Rekomendasi film yang tayang di Sundance Film Festival: Asia 2021 ini ada yang dapat rating 100% Rotten Tomatoes!
Menayangkan rekomendasi film pilihan sudah menjadi salah satu agenda wajib di pelaksanaan Sundance Film Festival. Dihadirkan oleh Sundance Institute, XRM Media, dan IDN Media, Sundance Film Festival: Asia 2021 diadakan pada 23–26 September 2021.
Dalam acara ini, ada sesi diskusi panel dan screening. Sesi diskusi panel tentu siap menambah wawasan kamu mengenai industri perfilman. Menariknya, sesi diskusi akan diisi oleh narasumber bertalenta, seperti Joko Anwar, Angga Dwimas Sasongko, dan Mira Lesmana.
Lalu, pada sesi screening, ada pemutaran film-film pilihan yang terdiri dari empat film naratif dan empat film dokumenter. Film-film tersebut sarat akan nilai-nilai kehidupan dan sosial. Apa saja? Simak daftarnya di bawah ini.
Rekomendasi film yang Tayang di Sundance Film Festival: Asia 2021
1. Amy Tan: Unintended Memoir (Amerika Serikat)
Novel debut karya penulis Amy Tan yang berjudul “The Joy Luck Club” (1989) berhasil mengantarkannya kepada sebuah kesuksesan besar. Amy Tan pun menjadi salah satu sosok paling berpengaruh di bidang sastra di Amerika. Film ini merupakan potret intim dari seorang penulis inovatif, dengan gambar dan wawancara eksklusif, yang menceritakan tentang kehidupan dan perjalanan karier Amy Tan yang begitu inspiratif.
Sebelum film dokumenter ini digarap, Amy Tan sempat membuka diri kepada mendiang James Redford (1962—2020), sutradara dari film ini, dan menceritakan seluruh trauma yang pernah ia hadapi. Kepada Redford, ia juga menjelaskan bagaimana menulis dapat membantunya sembuh.
Lahir dari orang tua imigran Cina di Oakland, California pada tahun 1952, Tan memerlukan waktu untuk dapat memahami alasan mengapa ibunya memiliki kecenderungan untuk bunuh diri. Rupanya, hal ini berakar dari “legasi” yang umum dialami oleh perempuan-perempuan yang selamat dari tradisi pergundikan di Tiongkok kuno.
2. The Dog Who Wouldn’t Be Quiet (Argentina)
Film ini bercerita tentang Sebastián, atau Sebas, seorang pria berumur 30-an yang lembut dan santai. Segala sesuatu menjadi lebih sulit karena dirinya tak diizinkan untuk membawa anjingnya ke kantor. Ia terpaksa meninggalkannya di rumah, yang akhirnya membuat para tetangganya geram karena gonggongan anjing Sebas yang sangat berisik.
Setelah dia menikah, ada peristiwa lain, yakni sebuah meteor menghantam Bumi, membawa gas beracun di udara. Semua orang, termasuk Sebas, harus memakai helm kaca untuk melindungi diri.
Film naratif ini banyak mengandung simbol yang sebetulnya merupakan representasi dari nilai-nilai kehidupan. Tak heran apabila film ini berhasil menyabet skor 100% Rotten Tomatoes dan 6.2 IMDb
3. Try Harder! (Amerika Serikat)
Film dokumenter Try Harder! karya DebbieLum ini berhasil mendapat skor 100% Rotten Tomatoes dan skor 7.9 di IMDb. Film ini bercerita tentang para senior di Lowell High School, sebuah SMA negeri di San Francisco, yang sudah mulai stres, karena menghadapi persaingan ketat untuk masuk ke perguruan tinggi impian.
Dengan sentuhan humor, sutradara Debbie Lum membawa kita ke realitas proses aplikasi perguruan tinggi di Amerika dan bagaimana ras serta kelas sosial dapat mempengaruhi kesempatan pendidikan seseorang.
4. John and the Hole (Amerika Serikat)
John and the Hole merupakan film thriller yang mengisahkan tentang John, seorang anak yang menemukan sebuah lubang di belakang pekarangan rumahnya. Penemuan lubang itu bukan untuk tempat bermain John, melainkan untuk menyekap ayah, ibu dan saudara perempuannya.
