kekurangan live action avatar netflix

7 Hal Mengganggu di Avatar: The Last Airbender Versi Netflix, Kamu Setuju?

Pada 22 Februari lalu, kita kedatangan serial live action Avatar: The Last Airbender yang tayang secara eksklusif di layanan streaming Netflix. Seperti yang kamu ketahui, serial ini merupakan adaptasi dari kartun berjudul sama produksi Nickelodeon yang sempat populer pada era 2000-an. Respons untuk serial live action ini pun bisa dibilang bercampur, ada yang suka, tapi ada juga yang kurang menikmatinya.

Sebagian besar pujian ditujukan kepada pemilihan pemain yang dianggap cocok dengan karakter di kartunnya, serta secara keseluruhan lebih baik dari adaptasi film live action yang rilis 2010 lalu. Namun, harus diakui bahwa serial live action ini masih memiliki banyak kekuarangan di berbagai aspek. Bahkan, beberapa di antara kekurangan tersebut ada yang sampai mengganggu sewaktu menonton.

Nah, berikut ini KINCIR sudah merangkum deretan hal yang mengganggu di live action Avatar: The Last Airbender. Yuk, simak!

Hal mengganggu di live action Avatar: The Last Airbender Netflix

1. Akting beberapa pemain yang terasa kurang

Istimewa

Pemilihan pemain dari proyek live action Avatar: The Last Airbender memang menuai pujian karena dianggap mirip dengan karakter di versi kartunnya. Namun, kualitas akting dari sejumlah pemain di serial ini justru mendapatkan kritik yang cukup banyak karena dianggap terlalu kaku. Hal ini sebenarnya bisa diwajarkan, karena sebagian aktor di serial ini adalah pendatang baru atau belum punya jam terbang yang banyak.

Meski begitu, kualitas akting yang kurang baik tersebut akan terasa mengganggu jika datang dari pemain utamanya. Salah satu contoh pemain yang paling banyak dikritik adalah Kiawentiio selaku pemeran Katara yang jadi salah satu karakter utama serialnya. Akting Kiawentiio dianggap terasa enggak natural dan juga kurang ekspresif di beberapa adegan.

Well, semoga saja kekurangan terkait akting ini bisa diperbaiki seandainya serial live action-nya benar-benar berlanjut ke season 2.

2. Kualitas CGI yang enggak terlalu maksimal

Istimewa

Kualitas efek visual CGI tentunya menjadi hal penting dalam menghidupkan berbagai elemen yang ada dalam serial animasinya. Secara garis besar, sebenarnya penggunaan CGI untuk penggambaran keempat elemen sewaktu bertarung sudah cukup baik, termasuk saat menampilkan makhluk-makhluk seperti Appa dan Momo. Namun, ada penggunaan CGI yang terasa cukup mengganggu.

Penggunaan efek visual yang dimaksud adalah saat ada adegan yang memakai green screen sebagai latar lokasinya. Sebab, sangat terlihat kalau latar adegannya berlangsung bukanlah lokasi asli, dan proses syutingnya dilakukan dalam sebuah studio. Hal ini terjadi karena kualitas CGI untuk mewujudkan lokasi tersebut kurang baik, serta pencahayaannya juga yang tidak baik sehingga enggak terlihat natural.

3. Kurangnya momen bonding tim Avatar

Di luar aspek teknis, ada juga beberapa hal mengganggu di live action Avatar yang berkaitan dengan penceritaannya. Salah satu yang terbesar adalah kurangnya adegan bonding atau momen yang menggambarkan kedekatan hubungan Aang dengan Sokka dan Katara. Ketiga karakter ini seolah memiliki perjalanan arc-nya sendiri di hampir setiap episode, dan seperti tidak butuh satu sama lain buat menyelesaikan masalahnya.

Hal ini pun terbilang membuat penonton juga jadi enggak terlalu terikat dengan hubungan tim Avatar. Padahal, dalam versi serial animasinya hubungan ketiga karakter ini memiliki peran yang sangat penting terhadap jalan cerita. Kalau bisa dibilang bahkan animasi The Last Airbender sebenarnya adalah ‘road movie’ dari Aang, Sokka, dan Katara.

4. Jatah tampil Appa dan Momo yang kurang

Selain kurangnya momen bonding Aang, Katara, dan Sokka, serial live action-nya juga enggak terlalu banyak menampilkan Appa dan Momo. Hal ini tentunya disayangkan, mengingat Appa dan Momo sebenarnya adalah anggota tim Avatar dan punya peran cukup besar di jalan cerita, walau hanya berwujud binatang.

