Usmar Ismail adalah nama yang begitu penting bagi perkembangan film Indonesia. Sutradara, produser, sekaligus penulis ini adalah orang pertama yang membuat film karya anak negeri. Ambisinya membuat film dalam negeri sudah terpatri sejak lama. Hingga akhirnya dia bisa membuat film garapannya sendiri.
Usmar Ismail memang punya perjalanan hidup yang menarik untuk disimak, KINCIR coba merangkum beragam fakta tentang Usmar Ismail, sosok yang dikenal sebagai bapak film nasional.
Siapa bapak perfilman nasional?
Usmar Ismail, miliki bakat seni sejak dini
Pada waktu SMP, Usmar nyaris tampil di hadapan Ratu Wilhelmina, Ratu Belanda yang kala itu sedang menggelar pesta ulang tahunnya di Padang. Usmar dan kawan-kawannya sudah menyiapkan sebuah pertunjukan di hadapan sang ratu. Namun karena sebuah kendala, Usmar dan kawan-kawannya batal tampil di hadapan Ratu Wilhelmina. Meski demikian, semangat Usmar yang hendak menampilkan pertunjukan di depan Ratu Wilhelmina menjadi pertanda bahwa dirinya punya jiwa seni yang mumpuni.
Hal itu makin terasah ketika ia bersekolah di Jogja. Dirinya mulai memproduksi karya-karya sastra, mengirimkan tulisannya ke majalah-majalah supaya bisa dimuat dan dibaca banyak orang. Lulus dari SMA beragam pekerjaan dilakoni Usmar.
Beragam profesi dilakoni
Pada masa pendudukan Jepang, Usmar Ismail pernah bekerja di kantor pusat kebudayaan Jepang. Dari sana bakat sastranya semakin terasah. Hingga akhirnya bersama kawan-kawannya Usmar mendirikan perkumpulan sandiwara Maya. Perkumpulan itu mementaskan beragam sandiwara yang skenarionya dibuat sendiri oleh Usmar.
Setelah Indonesia merdeka, Usmar memilih menjadi tentara, hanya saja meski menjadi bagian dari TNI, Usmar masih fokus dalam bidang penulisan. Ia bahkan memimpin majalah Patriot dan Arena yang saat itu terkenal. Sebagai seorang Tentara, Usmar Ismail sempat memiliki pangkat mayor karena dedikasinya terhadap dunia militer Indonesia.
Saat Belanda kembali ke Indonesia, Usmar ditangkap karena pekerjaan jurnaslitiknya. Ia dianggap sebagai mata-mata ketika meliput perjanjian Belanda dan Indonesia di Jakarta. Hal tersebut karena Usmar masih menyandang pangkat mayor.
Menekuni film pertama
Usmar enggak sekedar di penjara, ia juga di minta untuk membantu membuat beberapa film produksi Belanda. Kala itu, Usmar terlibat dalam film Harta Karun dan Tjitra. Usmar enggak puas dengan karyanya di bawah naungan Belanda. Baru ketika Belanda benar-benar pergi, ia mencoba merangkum dan membuat film karyanya sendiri.
Pada 30 Maret 1950, syuting hari pertama film Long March (Darah dan Doa) dimulai. Usmar Ismail mengajak kawan-kawannya dari sandiwara Maya untuk membantu produksi syuting. Filmnya pun rampung dibuat dan Usmar jauh merasa lebih puas dengan film garapannya ini. Sebelumnya ia membentuk lembaga Perfilman Indonesia atau yang biasa disebut PERFINI. Lembaga ini yang menangui film Usmar Ismail.
Tahun 1952 ia mendapat beasiswa untuk memperdalam ilmu tentang dunia perfilman di University of California. Karier Usmar dalam dunia perfilman makin membaik dan sosoknya makin produktif mencipta beberapa film lainnya.
Ketika PERFINI nyaris bangkrut
Dalam membuat banyak film, Usmar Ismail mempertahankan ideologinya dengan menyelipkan cerita-cerita yang kritis. Hal ini enggak membuat banyak penonton dari kalangan elit suka, imbasnya PERFINI mengalami kebangkrutan pada tahun 1957. Usmar Ismail mesti membuat film yang lebih ringan dan masuk untuk banyak pasar. Pada akhirnya Usmar melakukan itu.
Ia membuat film Tiga Dara, Delapan Penjuru Angin dan Asmara Dara yang tayang tahun 1956 hingga 1958. Setelah film ini tayang kondisi PERFINI kembali membaik.
Bersahabat dengan Djamaluddin Malik
Usmar Ismail bukanlah satu-satunya orang yang berjasa dalam perfilman Indonesia. Ia memiliki sahabat dekat bernama Djamaluddin Malik yang punya visi sama dengannya memajukan film nasional. Bersama Djamaluddin Malik keduanya kerap disapa dwi tunggal saking enggak bisanya dilepaskan. Djamaluddin aktif sebagai produser dari film-film yang dibuat Usmar.
Keduanya bergantian menjadi ketua PPFI dan Badan Musyawarah Perfilman Nasional (BMPN)Salah satu hal yang membuat Usmar dan Djamaluddin saling memiliki kecocokan adalah cita-cita yang sama untuk membuat perfilman Indonesia jadi raja di tanah sendiri.
Miliki beragam penghargaan internasional
Usmar Ismail bukan hanya sekedar membuat film, ia juga mengenalkan Indonesia ke dunia luar lewat karya-karya filmnya. Beberapa film garapannya mendapat berbagai penghargaan baik lokal maupun internasional. Sebut saja film Tamu Agung yang menapatkan penghargaan di Festival Film Asia atau film Pedjoang yang mendapatkan piala di Festival Film Internasional Moscow.
Enggak hanya sebagai bapak perfilman tanah air, sosok Usmar Ismail juga melecutkan semangat kreativitas banyak sutradara lain untuk produktif membuat film.
Wafatnya Usmar Ismail
Usmar Ismail meninggal pada usia 49 pada tahun 1971 setelah mengalami pendarahan otak. Saat meninggal Usmar masih menjadi direktur PERFINI yang tahun sebelumnya telah bekerjasama dengan rumah produksi Italia dalam membuat film.
Sayang, Usmar dan PERFINI merasa ditipu lantaran film Adventures in Bali buatannya enggak diakui oleh rumah produksi asal Italia. Nama Usmar bahkan dihapus dari film dan filmnya pun kurang berhasil di Eropa.
Usmar Ismail memang sosok yang begitu penting bagi perfilman Indonesia. Sosoknya dikenal sebagai bapak perfilman bahkan waktu syuting film pertamanya dicetuskan sebagai hari film nasional. Bagi kamu sendiri bagaimana kamu memaknai hari film nasional?