– Di bawah ini merupakan persamaan film 365 Days dan Fifty Shades of Grey.
– Keduanya sama-sama jadi film semi Hollywood “unggulan” di ajang Razzie Awards.
Belum lama ini, 365 dni atau 365 Days (2020) mendominasi berbagai nominasi di Razzie Awards 2021. Kondisi ini sebetulnya enggak bisa dibilang membanggakan karena Razzie Awards merupakan penghargaan olokan buat film-film dengan performa yang buruk.
365 Days adalah film semi besutan Polandia yang bercerita tentang penculikan seorang wanita bernama Laura oleh mafia Italia kaya, Don Massimo. Wanita itu diberikan waktu 365 hari atau satu tahun untuk jatuh cinta dengannya.
Selama satu tahun itu, bukan cuma cinta yang dirasakan oleh keduanya, tetapi juga hubungan seksual yang sangat intens dan juga sangat panas. Bahkan, ada juga hubungan sadomasokis, lho. Hmm, mengingatkan kita pada sebuah film yang sempat viral bertajuk Fifty Shades of Grey (2014).
Sementara Fifty Shades of Grey merupakan film semi Hollywood yang dibintangi oleh Dakota Johnson dan Jamie Dornan ini menceritakan Anastasia Steele, seorang mahasiswa biasa yang berkesempatan mewawancarai Christian Grey, seorang pengusaha sukses yang ternyata menyukai sadomasokisme. Nah, selain memiliki vibe cerita yang hampir sama dengan 365 Days, film ini juga primadona dalam Razzie Award alias dianggap jelek banget.
Entah nasib atau memang dari awal udah menjadikan Fifty Shades of Grey sebagai panutan, sebetulnya, ada banyak persamaan antara keduanya. Nah, apa saja, ya, kesamaannya?
Simak beberapa hal yang bikin kamu yakin kalau kedua film semi ini, 365 Days adalah reinkarnasi dari Fifty Shades of Grey.
Cowok Maskulin, Cewek yang Feminin
Seolah memang pengin memasang standar serendah mungkin, kedua tokoh utama dalam dua film semi ini adalah cowok yang maskulin dan cewek yang feminin. Masih belum cukup?
Para cowok digambarkan berotot, dingin, dan tampan. Para cewek pun digambarkan memiliki tubuh langsing, kulit cerah, dan cantik.
Karakter bak Mary Sue dan Gary Stu ini memang dangkal banget, bahkan seolah enggak mengikuti tren sinema zaman sekarang yang semakin terbuka sama perbedaan. Nah, kedua film ini memang kayaknya dibuat hanya untuk memuaskan fantasi seksual kebanyakan orang, sehingga karakter cowok dan ceweknya pun sangat basic dan enggak nyata seperti itu.
Cewek yang Enggak Berdaya
Baik 360 Days dan Fifty Shades of Grey sama-sama memberikan kesan bahwa cewek itu udah sepantasnya enggak berdaya di hadapan cowok! Diculik? Dirayu? Diiming-imingi kekayaan, bahkan sampai ‘disiksa’ secara seksual? Semuanya ayo aja selama si cowok tampan, berkedudukan, dan juga punya banyak uang!
Hal ini janggal, mengingat latar belakang Laura dan Anastasia yang berpendidikan. Heran aja sih, ada oknum-oknum cewek berpendidikan, memiliki pemikiran modern, dan juga memiliki pergaulan bagus, tetapi masih bisa terpedaya cowok basic!
Itulah alasan kenapa kedua film erotis ini memang enggak cocok ditonton oleh segala umur, karena, remaja labil bakalan terbius sama pesan subliminal yang diberikan oleh keduanya. Serta, menganggap kalau cewek itu memang seharusnya disiksa dan menurut sama cowok –sejauh si cowok kaya dan mapan–. Kalau kamu udah cukup umur dan masih terobsesi sama ide ini, jauh-jauhin, deh, kedua film semi primadona Razzie Awards ini!
