Bukannya di Doctor Strange, “Multiverse of Madness” malah ditampilkan di Everything Everywhere All at Once!
Everything Everywhere All at Once (2022) baru tayang di bioskop Indonesia pada 24 Juni 2022. Padahal, film tersebut sebenarnya sudah tayang di Amerika Serikat sejak Maret 2022. Di sisi lain, Marvel Studios merilis Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022) pada 5 Mei 2022. Jadi selama enam bulan awal 2022, ada dua film tentang multiverse yang meramaikan bioskop.
Doctor Strange in the Multiverse of Madness memang lebih unggul secara popularitas. Namun, film tersebut enggak berhasil menampilkan kegilaan multiverse seperti judulnya. Siapa sangka, konsep “multiverse of madness” malah berhasil ditampilkan oleh film rilisan studio A24, yaitu Everything Everywhere All At Once. Konsep multiverse Doctor Strange 2 sama sekali enggak ada apa-apanya!
Apa saja yang bikin Everything Everywhere All at Once lebih madness daripada Doctor Strange in the Multiverse of Madness?
Hal yang bikin Everything Everywhere All at Once benar-benar madness
1. Tampilkan lebih banyak versi Evelyn dari berbagai semesta
Judulnya sih Multiverse of Madness, tetapi Doctor Strange 2 hanya menampilkan empat versi Strange, yaitu Strange utama (Earth-616), Defender Strange, Strange Earth-838, dan Sinister Strange. Selain itu, Strange Earth-616 juga cuma mengunjungi dua semesta di sepanjang film, yaitu Earth-838 dan semesta yang mengalami inkursi. Dengan jumlah segitu, rasanya kurang tepat bila multiverse di Doctor Strange 2 disebut madness.
Di sisi lain, Everything Everywhere All at Once memang tidak memperlihatkan perpindahan Evelyn ke semesta lain secara fisik. Namun, film ini memperkenalkan teknologi Verse-jumping yang mana Evelyn bisa mengakses memori dan kekuatan versi lain dirinya yang berada di semesta lain. Evelyn memang secara fisik tidak berpindah semesta, tetapi dia bisa memindahkan kesadarannya ke tubuh Evelyn versi lain.
Konsep ini akhirnya memudahkan Evelyn untuk berpindah-pindah ke berbagai semesta tanpa harus membawa tubuhnya ke semesta lain. Itulah sebabnya, kita bisa melihat sekitar puluhan Evelyn dari berbagai semesta dalam satu film. Bahkan, ada satu adegan yang khusus memperlihatkan puluhan Evelyn sekaligus secara cepat.
2. Cara Verse-jumping yang super absurd
Awalnya, banyak yang mengira bahwa Doctor Strange bakal punya kemampuan mengakses multiverse dengan menggunakan sihirnya. Kenyataannya di Doctor Strange in the Multiverse of Madness, Strange enggak bisa berpindah ke semesta lain tanpa kekuatannya America Chavez. Ketika America belum bisa mengendalikan kekuatannya, Strange sama sekali enggak berdaya di semesta lain.
Seperti yang telah disebutkan pada poin sebelumnya, Everything Everywhere All at Once memperkenalkan teknologi Verse-jumping yang membuat penggunanya bisa mengakses memori dan kekuatan versi lain dirinya di semesta lain. Namun untuk mengaktifkan Verse-jumping, orang yang menggunakannya harus menggunakan syarat yang sangat absurd.
Syarat tiap orang pun bermacam-macam. Ada yang harus melukai tangannya dengan kertas, menggunakan sepatu secara terbalik, menyatakan cinta kepada orang lain, dan yang paling absurd adalah ada karakter yang harus memasukkan benda ke dalam bokongnya untuk mengaktifkan Verse-jumping! Enggak heran betapa kacaunya keadaan ketika banyak karakter mengaktifkan Verse-jumping sekaligus.
