Riot Games, pembuat video game di balik League of Legends dan Valorant, setuju untuk membayar USD 100 juta (Rp1,4 triliun) untuk menyelesaikan tuntutan diskriminasi gender dengan lebih dari 2000 karyawan dan mantan karyawan perempuannya.
Gugatan yang diajukan tahun 2018 ini pada awalnya direncanakan dengan penyelesaian USD 10 juta (Rp142 juta). Namun, pada awal tahun 2020, para perempuan yang menggugat Riot Games mengganti pengacara utama dengan Genie Harrison. Ia menjelaskan bahwa jumlah tersebut tidak cukup.
Dua agen tenaga kerja California juga mengambil langkah yang tidak biasa untuk menolak penyelesaian tersebut. Alasannya karena para perempuan yang jadi korban dinilai berhak bahkan lebih dari USD 400 juta (Rp5,7 triliun). Ini mencakup klaim pelecehan seksual, diskriminasi, upah yang tidak setara, dan pembalasan terhadap perempuan.
Harrison dalam sebuah wawancara menjelaskan kebanggaannya dalam penyelesaian yang menurutnya adil ini. Hal ini akan menjadi ultimatum bagi semua industri di California, termasuk industri game untuk memberikan upah setara dan tempat kerja yang terbebas dari diskriminasi dan pelecehan.
Berdasarkan ketentuan perjanjian, USD 80 juta dengan tambahan USD 20 juta untuk biaya pengacara dan lainnya akan dibagi lebih dari 1000 karyawan penuh waktu dan 1300 kontraktor sejak November 2014. Riot juga setuju untuk mendanai program keragaman dan inklusi. Mereka juga menyetujui analisis kesetaraan gender pihak ketiga selama tiga tahun lewat gaji karyawan dan penugasan kerja, serta audit investigasi tempat kerja.
“Kami percaya ini adalah hal yang benar untuk dilakukan, baik untuk perusahaan maupun mereka yang mendapat pengalaman bekerja di bawah standar dan nilai kami,” kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir The New York Times. Riot juga menambahkan bahwa mereka telah meningkatkan budaya perusahaannya selama tiga tahun terakhir.
Riot, yang dimiliki oleh raksasa internet China Tencent, adalah salah satu penerbit game paling terkemuka di dunia. Dari riset SuperData, divisi riset game di Nielsen, game League of Legends andalannya menghasilkan pendapatan hampir USD 2 miliar (Rp28,5 triliun) pada 2020.
Tak hanya itu, tahun ini, kepala eksekutif Riot Games, Nicolo Laurent, digugat atas klaim pelecehan seksual terhadap mantan asisten eksekutifnya. Kasus itu masih dalam proses. Sebuah komite yang dibentuk oleh dewan direksi perusahaan kemudian mengatakan tidak menemukan bukti jelas.
“Saya berharap kasus ini menjadi contoh bagi studio lain dan inspirasi bagi perempuan di industri pada umumnya. Perempuan dalam game tidak harus menderita ketidakadilan dan pelecehan dalam diam,” kata salah satu penggugat, Jes Negron, dalam sebuah pernyataan melalui pengacaranya.