Arsitektur Interior Rumah yang Mewah
Masih belum puas sama kesempurnaan fisik cowok dan cewek, dua film ini seolah mau menyampaikan pesan bahwa seks yang sempurna adalah adegan seks di tempat mewah! Lihat, deh, latar rumah Christian dan Massimo. Keduanya mendiami rumah-rumah ultra-minimalis dengan material premium dan desain yang eksklusif.
Lihat, deh, kamar Massimo dan lemari tempat Grey menyimpan koleksinya. Semua didominasi oleh warna hitam. Hitam sendiri, menurut psikologi warna, menggambarkan kekuatan, kemewahan, misteri, dan formalitas. Jadi, warna yang mendominasi ruang pribadi dua cowok perlente ini memang sengaja dipilih buat mendukung sifat alfa mereka.
Wajar, sih, mengingat keduanya memang diceritakan sebagai orang super kaya, tetapi haruskah wanita mau diapain aja selama vibe-nya mewah? Hmm, bisa dibilang latar tempat ini menunjang pemikiran bahwa jiwa cewek bisa dibeli!
Sahabat Cewek yang Lebih Cerdas, tetapi Enggak Penting
Apa, sih, kegunaan sahabat? Selain dapat menjadi pelengkap, sahabat seharusnya dapat meluruskan jalan kita yang bengkok ke sana ke mari. Namun, hal itu enggak terjadi pada 365 Days dan Fifty Shades of Grey.
Kate Kavanagh, sahabat Anastasia Steele, awalnya adalah mahasiswa yang didapuk buat mewawancarai Christian Grey. Namun, karena dia terkena flu, akhirnya Anastasia lah yang menggantikan. Setelah mengetahui kecenderungan BDSM Christian, Kate pun membenci Christian. Namun, demi Anastasia, mereka berpura-pura damai.
Sementara itu, Laura dalam 365 Days memiliki sahabat bernama Olga. Dibandingkan sama Laura, Olga ini lebih realistis dan lebih berani speak-up. Namun, apakah mereka mengkritik habis-habisan kelakuan sahabat mereka yang di luar nalar? Tentunya enggak, atau pun kalau iya, sekadarnya saja.
Cewek-cewek dengan Rambut Gelap
Selain sama-sama menarik secara fisik, ada satu hal nih yang sama dari Laura dan Anastasia: rambut yang gelap.
Rambut coklat gelap ini seolah menjadi penguat karakter yang tertutup, pemalu, dan juga enggak ekspresif. Sebetulnya, penggunaan rambut apa saja memang enggak masalah, tetapi bahkan dari warna rambut pun, kelihatan banget kalau 365 Days seolah pengin mengekor kesuksesan Fifty Shades of Grey.
Namun, harus diakui kalau karakter Laura sebetulnya (bisa) lebih asyik daripada karakter Anastasia. Udah bagus banget pemilihan profesi Laura sebagai seorang eksekutif muda, dibandingkan Anastasia yang cuma mahasiswi lugu, tetapi bisa menarik hati pengusaha setingkat Christian Grey.
Selain itu, di bagian akhir, rambut Laura yang dicat pirang seolah menjadi pertanda bahwa pilihannya buat bersama Massimo adalah pilihan yang membebaskan dia. Sayang banget, nih, dalam eksekusinya, Laura sama sekali enggak memperlihatkan perilaku seperti eksekutif muda.
***
Melihat kesamaan-kesamaan di atas, 365 Days berpeluang banget nih buat menjadi “Worst Picture” di Razzie Awards, alias film terburuk yang pernah dirilis pada 2020! Tentu saja ini bukan prestasi bagus, tetapi setidaknya menunjukkan kalau usaha 365 Days buat menarik atensi penonton terbayar.
Kalau menurut kalian, mana, nih, di antara dua film semi ini yang merupakan “Film Terburuk” terbaik?