Kurangnya screentime dari mereka berdua di live action ini membuat Appa terasa hanya jadi kendaraan ketika Aang dan lain butuh transportasi, sementara Momo Cuma jadi karakter yang sekadar ada karena eksis di animasinya. Appa dan Momo benar-benar enggak memiliki peran yang penting dalam live action ini.

Akibatnya, penonton jadi tidak terlalu peduli ketika Momo sempat mengorbankan dirinya di episode terakhir, karena sebelumnya tidak ada build up yang bikin audiens lebih terikat ke sang lemur. Padahal, dalam serial animasinya sempat ada episode yang hanya berfokus pada kisah Appa dan Momo, dan masih bikin penonton emosional tanpa harus melibatkan Aang, Katara, dan Sokka.

5. Kepribadian Bumi yang diubah

Lewat serial live action ini kita bisa melihat penampilan dari Bumi selaku pemimpin dari wilayah Omashu sekaligus sahabat Aang sewaktu kecil. Dalam versi kartunnya, Bumi dikisahkan sebagai sosok yang jenius, tapi juga jahil sehingga sempat mengerjai Aang ketika mereka baru bertemu lagi setelah 100 tahun. Terlepas dari kejahilannya, Bumi sangat rindu dengan Aang dan peduli terhadap sang Avatar.

Sosok Bumi di live action The Last Airbender juga masih dikisahkan sebagai teman lamanya Aang, tapi kepribadiannya diubah cukup jauh. Sebab, dalam serial live action-nya, Bumi terlihat cukup menyalahkan Aang atas segala konflik yang terjadi karena menghilang selama 100 tahun.

Pada akhir episodenya, Bumi memang kembali menjalin hubungan baik dengan Aang. Namun, perubahan kepribadian tersebut tetap agak merusak hubungan persahabatannya dengan Aang yang sebenarnya sangat dekat dan saling menyayangi dalam serial animasinya.

6. Penggabungan beberapa episode kartun yang terasa kurang pas

Sekadar mengingatkan, serial animasinya memiliki total 20 episode, sementara itu versi serial live action-nya hanya punya delapan episode. Total delapan episode tersebut merupakan hasil penggabungan dari beberapa cerita di serial animasinya. Beberapa di antaranya memang ada yang berhasil dan nyambung antara satu sama lain, tapi banyak juga penggabungan episode yang kurang berhasil.

Salah satunya adalah episode Omashu tentang Bumi, Jet, Sai, dan Secret Tunnel yang digabungkan. Dalam serial animasinya, seluruh arc itu dibagi jadi empat episode berbeda, dan masing-masing punya peran besar untuk perkembangan karakternya. Contohnya, episode Jet jadi perkembangan karakter bagi Katara dan Sokka, dan episode tentang Sai seharusnya menggambarkan kejeniusan Sokka.

Sementara itu, episode yang berkaitan dengan Secret Tunnel sebenarnya baru ada di season 2 serial animasinya, dan jadi momen romantis pertama bagi Katara dan Aang. Namun, di serial live action momen di Secret Tunnel tersebut justru jadi momen kakak-adik buat Sokka dan Katara.

Penggabungan episode ini pun agak merusak perkembangan karakternya. Apalagi, durasi episodenya yang terbilang enggak terlalu panjang sehingga penyelesaian dari masing-masing konfliknya juga harus berlangsung dengan cepat.

7. Aang yang hingga akhir season belum bisa mengendalikan elemen selain udara

Salah satu tugas dari seorang Avatar adalah untuk bisa mengendalikan keempat elemen, yaitu udara, air, bumi, dan api. Makanya, dalam serial animasinya, Aang bergegas untuk ke Kutub Utara untuk mendapatkan master yang bisa mengajarinya pengendalian air. Bahkan, di pertengahan musimnya, Aang sebenarnya sudah bisa sedikit melakukan pengendalian air setelah belajar bersama Katara.

Meski begitu, sosok Aang yang ada dalam serial live action-nya belum bisa mengendalikan elemen apapun selain udara. Bahkan, Aang masih belum terlihat menunjukkan ketertarikan untuk belajar elemen lain hingga akhir musim pertamanya. Padahal, jika mengacu pada kartunnya, Aang seharusnya sudah fokus untuk belajar elemen bumi pada musim keduanya.

***

Nah, itulah sejumlah hal yang mengganggu dari serial live action Avatar: The Last Airbender. Apakah kamu sepakat dengan sejumlah kekurangan tersebut? Share pendapat kamu dan ikuti terus KINCIR untuk artikel menarik seputar serial lainnya, ya!

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.