya ditetapkan sebagai Hari Film Nasional berdasarkan Keppres Nomor 25/1999. Darah dan Doa sendiri berkisah tentang seorang pejuang revolusi Indonesia yang jatuh cinta kepada seorang gadis Jerman.

Sayangnya, film pertama Usmar di Perfini mendapatkan rintangan saat perilisannya. Darah dan Doa dilarang beredar di daerah karena dianggap dapat mengancam wibawa tentara. Larangan ini sempat membuat kondisi keuangan perusahaan menjadi kritis. Namun, hal tersebut enggak membuat Usmar kapok dalam membuat film.

Di bawah Perfini, Usmar telah menghasilkan 33 karya film, termasuk dua film Box Office pada masa itu, yaitu Krisis (1951) dan Tiga Dara (1956).

7. Usmar mengalami masalah dengan perusahaan film Italia sebelum akhir hayatnya.

Via Istimewa

Usmar yang menjabat sebagai direktur Perfini kemudian melakukan kerja sama dengan salah satu perusahaan film Italia untuk membuat film Adventures in Bali. Sayangnya, proses produksi film tersebut banyak mengalami masalah. Sesuai perjanjiannya, nama Usmar seharusnya dicantumkan sebagai sutradara dalam film Adventures in Bali yang diedarkan di Eropa.

Namun saat Usmar berkunjung ke Roma untuk melihat penyelesaian Adventures in Bali, nama dia sama sekali enggak disebutkan. Walau sempat berjaya di era 1950-an, Usmar mengalami keterpurukan di era 1960-an. Di tengah masalah yang dihadapinya selama 1960—1970, Usmar tetap berusaha mempertahankan Perfini dan menggaji karyawannya.

Apa daya, perjuangan Usmar dalam memajukan perfilman Indonesia pun terhenti pada 2 Januari 1971. Usmar dinyatakan meninggal dunia pada usia 49 tahun akibat pendarahan di otaknya. Padahal pada malam sebelumnya, Usmar masih menyelesaikan proses pengisian suara film terakhirnya, yaitu Ananda.

Pandangan Sineas Masa Kini terhadap Jasa Usmar Ismail

Via Istimewa

Sebagai pelopor perfilman modern Indonesia, karya Usmar di dunia perfilman Indonesia tentu saja menginspirasi para sineas Indonesia masa kini, termasuk produser ternama Mira Lesmana. Mira bisa dibilang juga punya jasa yang besar terhadap perfilman Indonesia karena dia juga berperan dalam kebangkitan perfilman Indonesia di era 2000-an.

Dalam sebuah video peringatan 100 tahun lahirnya Usmar Ismail yang diunggah kanal YouTube Rumata Artspace, Mira memberikan berbagai pandangannya terhadap kontribusi Usmar di perfilman Indonesia. Mira mengaku mulai mengenal Usmar saat dia menempuh pendidikan di Institut Kesenian Jakarta. Walau telah mempelajari perjalanan Usmar saat kuliah, Mira baru merasakan bagaimana Usmar menginspirasi dirinya saat dia mulai terjun langsung ke dunia film profesional.

“Usmar memang dikenal sebagai sutradara maupun penulis, tetapi dia juga pendiri sebuah perusahaan film yang bernama Perfini. Jadi, beliau sudah punya pemikiran bahwa harus ada perusahaan independen yang memproduksi film. Otomatis ini juga membuatnya menjadi produser. Kalau saya kilas balik ke masa dulu waktu saya pertama kali berani membuka perusahaan, tanpa saya sadari ternyata saya terinspirasi dari Usmar,” ujar Mira.

“Dari apa yang saya pelajari, Usmar punya visi besar. Menurut saya, Usmar sangat passionate tentang bagaimana dia membentuk latar belakang mengapa Perfini harus berdiri. Saya lebih melihat sosok Usmar sebagai Bapak Perfilman dan konteksnya bagaimana dia membangun perusahaannya,” lanjut Mira.

***

Walau penuh lika-liku dan kerja keras, usaha Usmar Ismail dalam membangun perfilman Indonesia akhirnya terus meninggalkan jejaknya hingga saat ini. Kalian tentunya bisa terus mengenang jasanya beliau dengan terus mendukung kemajuan industri perfilman Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan menonton film Indonesia secara legal, ya!

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.