Review Serial First Love (2022)

Review First Love (2022), Kisah Cinta Pertama yang Realistis dan Bikin Baper
Genre
  • Age of Coming
  • Romance
Actors
  • Aoi Yamada
  • Hikari Mitsushima
  • Kido Taisei
  • Rikako Yagi
  • Takeru Satoh
  • Towa Araki
Director
  • Yuri Kanchiku
Release Date
  • 24 November 2022
Rating
4 / 5

*(SPOILER ALERT) Review serial First Love ini sedikit mengandung bocoran yang semoga saja enggak mengganggu buat kamu yang belum nonton.

Menonton First Love adalah sebuah hal yang menyulitkan. Bukan karena serial ini buruk, tetapi ada banyak hal yang relate dengan sebagian besar orang. Serial ini adalah pembuktian yang entah untuk ke berapa kalinya, bahwa Jepang memang sepertinya jago bikin baper dan pedih hati orang-orang yang gagal move-on dari cinta pertama mereka kala remaja.

Ada banyak hal yang sulit dilupakan oleh manusia semasa hidupnya, salah satunya adalah cinta pertama. Cinta pertama menjadi berarti bukan selalu karena orang yang kita cintai itu paling spesial atau paling baik di antara yang lain. Bisa jadi ketika kita mengalami kisah itu, kita belum mengenal patah hati. Semuanya, mulai dari rasa tertarik, tatapan, hingga sentuhan fisik adalah yang pertama bagi kita sehingga menjadi tolok ukur bagi kisah cinta kita yang selanjutnya.

Via Istimewa

Kamu, terutama yang lahir pada era 80-90an, pastinya sudah tidak asing lagi dengan lagu First Love-nya Utada Hikaru. Bahkan, lagu ini semacam dijadikan lagu kebangsaan untuk mengenang cinta pertama. Apalagi, di dalam lagu itu, termaktub lirik tentang bagaimana cinta pertama kita akan selalu punya tempat di dalam hati kita. 

Serial Jepang yang menempati sepuluh besar di Netflix ini memang kental akan nuansa Utada Hikaru dan memang terinspirasi dari lagu tersebut. Kisahnya sederhana, tentang Yae Noguchi, seorang anak SMA di Hokkaido yang bertemu dengan Harumichi Namiki dan jatuh cinta saat memulai waktu mereka sebagai murid tingkat pertama di SMA. Serial ini bercerita tentang kisah keduanya saat SMA diselingi dengan kisah keduanya saat sudah berusia dewasa. 

Kisah alamiah yang nyambung dengan memori banyak orang

Sebagai negara di Asia Timur, ada banyak hal di Jepang yang masih relate sama budaya kita. Alih-alih melihat kehidupan anak SMA berbaju bebas penuh party dan free sex seperti yang kerap ditampilkan di film-film Hollywood, kita akan melihat banyak anak SMA yang lugu, malu-malu, naksir tapi gengsi, dan tentu saja nembak pakai kode.

Baik Yae Noguchi dan Harumichi Namiki, keduanya digambarkan apa adanya, enggak punya kelebihan yang spesial, sangat natural. Harumichi Namiki adalah anak dari keluarga berpenghasilan rendah yang rumahnya dari tripleks, adiknya tuna rungu, agak keras kepala dan hobi merokok, tetapi keluarganya guyub dan bahagia.

Via Istimewa

Sementara itu, Yae Noguchi adalah anak tunggal dari ibu yang biasa saja, terlihat ketergantungan dengan rokok dan ceplas-ceplos. Ibu Yae Noguchi pun agak protektif dengan sang anak, seperti ibu-ibu Asia pada umumnya. Bahkan, ia menjadi salah satu faktor jauhnya hubungan mereka berdua kelak. Rumah Yae Noguchi lebih bagus daripada rumah Namiki, tetapi bukan rumah orang kaya.

Yae Noguchi bermimpi menjadi pramugari, sementara itu Harumichi Namiki ingin menjadi pilot. Saat SMA, dunia terasa penuh harapan, mimpi bisa setinggi langit. Namun, apakah mereka bisa?

Jawabannya langsung ada pada episode pertama: keduanya enggak bisa memenuhi mimpi mereka karena keadaan. Harumichi Namiki menjadi petugas bandara dan Yae Noguchi, usai bercerai dari seorang dokter, menyambung hidup dengan menjadi supir taksi. 

Dipikir-pikir lagi, apa yang ditawarkan oleh First Love bukan sekadar seperti apa yang tertera pada judul. Ini bukan kisah tentang cinta, tetapi kehidupan.

