*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film Last Night in Soho yang bisa saja mengganggu buat kalian yang belum menonton.
Anya Taylor-Joy bisa dibilang jadi salah satu aktris yang tengah naik daun dalam beberapa tahun ke belakang. Setelah sukses dengan serial The Queen’s Gambit tahun lalu, pada 2021 ini Anya Taylor-Joy membintangi film terbaru berjudul Last Night in Soho. Film ini digarap oleh Edgar Wright yang sebelumnya sukses menyutradarai film zombie Shaun of the Dead (2004) hingga Baby Driver (2017).
Sinopsis Last Night in Soho mengisahkan Eloise “Ellie” Turner (Thomasin Mckenzie), mahasiswa jurusan desain busana yang sangat suka dengan segala hal berbau era 1960-an. Menariknya, Ellie secara misterius bisa menjalani kehidupan dari seorang calon penyanyi bernama Sandie (Anya Taylor-Joy) yang hidup di era 1960-an. Sayangnya, hal itu justru membawa Ellie ke sebuah situasi kelam dan mengerikan.
Nah, sebelum kalian nonton filmnya di bioskop, simak dulu ulasan KINCIR di bawah ini!
Review film Last Night in Soho
Horor-psikologis penuh plot-twist
Film Last Night in Soho dibuka dengan Ellie Turner dari sebuah desa di Inggris yang harus pindah ke London. Ia harus tinggal di asrama lantaran diterima sebagai mahasiswa jurusan desain busana di sebuah sekolah model. Namun, karena merasa kurang nyaman di asrama tersebut, Ellie akhirnya memilih tinggal sendiri di sebuah kos-kosan milik wanita bernama Ny. Collins (Diana Rigg).
Menariknya, sejak pertama kali tinggal di kos-kosan itu, Ellie mulai mengalami mimpi; menjalani hidup sebagai calon penyanyi bernama Sandie yang hidup di era 1960-an. Kebetulan, Ellie memang gemar dengan segala hal berbau era 1960-an. Ia pun sangat menyukai insiden misterius yang dialaminya itu. Apalagi, mimpi itu justru menginspirasi Ellie untuk desain busana di sekolahnya.
Namun, semakin sering Ellie mengalami mimpi tersebut, dia justru menyaksikan sisi kelam dan mengerikan dari kehidupan Sandie. Ia menduga hal tersebut benar-benar terjadi di dunia nyata. Ellie jadi stres karena ia mulai tak bisa membedakan kehidupan Sandie dengan realita sesungguhnya.
Kalau kalian nonton film ini tanpa sama sekali menyaksikan trailer atau sinopsisnya, kalian mungkin akan berpikir kalau Last Night in Soho adalah film fantasi bertema 1960-an dengan konsep yang glamor di awal. Namun, seiring ceritanya berjalan, kalian pasti akan sadar bahwa Last Night in Soho adalah sebuah film yang bergenre horor-psikologis.
Realita Ellie juga bakal jadi pertanyaan seru yang bikin kalian penasaran. Apalagi, ada banyak plot-twist mindblowing dalam film ini yang bikin teori kalian sepanjang film jadi terbantahkan. KINCIR pun agak sulit menjelaskan lebih lanjut alur cerita filmnya tanpa memberikan spoiler. Jadi, lebih baik kalian langsung saksikan saja filmnya di bioskop!
Akting Memukau Thomasin McKenzie dan Anya Taylor-Joy
Daya tarik utama dari film ini terletak pada performa Thomasin McKenzie dan Anya Taylor-Joy sebagai pemeran utamanya. Mereka sukses memerankan karakter masing-masing dengan sempurna. McKenzie berhasil memberi aura kikuk sebagai mahasiswa introvert yang baru mengenal dunia luar. Di sisi lain, Taylor-Joy sukses memberikan kesan yang glamor nan penuh misteri sebagai perempuan penghibur dari era 1960-an.
Selain itu, akting McKenzie yang mencerminkan gaya Anya Taylor-Joy setelah karakternya sudah mulai terpengaruh dengan gaya kehidupan Sandie dari mimpinya juga patut jadi perhatian. Secara garis besar, keduanya memang cocok sebagai karakternya masing-masing. Tentunya, mereka juga sukses mencuri perhatian penonton sepanjang film.
Selain Thomasin McKenzie dan Anya Taylor-Joy, sejumlah aktor lainnya juga berhasil memberikan performa brilian sebagai karakternya, termasuk Matt Smith serta mendiang Diana Rigg. Nah, mending nonton deh, supaya KINCIR enggak spoiler, ya!
Horor yang telat muncul, tapi mengandalkan jumpscare
Seperti yang sempat dibahas pada poin pertama, Last Night in Soho adalah film bergenre horor-psikologis. Namun, menurut KINCIR unsur horor yang ada di dalamnya justru menjadi salah satu kelemahan dari film ini. Soalnya, nuansa horornya baru muncul pada paruh akhir filmnya sehingga bisa dibilang agak telat dan terkesan tiba-tiba.
Kesan menyeramkan dan mengagetkan cuma terasa saat awal kemunculannya, itu pun berkat adanya adegan jumpscare. Selebihnya, formula horor itu terkesan diulang-ulang dan enggak terlalu bertambah kesan menyeramkannya. Jadi, kalau bisa dibilang genre horor dari film ini benar-benar cuma mengandalkan momen jumpscare saja.
Perpaduan sinematografi dan musik ala 1960-an yang sempurna
Harus diakui, Edgar Wright sukses mencuri perhatian penonton lewat gaya penyutradaraan di Last Night in Soho. Teknik pengambilan gambar Wright dalam sejumlah adegan film ini bisa dibilang sangat jenius, terutama setiap momen “cermin” antara Ellie dengan Sandie. Selalin itu, Wright juga sukses menghadirkan suasana 1960-an lewat perpaduan warna yang khas dengan era tersebut, terutama di wilayah red light district.
Sinematografi tersebut pun dibuat menjadi lebih sempurna lagi dengan soundtrack berupa musik dari era 1960-an yang tentunya bikin suasana dari masa tersebut menjadi lebih nyata. Pilihan lagu 1960-an yang menjadi soundtrack film ini juga terasa tepat dengan konsep filmnya yang glamor, tapi penuh misteri. Termasuk lagu “Downtown” yang dinyanyikan oleh Anya Taylor-Joy dengan nada penuh misterinya.
***
Intinya, Last Night in Soho adalah film horor-psikologis yang elegan dan cocok buat kalian yang suka tontonan penuh plot-twist. Last Night in Soho bisa dibilang menjadi salah satu film yang wajib disaksikan kalau kalian baru mau mulai nonton di bioskop lagi. Film ini pun sudah bisa mulai disaksikan di sejumlah bioskop Indonesia mulai 3 November 2021.
Nah, kalau kalian sudah nonton film ini, jangan lupa buat tulis pendapat kalian pada kolom komentar yang berada di bawah artikel ini, ya! Ikuti terus KINCIR buat dapatkan rekomendasi film seru lainnya!