Masih hangat dalam ingatan para penggemar esports tanah air ketika Kairi masuk ke ONIC Esports. Ia menjadi pemain asal Filipina pertama yang bertanding di MPL Season 10. Setelah ONIC Esports mendatangkan Kairi ke tanah air, berita perekrutan pemain Filipina lainnya santer terdengar. Salah satunya ketika Markyyyyy kedapatan melakukan photo session dengan Bigetron Alpha.
Pemain asal ONIC PH ini menggeser Matt, sang kapten yang menempati posisi gold laner; posisi andalan Markyyyyy. Tak mau kalah, Geek Fam yang menempati posisi terbawah dalam turnamen MPL musim lalu menempatkan dua pemain Filipina dalam garda terdepan mereka. Baloyskie dan Hades ikut membela Geek Fam mengarungi MPL Season 10.
Dua nama ini memang sudah kawakan dalam skena kompetitif Mobile Legends di Asia Tenggara. Baloyskie merupakan pemain dari tim ONIC PH yang memiliki segudang pengalaman dari juara MPL, hingga final M3 musim lalu. Sedangkan Hades merupakan pemain kebanggaan dari tim ECHO, andalan Filipina.
Belakangan yang bikin heboh adalah Dlarr. Mantan rekan Kairi dari tim ONIC PH itu begitu ditunggu untuk menguatkan EVOS Legends di MPL season 10. Namun, publik justru dikejutkan ketika mendengar kabar kalau Kairi hanya akan memperkuat EVOS Icons di MDL.
Berbondong-bondong pemain Filipina datang ke Indonesia dalam pagelaran MPL Season 10. Pertanyaannya, mengapa harus mengandalkan pemain asing untuk bertanding di kandang sendiri melawan tim dari negara sendiri?
Special Report KINCIR kali ini akan membahas seputar pengaruh pemain Filipina dalam skena esports Indonesia. KINCIR ingin mencari jawaban dari sebuah pertanyaan besar, mengapa para pemain dari lumbung padi Asia tersebut mau hijrah ke tim tanah air?
Filipina, markasnya atlet esports profesional
Perekrutan pemain asing sebenarnya bukanlah hal baru. Beberapa contohnya adalah Bjorn yang berasal dari Singapura, serta ONIC Esports pernah punya SaSa dari Malaysia.
Dalam sesi round table bersama tim editorial KINCIR, EVOS Reno, EVOS Manay, dan Bang Fayad berbincang hangat soal gelombang pemain Filipina di Indonesia bahkan dunia.
“Sebenarnya wajar-wajar aja ketika ada pemain dari Filipina main di tim Indonesia. Memang kita yang harus menyesuaikan diri sama fenomena tersebut,” ungkap Mohammad Refie Fakhreno, Head of Esports EVOS Esports.
Melansir situs YCP Solidiance, Secara jumlah, ada 43 juta gamers di FIlipina pada 2021. Sementara itu, jumlah gamers di Indonesia menurut data IESPA adalah 60 juta. Rasanya sumber daya atlet Indonesia bisa dikatakan lebih melimpah dibanding Filipina. Ironisnya, pemain Filipina yang justru jadi sorotan di tanah air, bahkan dunia.
Sebelum kita membahas soal pesebaran atlet asal Filipina, mari kita melihat minat main gim mereka. Ada banyak game yang diminati pemain game di Filipina. Untuk urusan mobile game, yang paling populer di sana menurut data App Store adalah Mobile Legends: Bang Bang, PUBG Mobile, dan Free Fire. Sementara itu, data dari Filipino Scribe menunjukkan, ada lima game PC yang diminati para pegiat esports di Filipina yaitu Fortnite, Valorant, Dota 2, League of Legends, dan PUBG.
Bisa dikatakan persebaran atlet Filipina di beberapa turnamen game di atas begitu mencuri perhatian. Pemain Valorant untuk RRQ yang baru saja dibentuk isinya mayoritas pemain asal Filipina. Dalam pengumuman roster untuk turnamen Valorant Pacific League 2022, tim Rex Regum Qeon memboyong lima pemain Filipina. Hanya ada satu pemain Indonesia yaitu Teh Botol.
Tentu saja pemilihan roster ini memicu perdebatan. Banyak yang menyayangkan soal merekrut pemain dari luar negeri (Filipina), sementara di Indonesia ada banyak pemain-pemain hebat yang bisa memperkuat tim.
Toh kiprah para pemain Filipina yang direkrut RRQ belum terbukti kapasitasnya. Seperti yang dijelaskan oleh caster kondang Valorant Tanah Air yaitu, Son. Dalam video YouTube-nya, ia mengatakan kalau roster RRQ akan sulit bersaing di liga franchise.
“Menurut gua ini bukan susunan pemain yang belum bisa bersaing di franchise league. Kenapa? Karena ini pemain-pemain yang belum terbukti sama sekali kapasitasnya,” ungkap Son di kanal YouTube-nya.