Selama ini, John menyimpan misteri yang tidak banyak diketahui oleh anggota keluarganya yang lain, termasuk ayah-ibunya. Penyekapan tersebut menjadi tanda ada yang tidak beres dengan diri John, sekaligus menjadi peringatan untuk kedua orang tuanya. Apakah John menyimpan dendam kepada keluarganya sendiri?
5. Luzzu (Malta)
Sama seperti The Dog Who Wouldn’t Be Quiet dan Try Harder, Luzzu juga mendapat skor 100% Rotten Tomatoes. Luzzu bercerita tentang kehidupan seorang nelayan Malta, Jesmark, yang bekerja begitu keras untuk keluarga kecilnya.
Suatu saat, ia dihadapkan pada dua pilihan yang sangat membingungkan. Pertama, memperbaiki luzzu-nya yang bocor―sebuah perahu nelayan tradisional dari kayu warna-warni―dengan harapan dapat mencari nafkah di laut untuk istri dan putranya yang baru saja lahir, sama seperti yang juga telah dilakukan oleh ayah dan kakeknya.
Kedua, menjual luzzu tersebut, mendapatkan modal untuk bergabung dengan operasi pasar gelap yang mengeksploitasi populasi ikan Mediterania dan mempertaruhkan mata pencaharian keluarga lokal di sana. Wah, kira-kira, pilihan mana, ya, yang akan diambil oleh Jesmark?
6. Passing (Amerika Serikat)
Diadaptasi dari karya eponim milik Nella Larsen, Passing berkisah tentang dua perempuan kulit hitam dan kehidupan mereka selama era segregasi di New York pada tahun 1920-an. Dalam versi layar hitam-putih yang ditampilkan oleh Rebecca Hall, Clare dan Irene, teman sekolah menengah yang bertemu satu sama lain di sebuah kota besar, menemukan fakta bahwa mereka berdua sama-sama menjalani kehidupan yang berbeda di “sisi berlawanan dari garis warna”.
Iya! Clare, yang tinggal di Manhattan bersama suaminya yang berkulit putih, tidak tahu bahwa sejatinya, ia adalah seorang perempuan berkulit hitam. Di sisi lain, Irene, tinggal di Harlem bersama dengan kedua anaknya dan suaminya, yang merupakan seorang dokter berkulit hitam. Pertemuan tak disengaja kedua perempuan itu mengarah pada sebuah obsesi, menghasilkan eksplorasi yang lebih dalam tentang identitas rasial dan gender, kinerja, warna kulit, dan represi.
7. Users (Amerika Serikat)
Dengan teknologi yang semakin mendorong seluruh aspek kehidupan kita, manusia semakin bergerak cepat menuju “teknopoli”. Film Users menampilkan dokumenter esai visual yang akan mengeksplorasi konsekuensi dari kemajuan teknologi. Hal ini membuat kita kembali bertanya-tanya: “Apakah benar bahwa kemajuan teknologi akan mengarah pada perbaikan kualitas hidup?”
Dengan menggunakan bahasa sinematik yang melawan mitos kemajuan teknologi, film dokumenter ini akan menjadi meditasi kritis dan reflektif atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Bonus: Writing with Fire (India)
Dalam film ini diceritakan bahwa di salah satu negara bagian India yang paling patriarki, muncullah sebuah surat kabar yang diinisiasi dan digerakkan sepenuhnya oleh perempuan pedesaan yang tergabung dalam komunitas Dalit.
Meera, seorang reporter politik yang populer, memutuskan untuk memperbesar pengaruh media melalui langkah-langkah berani. Hal ini ia jalankan dengan mentransformasi media cetak menjadi sebuah media digital.
***
Rekomendasi film di atas ditayangkan di Sundance Film Festival: Asia 2021. Jangan sampai kelewatan! Kamu bisa beli tiketnya sejak 15 September di SundanceFilmFestivalAsia.org. Harga tiketnya sebesar Rp30.000 untuk Tiket Single Screening, dan Rp85.000 untuk Tiket Explorer untuk akses ke semua screening.