*(SPOILER ALERT) Artikel ini mengandung sedikit bocoran yang semoga saja enggak mengganggu buat kalian, ya.
Tampil pede dengan dibanjiri respons positif, film Gundala enggak hanya bikin kalian terpukau dengan aksi Abimana Aryasatya sebagai Sancaka atau Bront Palarae sebagai Pengkor. Melainkan juga dibikin sadar soal realita di negeri ini.
Ya, Joko Anwar enggak secara langsung mention Indonesia dalam filmnya. Namun, dialog dan realita yang ditampilkan dekat dengan apa yang kita rasakan di negeri ini.
Apa aja, sih? Berikut, lima kritik sosial ngena dalam film Gundala.
1. Beri Sumbangan ke Pengamen
Di Indonesia tepatnya di DKI Jakarta, kita tahu jika saat ini udah ada Perda tentang pelarangan memberi uang untuk pengemis dan anak jalanan yang meminta-minta. Jika kita melanggar Pasal 40 Perda DKI Jakarta 8/2007, kita bisa kena sanksi pidana maksimal 1 bulan dan denda maksimal Rp20 juta.
Terlihat jelas dalam adegan ketika Dirga Utama memberi mereka uang kepada pengamen di pelintasan rel kereta api. Kemudian istrinya berujar “Kok, dikasih pah, 'kan undang-undangnya enggak boleh!” Ya, tindakan tersebut hanya bisa dilihat di film Joko Anwar ini.
2. Korupsi yang Lumrah
Persoalan korupsi memang enggak bisa dimungkiri di Indonesia. Nyaris tiap hari ada saja berita yang menyangkutkan salah satu pejabat dengan kasus korupsi.
Dalam film pertama BCU ini ditampilkan ketika para wakil rakyat melakukan rapat soal beras beracun. Ada salah satu anggota DPR yang bilang bahwa korupsi sudah lumrah di Indonesia dan mengaitkan pada ancaman generasi amoral yang berpotensi melakukan korupsi.
3. Praktik Suap
Di Indonesia, praktik suap masih sering kita lihat dan bisa dibilang suliti diberantas. Biasanya, suap dilakukan untuk memrioritaskan kepentingan perorangan.
Ketika serum antiamoral dibagikan, beberapa keluarga pejabat sengaja menyuap petugas medis untuk memotong antrian dan diprioritaskan terlebih dahulu. Meski begitu akhirnya mereka menyesali karena sebetulnya serum tersebut lah yang mengandung bahan berbahaya.
4. Main Hakim Sendiri
Di Indonesia udah jadi kebiasaan ketika maling tertangkap basah, akan digebuki massal, bahkan sampai dibakar hidup-hidup. Hal itu dicitrakan oleh Joko Anwar ketika Pak Agung menyelamatkan seorang pencuri yang hampir digebuki massa.
Bahkan, Pak Agung memberi solusi untuk membawa pencuri ke kantor polisi jika ingin selamat. Saat itu, Pak Agung bilang ke Sancaka “kalau sampai dia ditangkap, bisa dibakar hidup-hidup”. Ya, memang realistis dengan kondisi di negeri ini.
5. Museum yang Sepi
Suka enggak suka, kita mesti akui bahwa museum di Indonesia tingkat kunjungannya enggak menggembirakan. Museum-museum di Indonesia memang sepi pengunjung.
Bisa jadi, karena saat ini lebih banyak orang yang memilih tempat lain untuk menghabiskan waktu. Hal ini disinggung dialog Ghazul yang bilang bahwa museum di hari biasa aja sepi, apa lagi di momen bergejolak saat ini. Jleb!
***
Kritik sosial di atas bisa jadi bahan renungan. Nah, kalian yang udah nonton filmnya, apa, sih, adegan di film Gundala yang paling membekas?