*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran cerita yang bisa saja mengganggu kalian yang belum nonton.
Jika ada sebuah teknologi yang bisa membaca dan mewujudkan kerja otak dalam bentuk data digital, apakah menurut kalian teknologi ini bakal berguna? Atau, malah bakal jadi bumerang? Hal inilah yang jadi sorotan dalam episode ketiga sekaligus terakhir dari Black Mirror musim kelima, “Rachel, Jack, and Ashley Too”.
Menjadi penyanyi pemenang Grammy, Ashley O adalah idola banyak remaja berkat lagu-lagunya yang membangkitkan semangat. Dengan lirik-lirik yang penuh ujaran positif dan membangun kepercayaan diri, tentunya mudah bagi Ashley untuk dicintai remaja yang sedang dalam pencarian jati diri. Rachel adalah salah satu remaja yang merasakan hal itu.
Mengarahkan cerita kepada Rachel yang merupakan murid pindahan, episode ini awalnya terlihat mengangkat permasalahan remaja. Perjuangan untuk mendapatkan perhatian cukup berat, apalagi bagi anak biasa yang baru pindah sekolah. Rachel mengalami kesulitan dalam beberapa minggu pertama di sekolah barunya. Namun, lagu-lagu Ashley O seakan memberikan tenaga ekstra baginya.
Suatu hari, Rachel melihat iklan Ashley Too, sebuah robot AI yang di dalamnya tertanam “otak” Ashley. Bicara dengan Ashley Too dianggap sama dengan ngobrol bersama Ashley. Memberi berbagai saran dalam berbagai hal, Ashley Too seakan jadi jawaban bagi Rachel yang sedang mencari teman di tempat barunya.
Tentunya, Rachel bahagia dan langsung menjadikan Ashley Too sebagai pusat dunianya. Sejak mengaktifkan Ashley Too, Rachel terus menanyakan banyak hal dan mengobrol sampai malam dengan robot tersebut. Di sisi lain, Jack, kakak Rachel, merasa ada yang enggak beres dengan Ashley Too.
Kedekatan Rachel dan Ashley Too tanpa disadari menimbulkan kecemburuan bagi Jack. Dia merasa dirinya tergantikan karena baginya seorang kakak harus menjadi pendukung adiknya dalam setiap langkah. Bahkan, Rachel memutuskan untuk mengikuti kontes pencarian bakat di sekolahnya berkat dorongan semangat dari Ashley Too.
Sayangnya, enggak semua hal bisa dilakukan cuma bermodalkan semangat dan kepercayaan diri. Menjadi Ashley O dan menarikan salah satu koreografi lagunya sejak awal bukanlah hal yang cocok dengan Rachel. Menari bukan kemahiran Rachel. Meski Rachel sudah berlatih keras, penampilannya kaku dan canggung. Kepercayaan dirinya sirna seketika setelah dia terjatuh di atas panggung. Rachel merasa lebih menyesal karena telah mengecewakan Ashley Too.
Melihat hal itu, Jack merasa Ashley Too telah membawa pengaruh buruk dengan segala omong kosong yang ditanamkannya kepada Rachel. Jack memutuskan untuk menyimpan Ashley Too dan hal itu membawa perseteruan di antara mereka. Sepintas, kalian akan menduga bakal ada masalah di keluarga ini. Nyatanya, bukan masalah keluarga dalam kehidupan remaja yang ingin diusung dalam “Rachel, Jack, and Ashley Too”.
Enggak lama setelah perseteruan mereka, Ashley koma. Rachel bersedih dan berhenti bicara kepada Ashley Too, namun hubungannya dengan Jack juga enggak membaik. Sampai enam bulan kemudian, Rachel enggak mau bicara sama sekali meski Jack berusaha menjangkaunya. Lalu, Ashley Too menyala kembali secara enggak sengaja. Melihat berita soal Ashley yang masih koma, Ashley Too menjadi kacau.
Saat memeriksa Ashley Too di laboratorium ayah mereka, Jack malah menghapus firewall dan “menghidupkan” Ashley dalam Ashley Too. Misi penyelamatan pun dimulai karena Ashley Too mengetahui bahwa bibi yang merangkap manajernya, Catherine Ortiz, sengaja membuat Ashley koma demi menguras kreativitasnya dengan membaca sinyal otaknya. Di luar dugaan, misi penyelamatan berhasil dan episode terakhir di musim kelima ini pun berakhir bahagia.
Butuh lebih dari setengah episode bagi Charlie Brooker dan sutradara Anne Sewitsky buat bikin episode ini masuk ke masalah utama. Masalah itu adalah tekanan dan teror yang dirasakan oleh Ashley selama dirinya koma dan dikuras oleh bibinya yang hanya memikirkan keuntungan dan uang. Meski begitu, sebenarnya teror yang biasanya ada di Black Mirror enggak muncul dalam episode ini.
Oke, ada seorang penyanyi terkenal yang merasa terkekang, diatur, dikontrol, dan berusaha menjadi dirinya meski hal itu mungkin enggak bisa diterima banyak orang. Namun, apa konsekuensi dari keberadaan teknologi pembacaan otak dan bintang hologram? Sebagaimana Ashley Too, konklusi episode ini pun terlalu positif dan optimistis.
Ditambah lagi, episode ini juga seakan menggambarkan kehidupan sebenarnya Miley Cyrus yang berperan sebagai Ashley O. Keluar dari citra Hannah Montana cukup sulit buat Cyrus. Begitu dia melakukannya, malah banyak yang mencibir. Langkahnya enggak cukup diapresiasi.
Meski begitu, pesan untuk lepas dari pendapat orang cukup penting disampaikan. Cyrus merasa bisa menjadi dirinya dengan lagu-lagunya sekarang. Begitu juga dengan Ashley O yang ternyata lebih menyukai genre punk rock dan menikmati penampilannya meski cuma di kelab gelap pinggir jalan.
Black Mirror season 5 sepertinya mencoba suasana baru yang lebih positif untuk semestanya. Episode 1, "Striking Vipers", berakhir “bahagia” dengan teknologi realitas virtual yang menjadi sarana mengeksplorasi seksualitas. Episode kedua yang berjudul “Smithereens” pun lebih menekankan kritik sosial mengenai kecanduan masyarakat terhadap aktivitas yang berfokus pada ponsel.
Episode 3 ini tidak menampilkan “kejahatan” teknologi, melainkan pengguna yang memanfaatkan teknologi tersebut untuk keuntungannya sendiri. Episode ini seakan disiapkan untuk menyasar penonton yang lebih luas, yang enggak terbiasa dengan Black Mirror yang kelam.
Nah, apakah kalian sudah menonton Black Mirror season 5? Bagaimana tanggapan kalian dengan tiga episode yang dihadirkan, khususnya "Rachel, Jack, and Ashley Too"? Kasih tahu pendapat kalian di kolom komentar, ya!