*Spoiler Alert: Review film Jin & Jun mengandung bocoran yang bisa saja mengganggu kamu yang belum menonton.
Kamu yang menghabiskan masa kecil di akhir 1990-an dan awal 2000-an pastinya enggak asing dengan salah satu sinetron yang sangat populer pada era tersebut, yaitu Jin & Jun, yang tayang selama 1996—2002. 21 tahun setelah Jin & Jun terakhir kali ditayangkan, MVP Pictures merilis film yang diadaptasi dari sinetron tersebut dengan judul yang sama.
Jin & Jun versi film digarap oleh Anggy Umbara, sosok yang juga menyutradarai seri film Comic 8 dan seri film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss!. Karakter Jun yang dulu diperankan oleh Sahrul Gunawan di sinetronnya, kini diperankan oleh Rey Bong. Lalu, karakter Jin yang dulu diperankan oleh M. Amin dan Robert Syarif, kini diperankan oleh Dwi Sasono.
Jin & Jun berkisah tentang seorang anak SMA bernama Junaidi atau Jun, yang sering jadi korban bully di sekolah elit. Ia dikucilkan karena berasal dari keluarga miskin dan dianggap tak setara.
Pada suatu hari ketika Jun dikurung di rumah kosong oleh teman-temannya, dia tidak sengaja melepaskan Jin yang telah terkurung lama di sebuah kendi. Dari situ, Jin tersebut selalu menolong Jun yang kesusahan.
Review film Jin & Jun
Usaha nostalgia dengan konsep baru, tetapi dieksekusi dengan tidak maksimal
Bagi orang yang pernah menonton sinetronnya, kamu mungkin berpikir bahwa film Jin & Jun hadir sebagai nostalgia. Benar, kehadiran karakter Jin dan Jun, penggunaan soundtrack sinetronnya, serta kehadiran karakter kejutan di akhir film memang berhasil menciptakan nuansa nostalgia. Namun selain elemen-elemen tersebut, film Jin & Jun hadir dengan konsep baru yang sangat berbeda dengan sinetronnya.
Satu perbedaan besar yang terlihat jelas di versi filmnya adalah penampilan Om Jin yang benar-benar berbeda. Jika Om Jin versi sinetron tampil dengan dandanan Timur Tengah, Om Jin versi film memiliki penampilan seperti personel band Kiss. Selain penampilan, Om Jin versi film diceritakan berasal dari zaman Majapahit, sedangkan Om Jin versi sinetron berasal dari Timur Tengah. Yap, penampilan dan latar belakang Om Jin versi film benar-benar diubah total.
Penggunaan latar belakang Om Jin yang berasal dari zaman Majapahit sebenarnya terasa lebih masuk akal dan lebih relate bagi masyarakat Indonesia. Lalu hal lain yang KINCIR cukup apresiasi adalah film ini juga memperlihatkan konsekuensi yang harus dihadapi seseorang yang menginginkan hal instan dari makhluk gaib. Enggak hanya selalu senang seperti yang diperlihatkan di sinetronnya, film ini juga memperlihatkan sisi buruk hubungan antara manusia dan jin.
Sayangnya, konsep baru Jin & Jun yang sebenarnya menjanjikan malah dieksekusi dengan cara yang kurang maksimal. Pembangunan ceritanya terasa terlalu melompat-lompat dari satu masalah ke masalah lainnya. Lalu, banyaknya jumlah komedi cringe dan garing yang semakin memperparah. Belum lagi, kehadiran nenek tua pada menjelang akhir film juga enggak dijelaskan. Bagaimana dia bisa tiba-tiba muncul? Lalu, apakah dia termasuk makhluk halus atau bukan?
Jin & Jun juga sengaja menghadirkan konsep cerita yang baru karena bertujuan untuk bisa diterima oleh generasi Z. Namun anehnya, film ini malah menghadirkan banyak referensi yang terlalu jadul untuk generasi Z. Penampilan Om Jin terinspirasi dari band Kiss, padahal band tersebut kurang dikenal di kalangan generasi Z. Belum lagi referensi Kungfu Boy yang juga terlalu jadul, padahal ada banyak manga generasi baru yang bisa dijadikan referensi yang lebih familier untuk generasi Z.
