*Spoiler Alert: Review film Pamali ini mengandung bocoran cerita yang bisa saja mengganggu kamu yang belum nonton.
Setelah DreadOut tahun 2019, kini Indonesia memiliki satu lagi film yang diangkat dari game horor lokal. Game Pamali memang sempat digandrungi pada tahun 2019 lalu. Ada empat cerita dalam game ini; salah satu yang paling terkenal adalah cerita tentang White Lady. Nah dalam film Pamali, kisah White Lady inilah yang diadaptasi jadi sebuah film panjang.
Film Pamali dibuat oleh rumah produksi StoryTales Studio dan sudah tayang sejak 6 Oktober di seluruh bioskop tanah air.
Review film Pamali
Tentang hantu penunggu rumah yang mengancam nyawa
Setelah lama hidup di kota, kini Jaka pulang ke kampung halamannya untuk menjual rumah milik orang tuanya. Jaka kembali bersama Rika istrinya yang tengah hamil. Keduanya berniat untuk membereskan rumah peninggalan orang tua Jaka yang sudah lama tidak ditinggali. Kebutuhan uang yang mendesak membuat pasutri muda ini mantap menjual rumah warisan tersebut.
Hanya saja, rumah tempat tinggal Jaka itu bukanlah rumah yang ramah untuk ditinggali. Di sana, ada hantu perempuan yang bersemayam. Dia adalah Nenden, kakak Jaka yang ketika hidup bernasib malang. Arwahnya gentayangan di rumah tersebut dan mengancam nyawa Jaka dan Rika.
Nenden bukanlah hantu yang sekedar menakut-nakuti, dia begitu dipenuhi amarah dan dendam pada Jaka dan Rika. Apalagi Rika yang tengah hamil kerap melakukan kegiatan yang dilarang atau biasa disebut dengan pamali.
Lantas apakah Jaka dan Rika dapat selamat dari teror Nenden? Kamu bisa tahu ujung cerita Film Pamali dengan menontonnya langsung di bioskop.
Intens di setengah jam terakhir
Alur cerita film ini lumayan lambat di awal. Dari babak pertama hingga babak kedua filmnya mencoba berfokus pada kisah tiap karakternya. Titik beratnya ada pada Nenden dan kisah masa lalunya hingga dia akhirnya mati lalu menjadi arwah gentayangan. Juga tentang orang tua Jaka dan Nenden yang sepanjang hidunya membuat Nenden sengsara.
Sayangnya hal itu bikin alurnya terkesan lambat dan kesan mencekamnya jadi luntur. Intensitas kengerian film ini baru terasa di penghujung film atau sekitar tiga puluh menit sebelum film rampung. Saat itu, teror hantu Nenden terus menerus menghampiri Jaka dan Rika dan membuat kehidupan pasutri ini dibayangi kematian.
Sama seperti pada gamenya yang memiliki banyak alternatif ujung cerita, film Pamali juga konon memiliki beberapa akhir kisah yang direkam saat syuting. Para pemain film ini tidak tahu akhir cerita mana yang dipakai sutradara Bobby Prasetyo untuk menutup kisah film Pamali ini.
Pamali yang kurang digali
Entah kenapa film ini terasa kurang berhasil menakut-nakuti. Ada beberapa jumpscare yang membuat penonton kaget dan berteriak, namun kesan angker ini tidak dipertahankan hingga usai. Selain itu, istilah pamali yang jadi tajuk utama dalam film ini terasa kurang dieksplorasi.
Pamali dalam film ini bahkan bukan jadi jalan masuk bagi petaka yang menghampiri Jaka dan Rika. Jalan ceritanya jadi terasa soal hantu penunggu rumah yang marah dan hendak membalaskan dendam.
Korelasi antara pamali yang dilanggar dengan teror hantunya agak kejauhan. Bahkan, penonton baru diberi tahu di ujung film lewat adegan singkat tentang bahayanya melanggar pamali.
Logikanya, memang ada beberapa pamali yang dilakukan Rika; salah satunya adalah memotong kuku di malam hari. Namun, pada dasarnya Nenden digambarkan sebagai hantu yang memang sudah meneror keluarga ini. Menghubungkan kedua fakta ini jadi terasa kurang smooth.
Artistik dan set yang dibuat semirip mungkin dengan game-nya
Kalau kamu main game Pamali, mungkin ada banyak aspek dalam film ini yang ngingetin kamu dengan permainannya. Salah satunya adalah set rumah. Film ini berupaya keras agar set film mirip dengan gamenya; mulai dari ayunan di halaman rumah, nomor rumah yang terbalik, sampai foto Nenden yang dipajang di ujung ruangan.
Filmnya juga coba dibuat seserius mungkin dengan pengambilan gambar yang benar-benar dipikirkan. Sinematografinya juga digarap dengan niat. Terlebih beberapa kali proses transisi buat gambarin masa lalu dan masa kini dikemas dengan ciamik. Tentunya ini menjadi tuntunan untuk penonton membedakan mana cerita di masa lalu dan mana cerita di masa kini.
Film ini dibintangi oleh Marthino Lio, Putri Ayudya dan Taskya Namya sebagai pemeran utama. Tiga bintang utama ini berhasil menampilkan akting yang membuat ceritanya jadi lebih bernyawa. Tidak salah sutradara Bobby Prasetyo memilih ketiganya untuk jadi tulang punggung cerita Pamali. Kredit khusus juga untuk Fajar Nugra yang makin matang sebagai seorang aktor, karakternya sebagai Cecep berhasil menghidupkan suasana.
***
Itu dia review film Pamali dari KINCIR. Film ini sudah tayang di seluruh bioskop tanah air. Jadi tertarikah kamu buat nonton Film Pamali di bioskop?