Hayo, berapa banyak di antara kamu yang mencintai sekaligus bermimpi setinggi gunung, tetapi ujungnya enggak hidup bareng cinta pertamamu dan enggak bisa meraih mimpimu? Ketika menonton First Love, kamu enggak akan merasa sendirian.

Cinta pertama yang manis

Beberapa orang mungkin akan menganggap kedua tokoh utama kita ini baperan dan enggak jelas. Maksudnya, apa yang diharapkan dari bayangan saat masih SMA? Apa gunanya menyimpan sosok laki-laki atau perempuan yang sekarang jalannya sudah jauh banget dari kita? Lagipula, mereka kan cuma pacaran sebentar, enggak sebanding dengan bagaimana Yae dan Harumichi menjalankan hidup bersama orang lain selanjutnya.

Ya, memang hal itu enggak realistis, tetapi banyak terjadi. Maksudnya, cinta pertama itu adalah saat pertama kita merasakan reaksi kimia aneh dalam tubuh terhadap orang lain, yang membuat darah berdesir, bibir ingin tersenyum setiap kali membayangkan dirinya –walaupun hubungan itu enggak serius.

Lebih lagi dalam serial ini, semuanya terjadi saat SMA, masa di mana kita enggak punya banyak tanggung jawab kecuali belajar dan ketika mimpi masih mudah untuk dirancang. Tentu akan beda ceritanya kalau mereka ketemu saat kuliah atau saat bekerja. Mungkin, reaksi mereka akan lain. Mungkin, cara mereka menyimpan ingatan akan lain.

Kita akan dibuat gemes dengan bagaimana Harumichi Namiki masih pakai tanggal ulang tahun Yae Noguchi saat mereka sudah enggak ketemu belasan tahun lamanya. Kemudian saat Namiki sudah pacaran sama orang lain selama tujuh tahun (Namiki terlihat seperti pecundang saat berhadapan dengan kekasih masa kininya).

Nasib dan kehidupan terasa brengsek saat keduanya menjalankan hidup masing-masing. Namun entah kenapa lagu First Love-nya Utada Hikaru tiba-tiba terdengar di radio. Coba, bukannya hidup sering main-main dengan kita pada saat kita sedang enggak melakukan apa pun yang ada hubungannya dengan masa lalu? 

Ada film, poster, atau lagu yang mengingatkan kita tentang mantan tiba-tiba ada begitu saja, padahal hal tersebut udah enggak nge-tren pada saat ini. Formula semacam ini juga pernah dipakai oleh film ngenes tentang mantan lainnya seperti Serendipity, dan tentu saja 5 CM per Second.

Takdir yang main-main

Via Istimewa

Beberapa adegan menunjukkan bahwa keduanya masih berada di kota yang sama, pernah berada di lokasi yang sama, hampir bertemu, tetapi enggak kunjung bertemu hingga episode terakhir. Terlihat difabrikasi? Enggak juga! Soalnya, banyak orang yang nyatanya ingin saling bertemu tetapi enggak kunjung bisa bertemu.

Terkadang kita berada di kota yang sama dengan mantan, ingin melihatnya walau satu kali lagi dalam kehidupan, tetapi hidup enggak mengizinkan. Entah apa alasannya. Mungkin memang pada saat itu kalian enggak ditakdirkan bertemu dan memperbaiki atau setidaknya, berdua mengenang banyak hal.

Delapan episode pertama dan separuh episode terakhir First Love adalah film yang berat bagi orang yang gamon alias gagal move-on serta masih punya banyak hal yang belum diselesaikan dengan mantan pertama atau cinta pertama kita. Semuanya seperti menyindir kita, semuanya akan mengingatkan kita tentang betapa jayanya kehidupan saat masih remaja dan saat kalian masih bersama, tetapi sayang itu semua kenangan. Realitanya, kehidupan semakin pahit bagi banyak orang dan perjalanan cinta dengan cinta pertama kita enggak selamanya berjalan mulus.

Buat kamu yang masih suka kepikiran dia yang kamu cintai untuk pertama kalinya, ada banyak adegan, kalimat, dan kejadian yang membuat kamu harus mempersiapkan tisu. Enggak ada tokoh labil yang menyebalkan semacam Takaki di 5 CM per Second, dan cerita Yae Noguchi-Harumichi

Namiki enggak sengenes itu. Nuansa film ini enggak bikin depresi, bahkan banyak yang menyenangkan. Namun, semua keindahan cerita cinta pertama dan bagaimana kita mengingat cinta pertama itu, rasanya memang bikin sesak di dada.

Selain kisah keduanya, kisah cinta anak Yae Noguchi, Tsuzuru, juga asyik. Ia adalah tipikal anak broken home yang hobi menyembunyikan perasaan (bahkan ke orang yang dia sukai), bingungan, tetapi punya bakat musik. Sayang, ayahnya adalah tipe laki-laki mapan yang tentu saja cuma memerhatikan masalah akademis anak.

