Potret Pinggiran Jakarta dalam Film Jakarta vs Everybody

Jakarta, kota tempat banyak orang mengejar mimpinya. Banyak orang yang berharap dapat menaklukan Jakarta, tapi kayaknya enggak mudah. Sebagai kota besar, Jakarta adalah tempat keras yang sulit untuk ditaklukkan. Inilah yang digambarkan di Jakarta vs Everybody. 

Tidak bisa bisa dimungkiri di balik kemegahan ibukota ada potret-potret pinggiran Jakarta yang digambarkan dengan gamblang oleh film ini. Berikut ini adalah beberapa potret pinggiran Jakarta yang diterjemahkan oleh film Jakarta vs Everybody.

Potret pinggiran Jakarta dalam film Jakarta vs Everybody

1. Rumah susun yang tak semegah apartemen

Dom yang jadi pengantar cerita film ini kebingungan mencari tempat tinggal. Di Jakarta yang keras, telat bayar kontrakan atau kos-kosan bisa berakibat pengusiran. Oleh karenanya, Dom selalu mencari tempat tinggal baru.

Sampai akhirnya dia bertemu Pingkan dan Radit yang memberinya tempat tinggal di rumah susun. Tentu, rumah susun tak sama dengan apartemen. Film ini menampilkan seperti apa kehidupan di rumah susun yang mungkin tak senyaman apartemen. Bahkan, tak jarang tempat ini dipakai jadi sarang pengedaran narkoba.

2. Melakukan apa saja demi bertahan hidup

Jakarta memang bukan kota yang mudah untuk ditaklukan. Dalam film ini ada banyak adegan yang menggambarkan soal itu. Mulai dari Dom yang tak berhasil jadi aktor lalu terjerumus menjadi pengedar narkoba. Ada juga karakter Khansa yang akhirnya berdamai dengan dirinya sendiri dan menjadi seorang perias mayat demi tetap bertahan di Jakarta.

Beberapa adegan kecil dalam film sempat menunjukan orang-orang yang mencari nafkah dengan mengamen, menjadi waria, dan masih banyak lagi. Rekaman-rekaman itu seperti ingin menunjukan jika Jakarta memang tidak ramah bagi mereka yang tidak punya. Hanya orang-orang yang mau berkeras diri dan mau melakukan apa saja yang bisa bertahan.

3. Bisnis narkoba di bawah tanah

Film Jakarta versus Everybody telah melewati riset terlebih dahulu. Mereka berani menampilkan lika-liku kehidupan masyarakat bawah yang jarang terekam. Salah satunya adalah bisnis narkoba yang masih berjalan.

Dengan keuntungan yang menggiurkan, kartel-kartel narkoba memang masih dapat ditemukan di Jakarta. Pasarnya adalah orang-orang menengah kebawah. Potret itu yang coba ditunjukan pada film Jakarta vs Everybody.

Kalau ditelaah dari banyak adegan, penikmat barang haram yang dijual oleh Dom rata-rata bukanlah orang berada. Bisa saja ini yang justru benar terjadi di kota ini.

4. Bakat saja tidak cukup

Di Jakarta bakat saja tidak cukup. Dom yang jauh-jauh datang ke Jakarta dengan modal bakat akting adalah buktinya. Dom terseok dan akhirnya tak pernah berhasil jadi aktor. Bakat yang ia percaya sejak awal datang ke Jakarta pupus begitu saja.

Demi bertahan pekerjaan apapun diambil. Sampai akhirnya ia terjerumus jadi kurir narkoba.

Angka pengangguran di Jakarta memang tinggi. Sulitnya bersaing dan banyaknya pendatang setiap tahun membuat lapangan kerja di ibukota semakin menipis. Film ini secara gamblang menampilkannya.

5. Semua serba mahal sehingga yang susah makin tercekik

Di Jakarta nyaris tidak ada yang murah. Semua serba mahal. Ingat waktu Dom diusir dari kosannya? Setelah itu, Dom hanya mencari tempat tinggal dengan harga yang murah. Tak mudah, sampai akhirnya ia bertemu dengan Pingkan dan Radit yang memberinya tempat tinggal.

Dom pun akhirnya tinggal di rumah susun sederhana dan bekerja untuk Radit sebagai kurir narkoba. Sama seperti Dom, coba lihat kosan Khansa yang harganya cukup murah namun sangat sempit. Hal itu lumayan relate dengan kondisi di Jakarta, mencari tempat tinggal yang nyaman dan murah memang seperti mencari jarum di tumpukan jerami.

6. Layar tancap dan hiburan sederhana warga

Jika orang-orang yang berada bisa menyaksikan film lewat bioskop megah dengan segala fasilitas terbaik. Orang-orang pinggiran Jakarta masih memancang layar tancap untuk menyaksikan film-film favorit yang hendak mereka tonton. Lebih darit itu, menonton lewat layar tancap bisa jadi ajang silaturahmi antar warga.

Ada beberapa adegan yang menunjukan ketika Dom pulang ke rumah susun dan disambut bu Ratih tengah asyik menonton film di layar tancap. Bu Ratih tak sendiri, beberapa warga berkumpul untuk menyaksikan film yang sama.

Memang sudah agak jarang kita temukan pertunjukan layar tancap di Jakarta. Tapi di sebagian wilayah, layar tancap masih jadi hiburan sederhana untuk bersilatuhrami dengan sesama warga.

***

Film Jakarta vs Everybody diperankan oleh Jefri Nichol, Wulan Gurtno, Garindra Bimo dan Dea Panendra. Jakarta memang kota impian, tapi tak jarang yang mimpinya jadi hancur dihancurkan ibukota.

Bagaimana pendapat kau? Kalau sudah nonton, apa saja adegan yang paling berkesan dalam film ini? Share ke KINCIR ya!

 

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.