Layanan streaming Netflix bisa dibilang sudah menemukan formula untuk menggarap proyek adaptasi live action dengan baik. Sebab, meski sempat dikritik lewat sejumlah proyek live action anime sebelumnya, satu tahun terakhir ini Netflix justru merilis dua proyek adaptasi live action yang menuai pujian. Kedua proyek yang dimaksud adalah One Piece (OP) yang rilis pada 2023 lalu, serta Avatar: The Last Airbender (ATLA) yang baru rilis pada 2024 ini.
Baik live action Avatar ataupun One Piece pun menuai pujian serta kritikan dari sejumlah reviewer. Jika mengacu pada skor di situs Rotten Tomatoes, rating live action OP pun jauh lebih unggul dengan skor 85%, sementara itu live action ATLA hanya memiliki skor 60%. Meski begitu, sampai saat ini masih sering muncul perdebatan terkait siapa yang jadi proyek live action lebih baik antara keduanya.
Nah, berikut ini KINCIR akan membahas sejumlah alasan mengapa live action Avatar: The Last Airbender enggak lebih baik dari live action One Piece. Yuk, simak!
Alasan live action Avatar lebih buruk dari One Piece
1. Pengemasan cerita
Live action Avatar dan One Piece sama-sama memiliki total delapan episode pada musim pertamanya. Bagi live action ATLA, delapan episode tersebut adalah gabungan dari total 20 episode pada musim pertama kartunnya. Sementara itu, bagi One Piece total delapan episode tersebut adalah gabungan dari puluhan episode pada versi anime-nya yang terdiri atas beberapa arc berbeda.
Meski begitu, pengemasan cerita pada live action One Piece yang terdiri dari gabungan puluhan episode anime terasa lebih nyaman buat diikuti ketimbang live action ATLA. Hal ini bisa dilihat dari perjalanan Luffy yang jelas dari satu episode ke episode berikutnya hingga akhir. Hasilnya, penonton yang belum pernah nonton anime-nya akan tetap bisa mengerti garis besar cerita dari gabungan puluhan episode tersebut.
Sementara itu, pengemasan cerita di live action ATLA terkadang terasa lompat-lompat dari satu episode ke episode lain. Selain itu, ada juga beberapa arc cerita dari versi kartunnya yang terasa aneh ketika digabungkan menjadi satu episode di live action-nya. Bahkan, penggabungan arc di live action ATLA terkadang terasa merusak perkembangan karakternya jika dibandingkan dengan versi kartunnya.
2. Motif karakter utama
Sekadar mengingatkan, karakter utama dari live action OP adalah Monkey D. Luffy, sementara protagonis di live action ATLA adalah Aang. Motif Luffy sebagai karakter utama sejak awal anime atau serial live action-nya pun sudah jelas, yaitu ingin menjadi raja bajak laut dan menemukan One Piece. Hal ini juga yang kemudian mendorongnya bertualang untuk mencari kru bajak lautnya.
Sementara itu, Aang dikisahkan sebagai bocah 12 tahun yang secara tiba-tiba mendapat tanggung jawab untuk menjadi Avatar, sosok yang menjaga keseimbangan dunia. Meski sempat tidak menginginkannya, Aang akhirnya mengambil tanggung jawab tersebut dan berusaha mengalahkan Raja Api Ozai agar dunia bisa damai lagi. Hal ini kemudian jadi motif utama baginya buat belajar elemen lain.
Sayangnya, Aang dalam versi live action-nya belum memiliki motivasi tersebut pada musim pertamanya. Yap, Aang belum mau menjalani tugas sebagai Avatar sepenuhnya, sehingga ia belum ingin mengalahkan Raja Api Ozai atau sekadar belajar elemen lain. Hal inilah yang bikin perjalanan Luffy sebagai karakter utama jadi terasa lebih menarik bagi penonton, ketimbang Aang yang arahnya belum jelas.
