*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran cerita yang bisa saja mengganggu kalian yang belum nonton.
Setelah penantian panjang, akhirnya penggemar Game of Thrones di seluruh dunia dapat melepaskan rasa penasarannya. Dalam episode sebelumnya, Daenerys Targaryen telah meraih kemenangan. Nyatanya, kemenangan itu enggak bertahan lama. Sebagaimana Game of Thrones, selalu ada sesuatu yang—meski bisa diprediksi—tetap saja enggak menyenangkan buat mengakhiri nasib karakternya.
Yap, di episode terakhir ini, kalian mungkin sudah memprediksi kematian beberapa karakter, melihat kecenderungan Game of Thrones membunuh para karakternya dengan cara yang enggak terduga. Dany menjadi salah satu karakter yang diduga kuat bakal terbunuh dan prediksi itu terjadi.
Kegilaan Dany membumihanguskan King’s Landing menyadarkan Tyrion Lannister atas kebodohannya. Tak hanya kecewa melihat ribuan rakyat tak berdosa mati, Tyrion juga harus menerima kenyataan bahwa dua kakaknya meninggal akibat reruntuhan The Red Keep. Tanpa pikir panjang, dia menyusul Dany hanya untuk mengungkapkan kekecewaan dan mengundurkan diri sebagai The Hand of the Queen.
Tindakan Tyrion langsung dianggap oleh Dany sebagai pengkhianatan. Belum cukup membakar seisi King’s Landing, Dany juga memerintahkan pasukannya untuk membunuh semua yang pernah tunduk kepada Cersei Lannister. Perintah itu tentunya dipatuhi oleh Grey Worm dan para Unsullied. Melihat hal itu, Jon Snow merasa hal itu melampaui batas. Baginya, perang sudah selesai. Namun, tidak bagi Dany.
Dalam tahanan, kala menunggu eksekusi, Tyrion dikunjungi oleh Jon Snow yang secara tak langsung mengakui kekecewaannya. Jon Snow tak bisa menentang Dany karena tunduk padanya. Namun, bukan Tyrion namanya kalau enggak bisa memengaruhi orang lewat ucapan.
Tak lama, Jon Snow menghampiri Dany yang sedang melihat Iron Throne di hadapannya. Dia datang untuk mengungkapkan rasa kecewa yang kemudian disanggah oleh Dany dengan segala pembenarannya. Merasa tak ada jalan lain untuk membuat Dany berubah pikiran, Jon Snow menikam Dany kala bibir keduanya saling berpagut.
Drogon yang menanti Dany menyadari kematian sang “Mother of Dragon”. Tak kuasa menghukum Jon Snow yang adalah seorang Targaryen, Drogon membakar Iron Throne lalu pergi sambil membawa tubuh Dany.
Dengan kematian Dany, Westeros mengalami kekosongan kekuasaan. Harus ada yang memutuskan siapa yang memimpin. Lagi-lagi, Tyrion memainkan kata-kata untuk membuka peluang membangun dunia yang lebih baik. Setelah seluruh Lord dan Ladies dari house besar di Westeros berkumpul, diputuskan bahwa merekalah yang akan memilih pemimpin baru. Tyrion mengajukan nama Brandon Stark, Brandon the Broken, sebagai pemimpin selanjutnya.
Pemungutan suara berlangsung dengan cepat tanpa ada perdebatan berarti, kecuali dari Sansa yang kukuh mempertahankan North sebagai kerajaan yang mandiri. Bran pun ternyata dengan mudahnya menerima permintaan itu, seakan selama ini dia telah mengetahui takdirnya sebagai pemimpin Westeros. Siapa sangka, ternyata pada akhirnya seorang Three-Eyed-Raven tak hanya menyelesaikan masalah dengan The Night King dan The White Walkers, tetapi juga menjadi penengah di Westeros.
Westeros di bawah pimpinan Bran menjadi negeri yang damai. Bronn mendapatkan kastil yang dijanjikan oleh Tyrion di Highgarden dan menjadi Master of Coin. Ser Davos menjadi Master of Ships, sedangkan Ser Brienne menjadi Kingsguard dan membantu menuliskan kisah Jaime dalam buku para kesatria. Sam menjadi Maester di King’s Landing, membawakan Tyrion buku A Song of Ice and Fire karya Archmaester Ebrose—dengan tambahan bahwa Sam jugalah yang memilih judul itu.
Ada kedamaian dalam pertemuan pertama mereka dengan Bran setelah terpilih menjadi raja. Pertemuan singkat, demokratis, dengan Bran sedikit banyak menyerahkan segalanya kepada Tyrion dan orang-orang kepercayaannya dalam little council itu. Drogon masih belum diketahui keberadaannya. Namun, tentu Bran bisa dengan mudah menemukannya karena mampu menerawang sejauh mungkin mencari Drogon.
Sementara itu, Sansa menjadi Queen in the North, mempertahankan North sebagai kerajaan yang independen, tak perlu berlutut kepada raja lainnya. Arya, sebagaimana banyak teori yang beredar, memutuskan untuk menjelajah lebih jauh ke Barat, berlayar untuk melihat dunia di luar Westeros.
Jon Snow sebagai tahanan karena membunuh Dany dihukum seumur hidup mengabdi sebagai The Night’s Watch. Dia tak boleh menikah, memiliki anak, dan menjadi raja. Membuang jati dirinya sebagai Aegon Targaryen yang enggak penting lagi sekarang, Jon Snow kembali ke Castle Black, menemukan para free folks dan Ghost di sana.
Game of Thrones season 8 pun berakhir dengan adegan Jon Snow melangkah jauh ke Utara, melepas segalanya. Barangkali dia berusaha menjalani kehidupan bebas yang memang menjadi jati dirinya selama ini.
Episode ini, meski memiliki durasi yang tak jauh berbeda dengan episode lainnya di musim kedelapan ini, terasa berjalan dalam alur yang cepat. Bukan karena terburu-buru, justru episode ini memang menyajikan semua jawaban yang telah dinanti-nanti. Mungkin bukan akhir yang kalian duga, bukan pula akhir yang kalian suka. Namun, inilah akhir yang dibutuhkan Westeros.
Kisah perjuangan panjang penghuni Westeros memang telah berakhir. Namun, waralaba Game of Thrones belum berhenti di sini untuk menghibur para penggemar. Masih ada proyek spin-off yang bakal menjadi prekuel dari seri orisinal dan diprediksi tayang perdana pada 2021 mendatang.
Terlepas dari apakah akhir yang disajikan memuaskan atau tidak bagi penggemar, tentu kita harus memberi apresiasi atas kisah epik dan panjang yang disajikan Game of Thrones. Nah, bagaimana pendapat kalian mengenai episode final ini? Ceritakan di kolom komentar, ya!