Walau pemilihan roster ini disorot, RRQ tidak mengendurkan niat untuk tetap meresmikan lima pemain Filipina yang akan diberangkatkan ke VPL 2023.
Selain Mobile Legends dan Valorant, perekrutan pemain Filipina juga telah dilakukan sebelumnya oleh divisi Dota 2 Boom Esports. Tak tanggung-tanggung, tim asal Indonesia ini memasukkan empat pemain Filipina dan hanya menyisakan satu pemain tanah air yaitu Saieful “FBZ” Ilham.
Hasilnya? Bisa dibilang memuaskan. Musim ini mereka tembus ke The International 11 dan menjadi satu-satunya perwakilan tim Indonesia di kancah kelas dunia esports Dota 2.
Sementara itu, dalam skena kompetitif Mobile Legends, tim asal Filipina berhasil menyabet gelar juara dunia M2, M3, ditambah lagi piala MSC 2022. Dominasi mereka benar-benar tak terhentikan. Tim-tim kuat Indonesia pun dilibas. Jadi, enggak heran kan tuh, kalau pada MPL season 10 banyak perekrutan atlet esports Filipina?
Tak bisa dimungkiri bahwa pemain asal Filipina perlu mendapat spotlight. Mereka diincar karena berprestasi. Tak heran, para pemain Filipina ini banyak direkrut untuk membela Indonesia bahkan memperkuat berbagai tim besar untuk turnamen kelas dunia.
Vinzent “Oddiepedia” Indra yang kini menjabat manajer tim Mobile Legends Bigetron Alpha mengakuinya. Kedatangan Markyyy di kubu tim robot merah bukan tanpa alasan. Oddie memang sudah kepincut ketika Markyyy berstatus free agent.
“Alasan nomor satu buat saya adalah experience. Bagaimanapun juga Markyyyyy sudah meraih posisi runner up di M3. Kemudian juga dia sudah lama bermain di MPL Filipina, yang merupakan liga nomor satu. Kemudian kita juga ingin kedatangan dari segi player, sebelumnya kan, kita hanya mendatangkan pelatih saja dari Filipina. Makanya begitu ada Markyyyyy yang berstatus free agent, langsung kita ambil,” ujar Vinzent “Oddiepedia” Indra selaku manajer dari tim Bigetron Alpha.
Kerasnya mental pro player Filipina juga diakui mantan pelatih tim ONIC PH, yaitu Paul “Yeb” Miranda atau yang akrab disapa coach Yeb. Kepada kami, ia membagikan pengalamannya bermain di skena kompetitif Indonesia vs Filipina. Dalam sesi wawancara post match MPL Season 10, ia berkisah bahwa bermain di Filipina itu terasa jauh lebih keras untuk mental.
“Menurut saya bertanding di MPL PH itu jauh lebih susah ketimbang di Indonesia. Ketika bertanding di Filipina, saya harus lebih try hard. Soalnya, ketika main di MPL PH, kita harus sering berganti strategi. Kita menggunakan strategi yang berbeda, ketika menghadapi tim yang berbeda. Saya selalu bilang, kalau kemampuan makro jauh lebih penting di Filipina,” katanya.
Bongkar pasang strategi ketika bertanding di MPL PH menandakan bahwa hampir semua tim benar-benar mengasah kekuatan mereka. Filipina tidak hanya mengandalkan skill, mereka sudah terbiasa mengincar kemenangan. Ini juga yang diamini oleh Bang Fayad.
“Scene kompetitif tertinggi yang sudah juara berkali-kali kan, Filipina. Kita enggak hanya berbicara soal esports, tapi dalam olahraga konvensional seperti sepak bola juga sama. Artinya, di sana tingkat kompetisinya memang tinggi dan akhirnya berpengaruh ke mental pegiatnya terutama para atlet,” jelas bang Fayad.
Dalam kesempatan ini Bang Fayad juga menekankan soal attitude. Menurutnya, pemain Filipina membangun diri mereka sebagai role model. Pembawaan hingga kharisma benar-benar dijaga sehingga publik melihat mereka sebagai figur yang patut dicontoh.
Senada dengan Bang Fayad, tidak sedikit rekan sesama pemain dan coach yang mengakui bahwa attitude pemain Filipina patut diapresiasi. Dalam tiap pertandingan yang dijalani, para pemain Filipina benar-benar menunjukkan mental juara yang didukung dengan perilaku baik. Akhirnya, hal ini berpengaruh terhadap performa keseluruhan mereka.
Maxxx sebagai rekan tim Markyyyy misalnya. Ia mengakui bahwa walau sudah malang-melintang di turnamen esports internasional, Markyyyy tidak pernah memandang rendah pemain lain.