Sebagai sesama cowok, apalagi di Jepang yang masih kental akan budaya patriarki, mungkin ada jarak di antara keduanya yang bikin saling gengsi buat mengungkapkan perasaan. Ayah Tsuzuru enggak jahat, bahkan cara bicaranya pun bijak kepada sang anak. Namun, memang kesibukannya bikin dia kurang menyelami pikiran sang anak.

Pengembangan karakter yang apik terlihat dari bagaimana Yae Noguchi yang dulunya optimistis, banyak ditaksir, kembang sekolahan, dan berambisi menjadi pramugari, kini akhirnya menjadi perempuan sederhana. Ia apartemen biasa saja, bekerja sebagai supir taksi, bijak, dan menerima banyak hal yang terjadi kepada kehidupannya.

Ini menjadikannya ibu yang bijak, enggak gampang menghakimi anak, dan ibu yang ekspektasinya enggak tinggi ke anak. Akhirnya, Tsuzuru pun bisa terbuka kepadanya karena sifatnya yang enggak menghakimi ini.

Karakter yang kurang berkembang terlihat dari Harumichi Namiki. Sejak awal, ia terlihat seperti cowok santai yang agak jahil, tetapi perhatian terhadap orang sekitar bahkan sangat protektif terhadap adiknya yang tuna rungu. Saat dewasa, ia masih menjadi cowok yang terlalu santai (sampai enggak memberikan progres pada hubungannya) tetapi jadi paman yang sangat baik untuk keponakannya dan juga royal.

Ini seolah membenarkan istilah bahwa boy will always be a boy, tetapi bisa saja itu terjadi karena enggak seperti Yae Noguchi, Namiki enggak pernah mengalami perceraian dan menjadi ayah tunggal.

Sinematografi dan desain yang mendukung, namun pergantian cast muda-tua kurang believable

Jepang adalah negara yang penuh kontradiksi. Reklame jalanannya ramai, penuh warna, penuh lampu, tetapi di sisi lain negara ini juga memperkenalkan minimalisme. Nah, minimalisme adalah konsep yang diusung oleh desain dari serial ini. Pop up judul dan nama pemain enggak berlebihan, hanya berupa tulisan putih saja.

Sinematografinya juga cantik, cerah saat mereka berdua masih remaja, apa adanya cenderung suram saat mereka sudah dewasa. Pencahayaan ini menunjukkan betapa ceria, cantik, dan berbunganya mereka saat remaja. Namun, ketika sudah dewasa, mau enggak mau mereka melihat kehidupan apa adanya.

Kalau kamu mau melihat Jepang yang enggak bersih-bersih amat, Jepang yang enggak sempurna-sempurna amat, serial sembilan episode ini pantas ditonton. Kita akan melihat beberapa tempat yang becek, ada juga tumpukan plastik sampah yang walaupun rapi tetapi mengganggu. Rumah Namiki dan pool taksi Yae Noguchi juga enggak bersih-bersih amat, seolah menunjukkan status sosial.

Setiap episodenya berdurasi sekitar satu jam, cukup lama untuk bercerita dan menyelami banyak kisah di antara mereka berdua. Kisah yang cantik, bikin senyum, bikin nangis, intinya campur aduk dengan penceritaannya yang sederhana. Akhirnya bahagia, sebuah hal yang mungkin memuaskan bagi banyak penonton (walau mungkin kurang memuaskan bagi sebagian lainnya yang memang suka sama kisah tragis cinta pertama).

Kalau pun ada kekurangan, itu terletak pada bagaimana serial ini bikin agak bingung karena adegan masa lalu dan masa kini berganti terlalu sering. Selain itu, sebetulnya kita mengharapkan riasan yang lebih baik supaya Yae Noguchi muda dan paruh baya bisa terasa hampir mirip, karena mereka terlihat seperti orang-orang yang berbeda dan bukannya menua. Semestinya, dari segi riasan atau mungkin casting, sineas di balik film ini bisa membuat peralihan muda ke tua yang alamiah dan believable seperti Joseph Gordon-Levitt dan Bruce Willis dalam film Looper.

First Love bisa kamu saksikan di Netflix sekarang juga dan jangan lupa, kalau kisah kamu ternyata enggak berakhir dengan cinta pertamamu dan kamu sedang ingin menontonnya dengan pasanganmu sekarang, lebih baik sembunyikan perasaan atau bawa santai saja, karena sungguh serial ini bikin banyak kenangan yang tersimpan di gudang perasaan jadi berceceran lagi.

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.