Penampilan Dwi Sasono sebagai Om Jin yang lumayan bikin filmnya menghibur
Secara keseluruhan, penampilan semua aktor yang membintangi Jin & Jun juga bukanlah sesuatu yang spesial. Namun jika harus memilih yang paling baik di antara lainnya, saya bisa bilang penampilan Dwi Sasono sebagai Om Jin yang cukup berhasil membuat filmnya jadi terasa sedikit menghibur. Dwi cukup baik dalam menampilkan sosok Om Jin yang jenaka tetapi terkadang terlihat mengintimidasi.
Cukup disayangkan penampilannya tidak didukung dengan naskah yang baik. Om Jin diceritakan dari zaman Majapahit, tetapi ada satu adegan yang memperlihatkan Om Jin berbicara dengan Basaha Sunda. Untuk ukuran sosok yang terisolasi selama ribuan tahun, Om Jin juga terlalu cepat beradaptasi dengan dunia modern.
Penampilan Rey Bong sebagai Jun memang cukup bisa dinikmati, tetapi bisa dibilang enggak terlalu berkesan. Lalu, saya merasa kurang sreg dengan penampilannya Alif Rivelino yang berperan sebagai Irdan. Entah mungkin karena dialognya yang agak garing, Alif terlihat terlalu berusaha keras terlihat lucu saat memerankan Irdan, sehingga karakter Irdan tidak terlalu berhasil menjadi comic relief untuk film ini.
Kualitas visualnya yang benar-benar bikin nostalgia
Yang pernah menonton sinetronnya pasti tahu bahwa Jin & Jun turut menampilkan efek visual yang tidak terlalu mutakhir untuk era 1990-an akhir dan 2000-an awal, yang bisa dibilang cukup wajar karena teknologi perfilman pada masa itu memang belum mumpuni. 21 tahun berlalu setelah sinetron Jin & Jun tidak ditayangkan, kualitas CGI yang ditampilkan di filmnya dijamin bikin bernostalgia.
Kenapa CGI-nya bikin bernonstalgia? Karena kualitas CGI yang ditampilkan di filmnya cenderung ketinggalan zaman, lebih tepatnya cukup buruk. CGI paling parahnya bisa kamu lihat ketika Om Jin berada pada wujud aslinya yang seperti monster, khususnya ketika adegan pertarungan terakhir antara Om Jin dengan Jin lainnya. Apalagi, tampilan wujud asli Om Jin juga membuat saya teringat dengan tampilannya Ryuk dari anime Death Note.
Sutradara Anggy Umbara mengungkapkan bahwa dia dan timnya baru menyelesaikan proses editing Jin & Jun pada malam sebelum dilakukan press screening. Mungkin itulah alasan kualitas CGI-nya masih kurang maksimal. Selain CGI, wajah stuntman juga terlihat sangat jelas di beberapa adegan, salah satunya ketika Jun terjun dari lantai 2. Bahkan detail penting seperti itu saja masih luput dan lolos hingga hasil akhir filmnya.
***
Dengan genre fantasi komedi, kehadiran Jin & Jun harusnya membawa angin segar di tengah gempuran film horor pada tahun ini. Apalagi, film ini juga punya potensi besar karena sinetron Jin & Jun juga sudah cukup melekat bagi masyarakat Indonesia. Sayangnya, film ini enggak sepenuhnya bisa dibilang menjadi ajang nostalgia karena konsep barunya. Di sisi lain, kenapa memilih beberapa elemen kuno jika film ini juga bertujuan menarik minat para generasi Z?
Setelah baca review film Jin & Jun, apakah kamu jadi tertarik menonton film komedi ini? Buat yang sudah menonton, jangan lupa bagikan pendapat kamu tentang film ini, ya!