“Dia (Markyyyyy) enggak memandang kita lebih rendah. Biasanya ada pemain yang jika sudah juara atau apapun, merasa dirinya di atas pemain lain. Walaupun dia pernah main di M3 dan kita buat lolos playoffs aja susah, tapi dia enggak menganggap kita lebih rendah,” ujar Maxxx kepada KINCIR.
Reputasi baik pro player Filipina juga datang dari coach Aldo, ONIC Esports. Sekuat-kuatnya pro player Filipina, mereka punya sikap yang patut diacungi jempol. Bahkan hingga ke hal yang kelihatannya sepele; soal perbedaan bahasa dalam komunikasi. coach Aldo bercerita bahwa Kairi, roster ONIC Esports di MPL season 10 sampai mengunduh aplikasi agar bisa belajar bahasa Indonesia.
“Kairi punya keinginan belajar yang tinggi. Bahkan ia sampai men-download aplikasi untuk belajar Bahasa Indonesia. Ketika pertama kali Kairi dan coach Yeb datang, hal pertama yang kita latih adalah komunikasi. Enggak cuma Kairi yang belajar Bahasa Indonesia, gue dan pemain lain juga belajar Bahasa Inggris supaya bisa komunikasi sama Kairi,” ucap Aldo.
Dari berbagai reputasi baik pro player asal Filipina, kita bisa belajar tiga hal; attitude, mental, dan skill. Kesinambungan tiga hal inilah yang membentuk para pemain Filipina begitu kokoh. Mereka menolak drama dan sibuk meraih prestasi. Tak heran, kalau akhirnya mereka pun kian mendominasi.
Titik terang Indonesia dalam skena esports Free Fire
Sebenarnya, ada satu cabang game dengan prestasi yang patut kita bangggakan. Sudah banyak prestasi yang didulang tim Indonesia dari cabang Free Fire. Tak ada satu pun dari tim Filipina yang berhasil merebut gelar juara dunia ketika harus berhadapan dengan tim asal Indonesia. Sederet gelar prestisius digenggam erat tanah air.
Contohnya, EVOS Esports yang dulu jadi juara dunia pada ajang FFWC 2019. Gelar ini jadi yang pertama untuk Indonesia dan dominasinya terus berlanjut. Giliran Island of God yang menjadi juara pada turnamen FFAI 2019. Sebagai tuan rumah di ajang tersebut, IOG berhasil mengalahkan tim-tim unggulan regional Asia Tenggara dan berhasil angkat trofi.
Bahkan, sampai ajang SEA Games 2021 Hanoi pun tim Free Fire Indonesia sukses menyumbang satu medali emas dan satu medali perak. Di samping itu, Zuxxy dan Luxxy dari cabang PUBG M tak mau kalah untuk mempersembahkan medali emas untuk Indonesia.
Dari sini kita bisa lihat sebenarnya Indonesia punya talenta berbakat yang perlu kita ekspos. Dalam perbincangan kami dengan Bang Fayad, kami pun membahas lebih dalam soal talenta lokal di skena esports Free Fire. Tak ada pemain asal Filipina yang direkrut, pun dari negara lain.
Fayad mengamini bahwa ada satu lawan yang perlu diantisipasi, yaitu Thailand. Namun hal tersebut tak jadi alasan tim-tim Free Fire Indonesia merekrut pemain Thailand untuk meningkatkan kualitas permainan.
“Kalau di Free Fire kenapa kita enggak narik pemain Filipina? Soalnya kita masih bisa unggul dari mereka. Scene esports untuk Free Fire di sana masih kita yang unggul, kecuali lawannya tim dari Thailand. Maaf-maaf nih, untuk Mobile Legends, ya dari awal kita sudah tahu pemenangnya. Sebut saja turnamen M2, M3, SEA Games 2019, sampai MSC 2021, semua diboyong Filipina. M4 pun kemungkinan besar masih sama,” katanya.
Yap, saking menjamurnya penikmat Mobile Legends di Indonesia, kita kadang lupa kalau cabang game lain punya talenta yang bisa diasah. Data dari Esports Charts mengungkap bahwa Mobile Legends menjadi cabor esports dengan peak view tertinggi selama SEA Games Vietnam 2021. Jumlahnya mencapai 2.217.170 Peak View. Sementara itu, Free Fire hanya mendapatkan 217.081 Peak View.
Dominasi pecinta Mobile Legends dengan segala tingkah polahnya bikin semua orang bersaing jadi yang terbaik atau mungkin terdrama. Merekrut pemain Filipina jadi jalan pintas merebut juara. Padahal, ada imbas yang tak bisa terelakkan. Buat apa jadi juara di negara sendiri kalau pemainnya justru didatangkan dari negara orang?
Baca selanjutnya: Domplang Karier Atlet Filipina, Pasar Penikmat Esports di Indonesia Terlalu Seksi untuk Gaet Popularitas.