*Spoiler Alert: Review film Oppenheimer mengandung bocoran yang bisa saja mengganggu kamu yang belum menonton.
Siapa pun yang ngaku sebagai penggemar film rasanya enggak mungkin enggak tahu siapa itu Christopher Nolan. Nolan dikenal sebagai sutradara yang karyanya selalu mind blowing dan biasanya membutuhkan pemikiran ekstra untuk memahami filmnya. Tiga tahun setelah merilis Tenet (2020), Nolan kembali dengan karya terbarunya yang diberi judul Oppenheimer.
Jika Nolan sebelumnya mengeksplorasi genre aksi fiksi ilmiah di Tenet, kini sang sutradara menggarap film biopik yang menceritakan kisah hidupnya J. Robert Oppenheimer, yang dikenal sebagai Bapak Bom Tom. Di film ini, Oppenheimer diperankan oleh Cillian Murphy. Selain Murphy, film ini dibintangi deretan aktor ternama, di antaranya Emily Blunt, Matt Damon, Robert Downey Jr., Florence Pugh, dan aktor ternama lainnya.
Didasarkan dari buku biografi berjudul American Prometheus yang ditulis oleh Kai Bird dan Martin J. Sherwin, film ini bercerita tentang kisah hidup J. Robert Oppenheimer, seorang ahli fisika teoretis yang berperan dalam pengembangan senjata nuklir di Proyek Manhattan. Di sini kita bisa melihat bagaimana ketertarikan Oppenheimer terhadap ilmu fisika, pertimbangannya dalam menjalankan proyek Manhattan, hingga beban moral setelah bomnya memporak-porandakan Jepang.
Review film Oppenheimer
Penceritaan dengan dialog yang intens dan begitu padat
Sebagai informasi, Oppenheimer hadir dengan durasi 3 jam, yang jelas bukan durasi yang singkat untuk menonton di bioskop. Sejujurnya, sih, 3 jam menonton Oppenheimer bakal sangat berasa karena film ini mempunyai pace yang cukup lambat. Nolan juga lebih mengutamakan penggunaan dialog dalam proses penceritaan filmnya. Walau begitu, Nolan cukup berhasil membuat saya tetap bertahan dari awal hingga akhir film.
Apa yang membuat saya bisa terus bertahan menikmati film ini hingga akhir? Walau pace-nya lambat, Oppenheimer menghadirkan dialog yang begitu intens di hampir sepanjang filmnya. Sudah intens, setiap dialog yang diucapkan juga penting bagi penonton untuk memahami kisah hidupnya Oppenheimer. Nolan berhasil membangun ketegangan dari dialog-dialog yang diucapkan tiap karakter di film ini.
Film ini diceritakan dengan alur maju-mundur, yang mana alur maju atau alur mundurnya bisa muncul begitu saja dari satu adegan ke adegan lain. Herannya, Nolan mampu membuat kita bisa membedakan mana yang alur maju dan mana yang alur mundurnya, tanpa ngerasa perpindahannya itu berantakan. Alur maju dan mundur yang seperti disebarkan begitu saja seakan menjadi puzzle yang akhirnya terkumpul dengan sempurna pada bagian akhir filmnya.
Hal menarik lainnya dari Oppenheimer adalah Nolan menggunakan visual berwarna dan hitam-putih dalam penceritaannya. Sebagai informasi, Nolan menulis naskah Oppenheimer dengan menggunakan sudut pandang orang pertama. Nah, visual berwarna menggambarkan sudut pandangnya Oppenheimer. Lalu jika kamu perhartikan, adegan hitam-putih pasti melibatkan Lewis Strauss (Robert Downey Jr.), yang kemungkinan bahwa adegan hitam putih merupakan perspektifnya Strauss.
Jika ada hal yang harus dikritik, saya bakal mengkritik tentang banyaknya karakter yang diperkenalkan di Oppenheimer. Saking intens dan padatnya dialog yang ditampilkan, penonton kayak tidak punya waktu untuk menghapal semua karakter yang muncul di film ini. Untungnya film ini didominasi oleh sudut pandangnya Oppenheimer, sehingga enggak ada masalah ketika kamu tidak bisa menghapal semua karakternya.
Tidak ada aktor yang gagal di film ini
Jika melihat daftar aktor yang membintangi Oppenheimer, sudah dipastikan bahwa film ini menampilkan ensambel aktor yang enggak main-main. Nama-nama besar Hollywood masuk dalam jajaran pemeran di film ini, termasuk Cillian Murphy yang menjadi pemeran karakter utamanya, yaitu J. Robert Oppenheimer.
Siapa pun yang sudah tahu aktingnya Murphy di film atau serial lain pastinya tidak akan meragukan kemampuan aktingnya. Secara tampilan, Murphy sudah memiliki kemiripan dengan Oppenheimer. Lalu secara akting, Murphy benar-benar berhasil menceritakan segala kegundahan yang dialami Oppenheimer pada masa hidupnya.
Yang bikin lebih kagum lagi, Nolan mampu mengarahkan semua aktor besarnya untuk mendapatkan momen bersinarnya, walau pun aktor tersebut cuma muncul singkat di Oppenheimer. Selama menonton, saya melihat semua aktor yang muncul di Oppenheimer tampil maksimal dan enggak ada yang terlihat lemah.
Christopher Nolan tidak pernah gagal urusan visual dan audio!
Rasanya sulit meremehkan Nolan dalam hal visual dan audio untuk film-film yang dia buat. Lagi dan lagi, Nolan tidak gagal dalam menyajikan visual dan audio yang bikin menganga di Oppenheimer. Dengan klaim tanpa CGI sama sekali, Nolan membuktikan bahwa penggunaan efek visual practical ternyata masih relevan dan hasilnya juga bisa bersaing dengan film-film masa kini yang menggunakan CGI.
Adegan Trinity, momen uji coba ledakan senjata nuklir pertama di Proyek Manhattan, sama sekali enggak mengecewakan. Ledakannya terasa nyata serta menegangkan. Ditambah lagi, Nolan juga beberapa kali menyelipkan sekelebat momen reaksi kimia dari atom yang membuat nuansa ilmuwan di film ini terasa makin nyata. Kerja sama Nolan dengan sinematografer Hoyte van Hoytema di film ini sama sekali tidak mengecewakan!
Selain dialog, hal lainnya yang membuat intensitas cerita Oppenheimer jadi begitu tinggi adalah penggunaan scoring-nya! Nolan dan komponis Ludwig Goransson berhasil menciptakan scoring yang megah tetapi bikin kita ikut merasakan keresahan hatinya Oppenheimer. Cuma mereka yang bisa membuat hentakan kaki di kursi kayu menjadi scoring yang begitu ikonis dan bisa membuat hati tidak tenang saat mendengarkannya.
***
Lagi dan lagi Nolan tidak gagal melahirkan mahakarya yang brilian. Dengan storytelling yang menitikberatkan pada dialog, film ini mampu menampilkan ketegangan yang begitu intens lewat dialognya. Naskah yang dibuat dari sudut pandang orang pertama juga membuat penonton bisa merasakan lebih dalam kegelisahan serta beban moralnya Oppenheimer sebagai orang yang bertanggung jawab atas tragedi besar dunia.
Kualitas visual tanpa CGI-nya jelas bukan kaleng-kaleng. Ditambah lagi dengan scoring-nya yang begitu megah tetapi terasa meresahkan dan membuat intensitas ceritanya semakin kuat.
Setelah baca review film Oppenheimer, apakah kamu jadi tertarik menonton film biopik ini? Buat yang sudah menonton, jangan lupa bagikan pendapat kamu tentang film ini, ya!