3. Villain yang punya kemampuan melintasi multiverse
Sudah dikenal sebagai superhero, siapa sangka Wanda Maximoff atau Scarlet Witch dibuat sebagai villain utama Doctor Strange in the Multiverse of Madness. Di film ini, Wanda benar-benar memperlihatkan kekuatannya yang begitu mengerikan. Namun, dia tetap enggak punya kekuatan untuk melintasi multiverse sehingga begitu terobsesi untuk mengambil kekuatannya America Chavez.
Seperti Doctor Strange in the Multiverse of Madness, Everything Everywhere All at Once juga menampilkan cewek sebagai villain, yaitu Jobu Tupaki. Evelyn diceritakan memiliki anak perempuan bernama Joy Wang. Nah, Jobu Tupaki merupakan Joy versi semesta lain bernama Alphaverse.
Jobu Tupaki bisa mendapatkan kekuatannya karena Evelyn versi Alphaverse memaksanya untuk bisa menguasai Verse-jumping. Enggak hanya memungkinkannya berpindah-pindah semesta dengan mudah, Jobu Tupaki juga punya kemampuan untuk memanipulasi materi. Villain dengan kemampuan multiverse tentunya lebih cocok untuk film bertema multiverse.
4. Anarki berbagai genre dalam satu film
Doctor Strange in the Multiverse of Madness bisa dibilang menjadi terobosan bagi Marvel Cinematic Universe (MCU). Soalnya, film ini menghadirkan elemen horor yang belum pernah digunakan di film MCU sebelumnya. Elemen horornya terbukti berhasil karena beberapa momen di Doctor Strange 2 membuat penonton terkejut hingga loncat dari tempat duduk.
Berhubung mengangkat konsep multiverse, kamu mungkin berpikir bahwa Everything Everywhere All at Once merupakan film tentang fiksi ilmiah. Kenyataannya, sutradara Daniel Kwan dan Daniel Scheinert menggabungkan berbagai genre sekaligus di film ini.
Everything Everywhere All at Once bagaikan anarki berbagai genre dalam satu film. Kamu bisa menemukan elemen fiksi ilmiah, black comedy, fantasi, martial art, bahkan animasi. Selain menampilkan kegilaan multiverse, film ini juga menghadirkan konsep tentang arti kehidupan, nihilisme, kebersamaan keluarga, hingga perjuangan imigran dalam ceritanya.
5. Digarap dengan bujet kecil dan efek visualnya dikerjakan oleh lima orang!
Seperti yang kita tahu, MCU berada di bawah naungan Marvel Studios dan Disney. Enggak heran bahwa sebagian besar film MCU dibuat dengan bujet besar, termasuk Doctor Strange in the Multiverse of Madness. Film garapan Sam Raimi tersebut digarap dengan bujet 200 juta dolar (sekitar Rp2,9 triliun).
Jika dibandingkan Doctor Strange in the Multiverse of Madness, bujet pembuatan Everything Everywhere All at Once jauh lebih kecil. Film garapan Daniel Kwan dan Daniel Scheinert ini digarap hanya dengan bujet 25 juta dolar (sekitar Rp374 miliar). Walau kecil untuk ukuran film Hollywood, angka tersebut terbilang cukup besar di antara film produksi studio A24 lainnya.
Dengan bujet sekecil itu, sutradara Daniels dan krunya mampu membuat film dengan kualitas visual yang enggak kalah dengan film bujet besar. Yang lebih mengejutkan lagi, proses pengerjaan efek visual Everything Everywhere All at Once ternyata hanya dikerjakan oleh lima orang! Yap, lima orang tersebut mengerjakan 500 efek visual yang ada di film ini!
***
Itulah deretan hal yang bikin Everything Everywhere All at Once terlihat lebih madness daripada Doctor Strange in the Multiverse of Madness. Apakah kamu sudah menonton dan suka dengan konsep ceritanya? Atau, malah dibuat pusing selama menonton filmnya?