*(SPOILER ALERT) Artikel ini sedikit mengandung bocoran film The East yang mungkin mengganggu buat kalian yang belum nonton.
Pernah dengar lirik “Kalau hanya senyum yang engkau berikan, Westerling pun tersenyum”? Betul sekali, lirik tadi adalah penggalan dari lagu Iwan Fals yang berjudul “Pesawat Tempur”. Namun, siapa sebenarnya Westerling? Kenapa Iwan Fals sampai mengabadikannya dalam sebuah lagu yang begitu fenomenal dalam karier bermusiknya?
Westerling adalah seorang tentara Belanda yang pernah memimpin sebuah misi di Sulawesi Selatan. Westerling dikenal sebagai seorang yang bengis dan tak kenal ampun saat mengeksekusi masyarakat Indonesia. Cerita kebengisan Westerling itu dibingkai dalam sebuah film Belanda berjudul The East atau dalam Bahasa Belanda berjudul De Oost. Kamu sudah bisa menyaksikannya dalam platform Mola TV sejak 7 Agustus 2021.
Sinopsis dan Review Film The East atau De Oost
Benturan Nurani Seorang Perwira
Film The East bercerita tentang seorang pemuda bernama Johan de Vries yang memutuskan untuk bergabung dengan militer Belanda. Dia ditempatkan di Hindia dan diberi tugas di Semarang. Suatu hari, de Vries terlibat sebuah konflik dengan sisa-sisa tentara Jepang.
Ketika kondisi makin kisruh. Tiba-tiba seorang Belanda dengan atribut tentara datang dan menggebrak tentara Jepang itu hingga ketakutan. Orang tersebut adalah Raymond Westerling. Westerling sudah terkenal di Indonesia, karena merupakan tentara senior yang sudah berperang di banyak negara.
Sejak kejadian itu, de Vries semakin dekat dengan Raymond dan mengaguminya. Bahkan ketika pemimpin satuan de Vries tak mendengarkannya tentang petunjuk lokasi pejuang Indonesia, de Vries mengadukannya pada Raymond dan mereka melakukan operasi sendiri untuk membunuh para pejuang Indonesia. Namun, giat perjuangan rakyat Indonesia masih membara. Sebab itu Belanda semakin melebarkan ekspansinya lebih luas hingga ke Sulawesi.
Raymond ditunjuk untuk memimpin satuan dengan beberapa anak buah, salah satunya adalah de Vries. Namun, di Sulawesi itulah kebengisan Raymond mulai tampak. Ia membantai rakyat Indonesia dengan keji. Tanpa pengadilan, orang-orang Indonesia ditembak dengan seenak hati. Disitulah batin de Vries menolak, ia merasa apa yang dilakukan Raymond sudah sangat berlebihan.
The East Dipuji dan Dicaci
Film The East mendapat banyak pujian dari berbagai kalangan. Sutradara film, Jim Taihuttu adalah seorang keturunan Maluku yang kakeknya adalah tentara Indonesia. Dia merasa dekat dengan apa yang terjadi di Indonesia puluhan tahun silam. Banyak orang memuji film ini lantaran berani menyuarakan kebenaran.
Selama ini, di Belanda tak banyak yang tahu jika negerinya pernah menjajah sebuah negara bernama Indonesia. Kalaupun ada, sudut pandang positif yang ditekankan dari penjajahan Belanda terhadap Bumi Pertiwi selama berabad-abad lamanya. Film ini dianggap sebagai pengakuan jika Belanda pernah melakukan kekejaman terhadap orang-orang Indonesia.
Namun, selain dapat banyak pujian, film ini juga mendapat banyak kritik dan cacian. Beberapa berpendapat jika cerita film ini terlalu berlebihan dan tidak sesuai fakta sejarah. Bahkan,anak Westerling, terang-terangan merasa keberatan atas penggambaran ayahnya yang dirasa begitu kejam dalam film. Sang anak bahkan bilang kalau ayahnya justru disegani di Indonesia hingga mendapat julukan ‘Ratu Adil’.
