Seperti yang lo tahu, film adaptasi novel bukan hal yang baru bagi sineas Tanah Air. Tahun 2018 ini udah ada beberapa film adaptasi novel yang cukup sukses di pasaran, salah satunya Dilan 1990. Hal ini membuat penulis berpikir bahwa novel-novel Eka Kurniawan sangat memungkinkan untuk divisualkan. Secara novel-novelnya kelas dunia semua, guys!
Buat lo yang masih asing dengan nama Eka Kurniawan. Dia merupakan salah satu penulis Indonesia berkelas dunia. Novel-novelnya selalu sukses meraih penghargaan. Bahkan enggak hanya di negeri sendiri, novelnya juga sukses secara internasional. Makanya, sayang sekali jika sebagian novel Eka enggak diangkat ke layar lebar.
Dari sembilan karya Eka Kurniawan, kali ini penulis bakal jabarin lima novel Eka yang layak untuk difilmkan. Apa aja?
1. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (2014)
Kalau yang satu ini, udah enggak perlu dibilang layak lagi. Soalnya novel Eka satu ini emang udah resmi bakalan diangkat ke layar lebar. Proyek filmnya sendiri disutradarai oleh Edwin, yang sebelumnya telah sukses menggarap film Posesif (2017) dan Aruna dan Lidahnya (2018).
FYI, proyek film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas ini sebenarnya telah digarap oleh Edwin dan Eka sejak 2016 lalu. Bahkan, proyek ini telah berhasil memenangkan Busan Award dalam Asian Project Market 2016. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas sendiri mengisahkan Ajo Kawir, seorang sopir truk yang mengalami impoten karena trauma masa kecilnya.
2. Lelaki Harimau (2004)
Lelaki Harimau merupakan novel kedua Eka yang rilis pada 2004. Pada tahun 2016, novel Lelaki Harimau atau yang diterjemahkan menjadi Man Tiger berhasil membawa Eka berdiri sejajar dengan penulis-penulis kelas dunia lainnya, seperti Orhan Pamuk dari Turki dan Han Kang dari Korea Selatan.
Enggak hanya itu, novel ini berhasil masuk ke dalam nominasi The Man Booker International Prize 2016, ajang penghargaan bergengsi yang digelar di Inggris. Lelaki Harimau mengisahkan sebuah keluarga "cacat" yang terdiri dari sepasang suami istri bernama Komar dan Nuraeni beserta tiga anak lelakinya. Cacat di sini sebenarnya bukan karena fisik mereka enggak lengkap atau adanya gangguan mental.
Cacat keluarga Komar ini lebih ke hal-hal menyimpang yang mereka lakukan. Dan hal tersebut enggak sewajarnya ada di dalam keluarga normal. Tokoh sentral dalam novel ini adalah Margio, salah satu anak Komar-Nuraeni yang suka melakukan tindakan kasar, salah satunya membunuh. Ketika ditanya apa yang membuat dia melakukan hal-hal keji, Margio selalu menjawab, “Ini adalah ulah seekor harimau dalam diri saya.”
3. Cantik Itu Luka (2002)
Novel Cantik Itu Luka merupakan debut pertama Eka Kurniawan sebagai penulis. Novelnya sukses meraih penghargaan World Reader's Awards 2016 dan IKAPI's Book of the Year 2015. Cantik itu Luka telah diterjemahkan ke lebih dari 30 bahasa dan disandingkan dengan karya-larya Gabriel Garcia Marquez dan Fyodor Dostoevsky.
Cantik Itu Luka atau versi terjemahannya Beauty is a Wound mengisahkan seorang gadis cantik blasteran Belanda-Indonesia bernama Dewi Ayu. Kisahnya mengambil latar waktu di masa penjajahan. Dewi Ayu melahirkan tiga anak perempuan yang enggak kalah cantik darinya. Ketiganya pun menempuh jalan hidup yang sama dengan ibunya, objek pemuas birahi.
Pada kehamilan yang keempat, Dewi Ayu kehilangan akal sehat dan kesabaran. Bahkan, dia sampai sempat mencoba bunuh diri. Dewi Ayu berusaha menghabisi nyawa si jabang bayi, sayangnya bayi itu tetap berkembang dan lahir. Dewi Ayu pun lantas hanya berdoa agar bayi keempatnya itu laki-laki atau jika wanita, dia berharap parasnya buruk rupa.
4. Corat-coret di Toilet (2000)
Novel ini berisikan kumpulan 12 cerita pendek. Cerita pendek Eka ini bisa dibilang lebih ringan dibaca daripada novelnya. Meski ringan, cerpennya ini masih syarat akan makna. Corat-coret di Toilet cukup pas untuk difilmkan karena tema yang diangkat begitu dekat dengan keseharian kita.
Kisah yang disajikan sebenarnya sederhana. Tapi ya seperti yang udah dikatakan di paragraf sebelumnya, kalau ceritanya penuh makna. Mengisahkan pengguna toilet yang suka kebanjiran ide saat mereka buang hajat. Para pengguna toilet di zaman Orde Baru yang memenuhi tembok dengan coretan tentang kritik pada pemerintah, keresahan hidup, dan carut marutnya negeri ini.
5. Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi (2015)
Film bertemakan cinta selalu bisa menarik banyak penonton. Sama seperti Corat-coret di Toilet, novel Eka satu ini juga berisikan kumpulan cerpen, yang salah satunya berjudul Corat-coret di Toiler. Cerpen tersebut tampaknya cukup layak untuk mendapatkan adaptasi filmnya karena kisah yang disajikan cukup dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi mengisahkan Maya yang ditinggal kekasihnya tepat sehari sebelum hari pernikahan mereka. Miris banget, 'kan? Maya pun memilih tidur untuk meminimalisir rasa sedihnya.
Dalam tidurnya, Maya bermimpi melihat sesosok lelaki di Pantai Pangandaran. Enggak cuma sekali dua kali, Maya memimpikannya hampir setiap hari. Hingga akhirnya dia memberanikan diri untuk pergi ke Pangandaran, merasa bahwa mimpinya tersebut adalah pertanda baik yang akan mengobati lukanya.
***
Itulah kelima novel Eka Kurniawan yang layak untuk diangkat ke layar lebar. Novel-novel Eka bisa dibilang memiliki materi yang kuat untuk diolah menjadi film. Ceritanya yang unik bisa membuat filmnya lebih menarik dan berbeda dari film adaptasi novel sebelumnya.
Nah, dari kelima novel Eka di atas, novel mana yang paling lo pengen lihat adaptasi filmnya?