Memerankan Bella Baxter, seorang “manusia buatan laboratorium” hasil tangan dari Dr. Goodwin Baxter, tentu adalah hal yang menantang bagi aktrisnya, yakni Emma Stone. Masalahnya, Bella Baxter sendiri adalah manusia yang dibangkitkan dari kematiannya dan diberikan otak janinnya yang turut meninggal saat ia bunuh diri. Otomatis, walaupun penampilannya terlihat seperti perempuan matang, Bella Baxter memiliki pikiran yang seperti anak-anak dan hal itu memengaruhi perilakunya.
Diceritakan bahwa Bella Baxter akhirnya kabur bersama Duncan Wedderburn, seorang pengacara yang arogan dan necis, dan di sanalah momen di mana dia mulai mengenal dunia luar dan belajar untuk bertumbuh dengan cara yang unik, mengingat tampilannya adalah wanita biasa.
Enggak semua orang bisa memerankan karakter Bella Baxter yang kompleks dengan mudah, tetapi Emma Stone berhasil buat melewatinya bahkan mendapatkan penghargaan Academy Awards sebagai aktris terbaik karena peran tersebut. Lantas, apa saja sih hal yang menarik dari pengalaman Emma Stone berperan sebagai Bella Baxter? Mari simak di sini.
Fakta menarik akting peran Emma Stone dalam Poor Things
Bella Baxter harus menari dengan buruk
Pada suatu pesta dansa, musik tango yang didengar oleh Bella Baxter begitu menarik dan tubuhnya pun mulai bergerak sebagai ekspresi bahwa ia menikmati musik tersebut. Namun, layaknya anak-anak yang bahkan belum tahu apa itu menari dan bagaimana cara menari yang baik, Bella pun maju ke lantai dansa dengan gerakan yang aneh. Duncan pun segera menghampirinya dan mengajaknya menari yang benar supaya ia enggak memalukan.
Fun fact, Mark Ruffalo selaku pemeran Duncan bukanlah penari yang baik, bahkan tubuh dan gerakannya kaku saat menari. Sebaliknya, Emma Stone yang berperan sebagai Bella justru pintar menari. Sangat unik saat melihat Emma Stone harus pura-pura enggak bisa menari dan Mark Ruffalo harus pura-pura bisa berdansa.
Eksperimen dan pengalaman paling terbaik
Bella Baxter merasa bahwa kerjasamanya dengan sang sutradara, Yorgos Labthimos, dalam film ini, adalah eksperimen yang paling beda dan enggak menyenangkan. “Enggak bisa dipelajari dari mana pun!”, kata Emma Stone dalam wawancaranya dengan LA.
Pasalnya, sisi psikologi makhluk eksperimen kayak Bella Baxter ini enggak akan bisa disamakan dengan makhluk mana pun di dunia. Bukan cuma karena Bella Baxter punya pikiran yang sedang bertumbuh layaknya anak-anak, tetapi karena pertumbuhan pikirannya itu terlalu cepat. Emma Stone pun harus menyesuaikan diri dengan peran seorang dewasa berpikiran anak-anak yang sedang belajar tentang dunia dan terlalu cepat bertumbuh. Ia harus menyesuaikan enggak hanya raut wajah, tetapi cara Bella berjalan, cara Bella menggoyangkan tubuh, berinteraksi dengan orang-orang, dan sebagainya.
Saking sulitnya sampai ingin muntah
Anak kecil pastilah akan selalu tertarik dengan makanan. Hal itu tentu berlaku pada Bella Baxter yang punya pikiran kanak-kanak. Nah, ada adegan di mana Bella menemukan banyak kue tar Portugis dan dia begitu semangat memakannya.
Emma Stone, yang enggak terbiasa makan secara rakus, sempat muntah karena adegan tersebut. Pasalnya, jumlah kue yang harus dimakan sampai dengan 60 buah!
Bukan cuma adegan kue, adegan lain yang bikin dia mual adalah saat Bella Baxter harus melihat pembusukan manusia.
Banyaknya adegan seks dan ketelanjangan yang harus dilakoni
Salah satu kontroversi yang menyeruak dalam Poor Things adalah banyaknya adegan seks dan ketelanjangan yang melibatkan Bella Baxter. Masalahnya, Bella Baxter sendiri digambarkan punya otak “minor” atau anak-anak dan ada banyak adegan di mana ia mengeksplorasi seksualitasnya sendiri atau bersama orang lain pada saat menjadi sex worker misalnya, dengan cara liar karena ia merasa hal itu menyenangkan. Bella bahkan mempertanyakan kenapa orang-orang enggak melakukan hal itu terus-menerus.
Adegan-adegan ini harus dilakukan dengan mindset “manusia murni” yang memahami seksualitas sebagai hal baru buat dia. Tentu sulit dilakukan oleh orang dewasa yang udah memahami hal semacam ini. Untuk itu, dilibatkanlah koordinator keintiman buat adegan-adegan tersebut.
Koordinator keintiman menata para aktor supaya enggak kaku dan lebih rileks saat menjalani adegan-adegan tersebut. Mereka juga memastikan bahwa suasana pada pengambilan gambar adegan seks cukup privat sehingga para aktor enggak merasa terganggu.
Tertarik dengan Metafora-nya
Kalau dilihat sekilas saja tanpa ditinjau lebih lanjut, karakter Bella Baxter ini hanya seperti karakter robot yang berpetualang. Namun, metafora dari perkembangan dirinya jauh lebih dalam. Itulah yang bikin Emma Stone tertarik buat memerankan Bella Baxter.
Bella, seorang perempuan, dengan otak yang di-reset bak bayi, menyimbolkan perempuan yang ‘lepas’ dari aturan norma atau anggapan tentang bagaimana menjadi perempuan dan becoming herself just the way it is. Pencariannya yang jujur, yang bebas dari dogma, menjadikannya sebagaimana dirinya ingin menjadi.
Namun, bukan cuma sekadar bebas, dalam perjalanannya pun Bella Baxter menemukan kenyataan mengenai adanya relasi kuasa, aturan, dan tentu saja kebebasan untuk memilih yang terbatasi oleh orang lain dan struktur masyarakat. Hal ini cuma bisa dialami oleh “anak-anak” dalam wujud orang dewasa yang langsung masuk ke realita saat pikirannya masih pikiran kanak.
Mencoba dan cukup berhasil buat push the limit saat menjadi Bella Baxter dan memasuki dunia yang “aneh” dalam Poor Things, wajar jika Emma Stone mendapatkan penghargaan best actress itu. Nah, bagaimana pendapatmu tentang totalitas aktris ini?