*Spoiler Alert: Review Film Ben & Jody ini mengandung bocoran yang bisa saja mengganggu kamu yang belum menonton.
Dari sebuah cerita pendek dalam sebuah antalogi karya Dewi Lestari, cerita Filosofi Kopi begitu berkembang ketika diadopsi oleh Visinema. Tahun 2015 film pertamanya rilis, selang dua tahun kemudiam sekuel film ini dibuat.
Cerita-cerita pendek serta mini seri juga sempat dirilis. Kini, kisah Filosofi Kopi kembali melebar. Visinema bersama sutradara Angga Dwimas Sassongko merilis spin off bertajuk Ben & Jody dengan genre yang jauh berbeda dari film dan serial yang mereka buat sebelumnya.
Review film Ben & Jody:
Spin off persahabatan yang greget!
Sejak Filosofi Kopi 2, Ben memutuskan pulang kampung sementara, Jody masih di Jakarta dan membesarkan Filosofi Kopinya bersama Tara. Ben tidak hidup dengan nyaman di kampung, dia membantu para petani yang lahannya hendak digusur oleh pengembang.
Ben dan para petani vokal menolak. Ternyata yang dihadapi Ben bukan korporasi sembarangan, sehingga Ben diculik dan disekap. Jody yang beberapa hari tak mendapat kabar Ben merasa khawatir, dia pergi menyusul Ben ke kampungnya.
Ketika Jody tengah menyelidiki hilangnya Ben, dia justru disekap dan dimasukan ke dalam sebuah penjara. Dalam penjara, ia bertemu dengan Ben. Keduanya tak hanya dipenjara, mereka juga diperbudak untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar yang diketuai oleh seorang laki-laki yang dipanggil Aa Tubir
Bersama dengan para petani dan pemuka adat, Ben dan Jody berupaya untuk melepaskan diri dari kerangkeng yang menyekap mereka. Kabur untuk minta pertolongan dan mengentaskan segala bentuk ketidakadilan. Mampukah mereka pergi dan melawan? Simak kisah lengkapnya dalam film Ben & Jody di bioskop!
Tegang sejak film dimulai
Kalau film Filosofi Kopi sebelumnya bergenre drama, Ben & Jody punya nuansa action yang begitu kentara. Ketegangan bahkan sudah bisa dirasakan sejak adegan pertama ketika Ben dan para petani lokal memblokade jalan namun ditabrak oleh truk milik korporat.
Mulai dari adegan pembuka itu, ketegangan langsung intens ditampilkan dalam film. Suara teriakan, tembakan serta sabetan benda tajam berulang kali bisa kita dengar.
Ide action dalam film ini cukup berani ditampilkan oleh Angga Sassongko dan kawan-kawan. Nyatanya apa yang mereka kreasikan didepan kamera cukup berhasil membuat penonton terpaku dan menahan nafas ketika peluru-peluru nyaris membunuh Ben dan Jody.
Walau genre-nya action, Jody dan Ben tetap ditampilkan sebagai seorang pemuda biasa yang tidak bisa berantem. Meski tegang, aksi kedua sahabat jadi menarik dengan segalan keterbatasan mereka.
Sahabat sejati, sahabat sampai mati
Film ini terasa memadatkan cerita supaya Ben dan Jody benar-benar jadi dwi utama sebagai sosok yang berkonflik. Itu bisa kita lihat dari cukup cepatnya Jody menyadari Ben menghilang dan langsung pergi ke kampungnya Ben.
Setelah sampai di kampungnya Ben, Jody langsung dapat petunjuk dan langsung disekap untuk kemudian dipertemukan oleh Ben. Semua itu terjadi dengan menyita sekitar setengah durasi dari babak pertama film ini
Setelah itu nyaris setiap adegan kita bisa melihat Ben dan Jody di depan layar. Akting Rio Dewanto dan Chicco Jericko memang sudah tidak diragukan lagi. Keduanya bikin karakter Jody dan Ben jadi menarik.
Film ini mengusung tagar #sahabatsejatisahabatsampaimati karena memang filmnya ingin berfokus pada dua karakter sahabat yang kenal sejak kecil yang persahabatannya tengah diuji. Keduanya harus saling bantu demi mempertahankan nyawa.
Adegan aksi kurang luwes
Yayan Ruhiyan ditunjuk sebagai pemeran AA Tubir sang antagonis utama. Meski antagonis, nyaris sepanjang film, karakternya ditampilkan lebih santai dan cenderung lucu.
Namun, ketika film sampai diadegan puncak, Yayan menjelma seperti monster yang mengerikan! Seperti film-film dia sebelumnya. Sangat sulit bagi para protagonis mengalahkan Yayan.
Pada adegan akhir, ketegangan memuncak. Saling hajar dan saling tembak gamblang disajikan depan layar. Sayangnya adegan berantem itu masih tidak terlalu luwes untuk ditampilkan. Masih ada beberapa adegan berantem yang cukup kaku dan terlihat dibuat-buat.
Ben tetap tukang kopi dan Jody tetap Paman Gober
Meski jadi film action, kedua karkater utama film ini tetap konsisten dengan ciri khasnya. Dalam film ini Ben tetap jadi tukang kopi.Soalnya, dalam keriuhan menegangkan dari filmnya, tetap ada adegan Ben meracik kopi.
Sementara Jody tetap jadi Paman Gober yang isi kepalanya hanya uang. Ketika disekap oleh AA Tubir, Jody menunjukan ketamakannya terhadap uang. Jody siap memberikan sejumlah uang asal dia dan Ben dilepaskan. Itu artinya meski keluar dari cerita drama Filosofi Kopi, kedua karakter ini tetap mainkan lakon dengan karakter yang konsisten.
Sarat kritik sosial
Filosofi Kopi memang tak menjadi box office. Angka penontonnya tak pernah sampai satu juta. Tapi mereka selalu punya visi dalam merangkai filmnya. Film pertama dan keduanya bicara soal kopi dengan segala seluk beluknya; mulai dari kedai, petani, hingga barista. Hal itu terbukti berhasil dengan menjamurnya kedai kopi di Indonesia yang trennya dipanting oleh film Filosofi Kopi
Nah, film Ben & Jody ini bicara soal konflik agraria yang masih banyak terjadi di Indonesia. Almarhum Glenn Fredly jadi salah satu orang yang sejak lama berharap film ini bisa mengangkat isu tersebut ke publik. Harapannya supaya publik paham jika masalah seperti ini masih ada di Indonesia.
Yap, sebetulnya film ini sudah diprakarsai lama namun baru sempat dibuat dan tayang saat ini. Selain itu, di film ini ada beberapa adegan yang terang-terangan berisi kritik sosial.
***
Disutradarai kembali oleh Angga Sassongko, penggarapan film Ben & Jody begitu detil. Salah satunya adalah dengan membangun set kampung pedalaman sendiri. Dengan pengambilan gambar yang oke, pemilihan warna yang tepat serta scoring yang tidak berlebihanm, penonton akan terbawa masuk ke dalam konflik yang dilalui oleh Ben dan Jody.
Selain Chicco, Rio dan Yayan. Film ini juga menampilkan Aghniny Haque sebagai Tambora, Hana Malasan sebagai Rinjani, Reza Hilman sebagai Jago, Muzakki Ramadhan sebagai Musang, dan sederet aktor keren lainnya.
Gimana, setelah baca review film Ben & Jody, kamu jadi tertarik nonton enggak?