*Spoiler Alert: Review film Shazam! Fury of the Gods mengandung bocoran yang bisa saja mengganggu kamu yang belum menonton.
Pada 2019, Warner Bros. merilis film Shazam! (2019) yang resmi membuat Shazam bergabung dalam DC Extended Universe (DCEU). Empat tahun setelah perilisan film tersebut, Warner Bros. akhirnya merilis sekuelnya, yang diberi judul Shazam! Fury of the Gods, yang merupakan salah satu film DCEU yang dirilis sebelum peluncuran DC Universe rancangannya James Gunn dan Peter Safran.
Fury of the Gods kembali digarap oleh sutradara film pertamanya, yaitu David F. Sandberg atau yang mungkin lebih kamu kenal dengan nama ponysmasher. Shazam kembali diperankan oleh Zachary Levi, sedangkan Billy Batson kembali diperankan oleh Asher Angel. Selain mereka, Fury of the Gods juga dibintangi oleh Helen Mirren, Lucy Liu, Rachel Zegler, Jack Dylan Grazer, dan aktor ternama lainnya.
Shazam! Fury of the Gods berlatar waktu sekitar 2—3 tahun setelah kejadian dari film pertamanya, yang mana Billy Batson dan saudara-saudaranya sudah sering melakukan aksi heroik di Philadelphia. Hingga suatu hari, tiga dewi yang disebut sebagai Daughters of Atlas tiba-tiba melakukan kekacauan, serta mengancam Billy dan saudara-saudaranya.
Review film Shazam! Fury of the Gods
Tampilkan proses Billy Batson mengenal lebih dalam dirinya dalam versi Shazam
Jika kita kilas balik, film pertamamya memperlihatkan bagaimana seorang remaja bernama Billy Batson bisa mendapatkan kekuatan super dan bertransformasi menjadi orang dewasa setiap dia mengucapkan kata ajaib, “Shazam!”. Tanpa dibimbing siapa pun, Billy dan saudara angkatnya, yaitu Freddy Freeman, mencari tahu sendiri apa saja kekuatan yang dimiliki Billy ketika dia bertransformasi menjadi sosok dewasa.
Nah, Fury of the Gods berlatar waktu sekitar 2 atau 3 tahun setelah kejadian film pertamanya, yang mana Billy semakin dekat menuju usia 18 tahun. Walau sudah bertahun-tahun menjadi pahlawan Philadelphia, Billy ternyata masih belum mengenal sepenuhnya dirinya dalam versi dewasa. Bahkan di film ini, Billy baru tahu bahwa ternyata dia dianugerahkan kearifannya Solomon. Soalnya selama ini, sifat arif tersebut tidak terlalu tampak pada perilakunya Billy.
Fury of the Gods bisa dibilang sebagai proses Billy dalam mengeksplorasi kearifannya Solomon yang baru diketahuinya. Herannya lagi, Billy dan saudara-saudaranya ternyata masih belum menemukan nama superhero mereka padahal sudah beraksi selama bertahun-tahun. Nah, Fury of the Gods memberikan jawaban bagi Billy dan saudara-saudaranya bahwa nama superhero mereka adalah Shazam, dari kata ajaib yang selalu mereka ucapkan selama bertahun-tahun.
Selain menjadi proses Billy mengenal Shazam lebih dalam, Fury of the Gods kembali mengangkat konflik keluarga, baik dari sisi Billy maupun dari sisi villainnya. Jika film pertama memperlihatkan Billy yang ingin keluar dari keluarga angkatnya, film keduanya malah memperlihatkan bagaimana perjuangan Billy untuk terus bersama saudara-saudara angkatnya dalam menjalankan aksinya sebagai superhero.