3. Hubungan antarkarakter utama
Selain kurangnya motivasi Aang sebagai karakter utama, serial live action ATLA juga terbilang enggak terlal berhasil dalam menggambarkan hubungan antarkarakternya, khususnya Tim Avatar. Yap, tim yang terdiri atas Aang, Katara, dan Sokka ini sangat terasa kurang momen bonding di serial live action-nya. Ketiganya seolah memiliki perjalanan arc sendiri di hampir setiap episode, dan seperti tidak butuh satu sama lain buat menyelesaikan masalahnya.
Hal ini pun membuat penonton juga jadi enggak terlalu terikat dengan hubungan Tim Avatar. Padahal, dalam versi kartunnya hubungan ketiga karakter ini memiliki peran yang penting terhadap jalan cerita. Sebab, kalau bisa dibilang versi kartunnya ‘road movie’ dari Aang, Sokka, dan Katara. Penonton justru lebih tertarik dengan hubungan antara Zuko dengan Iroh, ketimbang trio Tim Avatar yang jadi protagonis utama.
Sementara itu, live action One Piece bisa dibilang jauh lebih baik dalam menggambarkan hubungan antarkarakter utamanya. Sebab, momen Luffy mengenal kandidat krunya berlangsung secara bertahap di setiap episode, seolah kita juga ikut berkenalan dengan mereka. Bahkan, Sanji yang baru bergabung dengan krunya Luffy menjelang akhir serial terasa jauh lebih bonding, ketimbang trio tim Avatar yang sudah saling bertemu sejak awal season.
4. Performa akting sebagian pemain
Salah satu kesamaan antara live action OP dengan ATLA adalah keduanya mendapatkan pujian karena pemilihan pemain yang dianggap cocok dengan karakter di versi animasinya. Namun, sentimen kritikus serta penonton terhadap performa akting para pemain utama antara kedua proyek live action ini bisa dibilang cukup berbeda.
Sebab, live action ATLA mendapat cukup banyak kritikan terkait performa akting pemainnya yang terasa kaku dan kurang natural, khususnya Kiawentiio selaku pemeran Katara. Sementara itu, hampir enggak ada sentimen negatif terhadap performa akting para pemain utama live action OP .
Meski bagitu, ada alasan khusus mengapa hal ini bisa terjadi. Soalnya, sebagian besar pemain utama pada live action OP sudah punya ‘jam terbang’ akting yang cukup banyak, walau proyek mereka bukan yang terlalu besar, seperti Mackenyu selaku aktor Zoro yang sudah jadi aktor kawakan Jepang. Sementara itu, pemain utama di live action ATLA didominasi oleh aktor pendatang baru sehingga bisa sedikit diwajarkan adanya ketimpangan kualitas akting.
5. Kualitas efek visual
Sebagai proyek live action yang diadaptasi dari serial animasi bertema aksi-fantasi, tentunya live action Avatar dan One Piece sama-sama mengandalkan efek visual. Penggunaan CGI di live action ATLA terkesan lebih banyak ketimbang OP. Sebab, momen pertarungan di ATLA menggunakan empat elemen yang Cuma bisa ditampilkan lewat CGI, sementara OP lebih mengandalkan koreografi walau tetap ada sedikit sentuhan CGI.
Eksekusi CGI untuk adegan bertarung pada kedua proyek live action bisa dibilang sama-sama bagus dan punya keunggulan masing-masing. Namun, dalam hal penggunaan efek visual sebagai latar tempat, OP bisa dibilang lebih unggul. Hal ini karena OP lebih banyak syuting di outdoor atau lokasi sungguhan, tapi dengan tambahan CGI sehingga latar tempatnya tetap terlihat realistis.
Di sisi lain, live action ATLA tampaknya melakukan sebagai besar proses produksinya di dalam studio dan mengandalkan green screen untuk menciptakan latar tempat. Nah, kualitas CGI untuk mewujudkan lokasi tersebut kurang baik, serta pencahayaannya juga yang tidak baik sehingga enggak terlihat natural.
***
Nah, itulah sejumlah alasan yang bikin live action Avatar: The Last Airbender enggak lebih baik dari live action One Piece. Apakah kamu sepakat dengan sejumlah alasan tersebut? Share pendapat kamu dan ikuti terus KINCIR untuk artikel menarik lainnya, ya!