Kemunculan Joker di layar lebar memang mengundang kontroversi. Bukan karena Joker merupakan musuh terbesar Batman, melainkan karena berbagai isu yang diangkat di dalamnya. Banyak kritikus yang menuding Joker memuliakan kejahatan sebagai sesuatu yang wajar dilakukan.
Ada juga yang bilang Joker enggak baik buat ditonton orang yang cenderung memiliki permasalahan mental karena takutnya bisa menginspirasi seseorang melakukan kejahatan.
Bagi KINCIR, Joker istimewa karena enggak mengikuti arus. Dalam film ini, kalian diajak menikmati perjalanan Arthur menuju kegilaan menjadi Joker. Akan tetapi, selain semua hal tentang kesehatan mental, KINCIR juga menemukan isu sosial lainnya yang bikin Joker semakin istimewa.
Apa aja isu sosial tersebut? Yuk, simak.
1. Perundungan Bagi yang “Berbeda”
Di awal film, Arthur bilang bahwa dunia di luar sana semakin gila. Wajar aja, dia baru aja dirundung sama segerombol remaja yang merasa keren mengeroyok badut. Ditambah lagi, Arthur mengalami perundungan lainnya saat bosnya meminta dia mengembalikan papan yang hilang atau dia dipecat.
Perundungan memang bukan isu baru. Dalam 13 Reasons Why, misalnya, seorang cewek bunuh diri karena merasa dirundung dan juga dilecehkan. Perundungan bisa terjadi karena ingin menunjukkan pembuktian, kurang perhatian, sampai budaya buruk dalam dunia pendidikan.
Sementara di Joker, perundungan yang dilakukan para remaja di awal film agaknya merupakan wujud pembuktian, supaya terlihat keren. Arthur yang lemah jadi bahan bulan-bulanan.
Saat ketemu bosnya, Arthur juga jadi pihak yang lemah dan enggak bisa apa-apa di hadapan yang punya kuasa. Yap, inilah isu pertama yang diangkat dalam Joker. Isu sosial yang nyata adanya, tapi sering kali diabaikan.
2. Supremasi Kulit Putih
Bisa dibilang, supremasi kulit putih adalah isu terselubung yang coba ditampilkan dalam Joker. Selain orang-orang kaya yang digambarkan sebagai orang kulit putih, hampir enggak kelihatan bahwa isu ini memang ada di Gotham City.
Akan tetapi, saat Arthur mulai terbuka sama orang-orang kulit hitam di sekitarnya, kalian bisa lihat bahwa Arthur berada di tengah sistem yang menjunjung tinggi orang-orang kulit putih.
Para pekerja Wall Street yang diserang Arthur di kereta adalah orang-orang kulit putih. Thomas Wayne sebagai pihak yang saat itu paling berkuasa di Gotham City (karena merupakan pengusaha kaya raya dan menjadi kandidat wali kota terkuat) adalah orang kulit putih.
Akan tetapi, orang-orang kulit hitam di Gotham City digambarkan sebagai orang yang terbuang. Para remaja kulit cokelat adalah perundung. Arthur terpinggirkan karena dia aneh, berbeda, dan “gila”.
Dengan kata lain, sesuai sama definisi white supremacy, dalam Joker pun kulit putih memiliki dominasi terhadap orang-orang dari latar belakang lain ketika mereka hidup berdampingan.
Kalau kalian jeli, sebetulnya Arthur pun merasakan keuntungan dari supremasi kulit putih ini. Buktinya, dia diundang ke acara besar, orang-orang tetap mendengarkan dia meski dianggap “gila”. Dia bahkan sampai memulai pergerakan. Bisa dibilang, itu adalah privilege yang dia dapatkan karena berkulit putih.
3. Pelecehan Seksual
Saat Arthur menaiki kereta bawah tanah, dia melihat ada tiga orang laki-laki masuk ke gerbong yang sama. Mereka cuma melihat sekilas ke arah Arthur yang masih berwajah badut sebelum kemudian tertarik kepada seorang cewek di depan mereka.
Saat mulai mendekat ke cewek itu, tindakan mereka enggak berlanjut karena penyakit Arthur kumat. Dia tiba-tiba tertawa lepas, tapi yang dilakukan sama ketiga cowok itu sudah termasuk dalam pelecehan seksual.
PBB, sih, bilang bahwa pelecehan seksual adalah segala bentuk perilaku seksual, baik verbal, nonverbal, maupun fisik yang enggak diinginkan untuk melanggar martabat seseorang.
Nah, dalam Joker, meski enggak sampai terjadi kontak fisik, tetap aja terlihat bahwa para cewek di Gotham City enggak berdaya kalau udah berurusan sama cowok, apalagi yang keroyokan.
Cewek di kereta itu udah ngasih kode ke Arthur buat minta diselamatkan dari situasi yang mengintimidasi. Arthur juga sebetulnya diam aja melihat itu, kalau aja penyakit tertawanya enggak tiba-tiba kumat. Seakan hal itu juga udah biasa terjadi dan enggak ada yang mau melakukan sesuatu buat mencegahnya.
Masalah pelecehan seksual ini juga dialami sama Penny Fleck, ibu angkat Arthur yang ternyata punya pasangan yang kasar. Jadi, Joker bisa dibilang juga cukup waspada sama isu ini, meski enggak jadi sorotan jelas.
4. Hate Crime
Di Gotham City, kesenjangan sosial juga jadi masalah. Nah, dalam Joker, si miskin yang jumlahnya ribuan orang ini meledak ketika mengetahui bahwa ada tiga pegawai Wall Street yang dibunuh di dalam kereta bawah tanah. Seorang lagi ditemukan di stasiun.
Bukannya merasa iba, si miskin malah merasa itu tindakan heroik karena kesenjangan sosial yang malah bikin Arthur semakin jauh dari rasa bersalah. Nah, puncaknya, saat Arthur mengumumkan pembunuhan yang dilakukannya di sebuah acara televisi, sekaligus juga membunuh orang di sana, si miskin merasa terwakili.
Kemarahan dan kebencian terhadap si kaya memuncak, bikin si miskin merasa enggak masalah buat menyerang, bahkan membunuh si kaya.
Nah, rangkaian kejadian itu disebut hate crime alias tindakan kriminal berlandaskan kebencian. Biasanya, hate crime ini terjadi buat suatu golongan ras, agama, atau suku tertentu.
FBI mendefinisikan hate crime sebagai kejahatan berlatar kebencian yang berupa pembunuhan, pembakaran, atau vandalisme yang dimotivasi oleh bias pelaku terhadap suatu ras, agama, disabilitas, orientasi seksual, etnis, jenis kelamin, atau identitas gender.
Di Amerika Serikat, isu hate crime ini cukup jadi masalah dan jumlahnya meningkat terus dalam 5 tahun terakhir. Kemunculan isu ini di Joker barangkali juga mau menggambarkan bahwa hate crime ini bisa jadi masalah serius, tergantung pemicunya.
***
Buat kalian yang bilang Joker ini cuma film yang mengglorifikasi kekerasan, kejahatan, dan penyakit kejiwaan, kalian mungkin perlu kacamata yang beda buat melihat film ini dari sudut pandang lain. Setuju? Boleh, nih, bagikan pendapat di kolom komentar.