Semua aktor tampil cukup baik. Namun beberapa karakternya, khususnya villain, terlihat tidak konsisten
Jika ngomongin masalah akting, semua aktor yang tampil di Fury of the Gods berhasil menampilkan bagiannya masing-masing dengan sangat baik. Tidak ada yang terlihat lebih menonjol dibandingkan aktor lainnya. Namun, akting yang baik jadi bisa tertutupi jika karakter yang mereka mainkan memiliki penceritaan yang tidak konsisten. Sayangnya, Fury of the Gods menampilkan beberapa karakter yang penggambarannya tidak konsisten.
Sebelum membicarakan karakter yang tidak konsisten, satu hal yang saya apresiasi dari Fury of the Gods adalah Billy dan Shazam yang lebih selaras dalam perilakunya dibandingkan film pertamanya. Pada film pertama, Billy terlihat sok dewasa dibandingkan usianya. Namun ketika dia berubah menjadi Shazam, perilakunya sangat kekanak-kanakan. Nah, di Fury of the Gods, Billy berperilaku lebih sesuai dengan umurnya. Jadi ketika dia berubah menjadi Shazam, tidak ada perbedaan perilaku yang jomplang.
Salah satu hal menggangu dari Fury of the Gods adalah penceritaan tentang Mary. Pada film pertamanya, Mary berhasil diterima di sebuah universitas tetapi dia merasa berat karena harus meninggalkan keluarganya. Namun di film keduanya yang berlatar 2—3 tahun setelah film pertamanya, Mary diceritakan masih berusaha mencari tempat kuliah dan masih tinggal bersama keluarganya.
Namun di antara semua karakter Fury of the Gods, inkonsisten yang paling mengganggu terdapat pada villainnya. Film ini menampilkan tiga villain yang disebut sebagai Daughters of Atlas, terdiri dari Hespera, Kalypso, dan Anthea. Kalypso dan Anthea masih bisa dibilang cukup konsisten dengan motivasi mereka masing-masing. Namun, Hespera yang tertua sekaligus pemimpin Daughters of Atlas malah yang paling plin-plan di film ini.
Motivasi Hespera terlihat yang paling enggak konsisten. Awalnya dia terlihat punya kebencian mendalam dengan Shazam karena kekuatan para dewa dicuri oleh sang penyihir. Seiring berjalannya waktu ketika Hespera telah menemukan benih kehidupan, kebencian dia terhadap Shazam hilang begitu saja dan malah membantu sang superhero. Pertikaian Hespera dan Shazam pada awal film terasa sia-sia begitu saja.
Kualitas CGI jelas terlihat kurang maksimal di beberapa bagian
Untuk ukuran film superhero, Fury of the Gods diproduksi dengan bujet yang cukup kecil, yaitu 100 juta dolar (sekitar Rp1,5 triliun). Mungkin saja karena bujetnya tidak sebanyak film superhero pada umumnya, kualitas CGI yang ditampilkan film ini terlihat jelas kurang maksimal.
Ada adegan yang memperlihatkan Hespera menyihir kabel untuk melilit Mary dan Darla. Kabel yang bergerak melilit Mary dan Darla hadir dengan kualitas CGI yang buruk. Lalu, setiap adegan yang memperlihatkan Kalypso mengendarai naga juga terlihat kurang halus. Di luar masalah visualnya yang kurang maksimal, Fury of the Gods menampilkan scoring yang tepat untuk mengiri setiap adegan yang ada di film ini.
***
Shazam! Fury of the Gods memang jauh lebih megah dan lebih lucu dari film pertamanya. Ditambah lagi, film ini menghadirkan kejutan yang tidak boleh kamu lewatkan. Namun yang cukup disayangkan, Fury of the Gods menghadirkan villain yang kurang berkesan dengan motivasi yang kurang konsisten. Fury of the Gods bisa dibilang gagal menjadi sekuel yang lebih baik dari film pertamanya.
Setelah baca review film Shazam! Fury of the Gods, apakah kamu jadi tertarik menonton film superhero ini? Buat yang sudah menonton, jangan lupa bagikan pendapat kamu tentang film ini, ya!