Pro dan kontra film The East masih terjadi. Terlepas dari siapa yang betul, yang jelas film ini memang film fiksi. Tokoh de Vries memang fiktif. Namun, penggambaran Raymond Westerling diyakini mendekati sosok aslinya. Jim Taihuttu dan tim bahkan melakukan riset selama empat tahun agar tak banyak fakta sejarah yang meleset.
Film Langka yang Menguak Sejarah Indonesia
Dikarenakan fakta sejarah yang belum banyak orang tahu, bisa dibilang film ini jadi begitu langka. Ya, berapa banyak film luar negeri yang bercerita tentang peperangan di Indonesia? Mungkin baru film ini yang menyajikannya secara detail dan merujuk pada sosok asli.
Di Indonesia, film-film tentang penjajahan sudah begitu banyak. Di antaranya Trilogi Merdeka, Sang Kiai (2013), atau Laskar Pemimpi (2010), semua bercerita tentang latar Indonesia dalam masa penjajahan. Sementara di luar negeri, tak banyak film yang melihat peperangan di Indonesia sebagai sebuah ide cerita yang menarik.
Bukan Film Biopik
Meski mengangkat Raymond Westerling sebagai salah satu aktor utama, ini bukan film biopik atau dokumenter yang jalan ceritanya 100 persen asli. Film The East adalah film fiksi dengan riset yang cukup matang.
Jadi, ini adalah interpretasi sutradara terhadap sosok seorang Raymond Westerling dan apa yang terjadi ketika petaka Agresi Militer Belanda II (Operation Kraai) terjadi. Menurut beberapa sumber buku, kekejaman Westerling digambarkan melebihi apa yang ditampilkan dalam film.
Ditampilkan Abu-Abu
Sayangnya, film ini masih abu-abu dalam menyajikan mana pihak antagonis dan mana pihak protagonis. Di film ini, pejuang Indonesia disebut pemberontak. Orang-orang ini dicitrakan layaknya preman yang kejam. Bahkan, ada satu adegan di mana pemberontak ini menyekap orang Indonesia lain.
Tak diceritakan mengapa para pemberontak melakukan itu dan apa masalah awalnya. Lalu, ketika Westerling mulai pembantaian di Sulawesi, penonton tidak diberi tahu apa yang sebetulnya terjadi di Sulawesi. Serta, seberapa besar ancaman Indonesia bagi Belanda saat itu sampai-sampai Westerling membantai banyak orang di sana.
Dua Warna dalam Dua Alur yang Berbeda
Film The East menceritakan dua alur: Ketika De Vries berada dalam medan perang di Indonesia, dan ketika de Vries telah kembali ke Belanda.
Ketika menceritakan de Vries di Indonesia, warna film yang dipakai cukup hangat, menggambarkan suasana iklim Indonesia. Namun, ketika alur berpindah ke masa-masa de Vries pulang perang, warna yang dipakai lebih abu-abu, menguatkan iklim Eropa yang dingin.
Permainan warna ini cukup baik. Selain membuat penonton mengerti bahwa alur ceritanya sedang berpindah, ini juga jadi cara lain supaya penonton merasakan suasana yang tengah dialami oleh karakter yang tengah muncul di layar.
Buatan Belanda dengan Segelintir Pemain Lokal
Film ini diproduksi oleh New Amsterdam Film Company dengan sutradara Jim Taihuttu. Film ini benar-benar buatan Belanda meski ada beberapa orang Indonesia yang mensukseskan proyek film ini. Selain di belakang layar, di depan layar kita menemukan beberapa aktor kondang Tanah Air yang biasa muncul di film-film dalam negeri, seperti Yayu Unru, Lukman Sardi, dan Putri Ayudya.
Selain nama-nama itu, ada juga Denise Aznam, seniman berdarah Indonesia kelahiran Belanda yang berdomisili di Amsterdam. Dia berperan sebagai Gita, seorang pelacur yang membuat de Vries jatuh hati. Denise begitu berani melakukan adegan-adegan di depan layar yang membuat sisi manusia de Vries semakin terungkap.
***
Jadi buat kamu yang penasaran dengan film ini, The East atau De Oost sudah bisa ditonton di Mola TV. Cocok banget buat ditonton dalam suasana bulan kemerdekaan seperti sekarang. Buat kamu yang sudah nonton, bagikan di kolom komentar, ya.