Beberapa hal yang ditampilkan di Balada Roy berikut ini terasa janggal!
Kamu yang tumbuh sebagai remaja di era 1990-an mungkin enggak asing dengan novel Balada si Roy yang ditulis oleh Gol A Gong. Berpuluh tahun setelah kepopuleran novelnya, Balada si Roy akhirnya diadaptasi menjadi film yang disutradarai oleh Fajar Nugros. Sesuai dengan novelnya, film Balada si Roy berlatar waktu pada akhir 1980-an.
Sebagai film berlatar waktu pada masa lalu, Balada si Roy terbilang cukup berhasil menampilkan vibes era 1980-an di filmnya. Para aktornya juga berhasil memerankan masing-masing karakternya dengan sangat baik. Namun dari sisi lain, Balada si Roy menampilkan plot dan penggambaran karakter yang kurang memuaskan. Bahkan, ada beberapa aspek yang bisa bikin penonton garuk-garuk kepala saat menontonnya.
Nah, apa saja hal dari Balada si Roy yang bikin garuk-garuk kepala saat menontonnya?
Hal membingungkan dari Balada si Roy
1. Roy, remaja asal Bandung yang pindah ke Serang dengan gaya bicara yang terlalu Jakarta
Roy diceritakan sebagai seorang remaja yang lahir dan besar di Bandung. Beberapa tahun setelah kematian ayahnya Roy, ibunya memutuskan untuk pindah ke Serang karena enggak tahan dengan tekanan dari keluarga suaminya. Sudah begitu terbiasa dengan Bandung, Roy harus melakukan adaptasi di kota barunya.
Sebagai orang yang lahir dan besar di Bandung, Roy seharusnya mempunyai logat Sunda yang begitu kental. Namun, kenapa Roy malah berbicara dengan gaya anak Jakarta kepada teman-temannya di Serang? Padahal, hampir semua temannya berbicara dengan logat dan bahasa Sunda.
Masuk akal Roy ngomong “gue-lu” jika dia diceritakan berasal dari Jakarta, seperti karakter Dewi yang merupakan anak pindahan dari Jakarta. Nah, ini bocah dari Bandung malah sok-sokan ngomong “gue-lu” ke lingkungan yang bermayoritas Sunda.
2. Roy marah kepada Ani, padahal Dullah yang membunuh anjing peliharaannya
Baru jadi anak baru, Roy langsung bikin kelepek-kelepek banyak cewek di sekolah barunya, termasuk primadona sekolah yang bernama Ani. Di sisi lain, Ani juga disukai oleh Dullah, pemimpin geng Borsalino yang berkuasa di sekolah sekaligus anak pemimpin Serang. Kedekatan Roy dan Ani jelas membuat Dullah kesal dan cemburu.
Ketika Roy dan Ani sedang berkencan di pantai, Dullah tiba-tiba datang bersama gengnya untuk mengeroyok Roy. Joe, anjing peliharaannya Roy, jelas langsung menyerang Dullah karena melihat majikannya diserang. Sebagai bentuk pertahanan diri, Dullah langsung membanting dan menendang Joe hingga mati.
Kamu yang sudah menonton Balada si Roy pastinya setuju bahwa Ani sama sekali enggak bersalah atas kematiannya Joe. Namun, entah kenapa Roy malah marah kepada Ani dan membuat Ani merasa bertanggung jawab atas kematiannya Joe. Kemarahan Roy kepada Ani terasa terlalu dibuat-buat untuk bisa membangun plot kedekatan Roy dengan Dewi.
3. Anak remaja yang berhadapan dengan konflik yang terlalu berat untuk usianya
Kamu yang sudah menonton Balada si Roy pastinya setuju bahwa Roy diciptakan sebagai karakter muda berkarismatik yang berani berbuat hal lebih dari orang-orang seumurannya. Baru masuk sekolah baru, Roy langsung berhasil membuat banyak cewek jatuh hati kepadanya. Sebagai anak baru, Roy juga terlalu berani menentang geng Borsalino yang sok berkuasa di sekolahnya.
Pada awalnya, saya berpikir Balada si Roy bakal berfokus pada kehidupan cinta serta pertentangannya kepada Borsalino. Namun seiring berjalannya waktu, plot yang ditampilkan film ini sebenarnya lebih dari sekadar cinta-cintaan remaja dan kehidupan sekolah karena turut membahas tentang kondisi politik Serang.
Adanya tema politik mungkin bertujuan untuk membuat penonton melihat Roy sebagai sosok inspiratif yang berani melangkah untuk menghancurkan sistem politik yang tidak benar. Masalahnya, topik tersebut terlalu berat untuk diberikan kepada seorang anak SMA. Kenapa film ini tidak fokus pada konflik Roy menentang Borsalino, yang tidak membingungkan orang-orang yang belum pernah membaca novelnya?
4. Rela “menjual mimpinya” sebagai penulis begitu saja untuk balap-balapan
Pada bagian awal film, Roy diceritakan memiliki impian sebagai seorang penulis. Ibunya bahkan begitu mendukung Roy untuk mengejar mimpinya. Setelah sempat kehilangan minat menulis karena kematiannya Joe, Roy akhirnya mulai menulis lagi untuk mengungkapkan sistem politik kotor di Serang.
Roy kemudian kembali terpukul ketika salah satu teman gengnya, yaitu Andi, meninggal karena kecelakaan. Sejak kejadian tersebut, Roy memutuskan untuk menjadi pembalap liar dan berencana membeli motor yang dijual Juna. Roy memutuskan menjual berbagai barangnya demi bisa mendapatkan uang untuk membeli motornya Juna. Saking niatnya, Roy rela menjual mesin tiknya yang dia pakai untuk mengejar mimpinya sebagai penulis.
5. Ibunya dengan mudahnya memberikan Roy izin untuk pergi berkelana tanpa tujuan
Pada bagian akhir film, Roy memutuskan bahwa jalan hidupnya adalah berkelana mencari tujuan hidupnya. Dia langsung memberi tahu keinginannya kepada ibunya. Anehnya, sang ibu dengan mudahnya memberikan izin kepada Roy karena anaknya berkata Serang kini menjadi tujuannya untuk pulang. Padahal, anaknya mau pergi tanpa tujuan yang jelas.
Momen tersebut terasa aneh mengingat ibunya yang sangat menginginkan Roy untuk terus mengejar mimpinya sebagai penulis. Ibunya juga sempat begitu marah ketika Roy mulai ogah-ogahan selama sekolah. Normalnya, sih, seorang ibu juga enggak akan mudahnya membiarkan anaknya pergi begitu saja dan membuatnya putus sekolah.
***
Itulah deretan hal yang berhasil bikin garuk-garuk kepala selama menonton Balada si Roy. Apakah kamu setuju dengan hal di atas atau kamu menikmati filmnya dari awal hingga akhir?