Sebagai film pembuka jagat Bumilangit, berbagai aspek dalam film Gundala menuai banyak perhatian dari masyarakat. Mulai dari kritik sosial, sampai misteri karakter yang belum terungkap. Bukan hanya itu, dialognya juga patut disimak, lho.
Soalnya, banyak kutipan yang ngena karena pas dengan realita negeri ini. Hal tersebut jadi sumber refleksi bagi sebagian orang, enggak sedikit yang menyentil perasaan para penontonnya.
Apakah kalian ngeh dengan dialog-dialognya? Kira-kira, ada yang masih nempel di ingatan, enggak?
1. “Karena kalau kita diam saja melihat ketidakadilan di hadapan kita, itu tandanya kita bukan manusia lagi” (Bapaknya Sancaka).
Diperankan oleh Rio Dewanto, bapaknya Sancaka menyampaikan kalimat tersebut karena menjadi korban ketidakadilan dari atasannya. Rasanya, realita ini tak lekang oleh waktu. Makin disayangkan karena banyak orang yang menjadi saksi ketidakadilan tersebut justru lebih memilih untuk bungkam.
2. “Apa yang berbahaya adalah simbol harapan. Harapan bagi rakyat adalah candu, dan candu itu bahaya.” (Pengkor).
Kalimat pamungkas ini menjadi salah satu kutipan paling ikonis. Terlebih karena kalimat ini sudah mulai diperdengarkan pada trailernya. Dialog ini mengisyaratkan bahwa harapan yang diberikan ke publik akan berbahaya jika memang enggak bisa menepatinya.
3. Makan! Abis itu gue ajarin lo berantem! (Awang).
Kehadiran Awang memang menjadi salah satu adegan penting dalam film ini. Meski pertemuannya dengan Sancaka terbilang singkat, justru pada titik itulah, Sancaka mendapat banyak pelajaran untuk bekal perjuangannya hidup seorang diri.
4. Saya 'kan rakyat! Masa saya tidak boleh masuk ke dalam gedung wakil rakyat.” – Pengkor.
Rakyat sekaligus sosok yang dianggap mafia ini memang kerap melontarkan kalimat dengan premis yang menggelitik. Dengan lancang masuk ke gedung DPR tanpa diundang, beberapa anggota merasa tidak nyaman dengan keberadaan Pengkor.
Tidak peduli, Pengkor justru membalas ketidaknyamanan tersebut dengan kalimat yang enggak salah juga, sih.
5. Buat apa hidup kalau hanya mementingkan diri sendiri tanpa peduli terhadap keadilan?” – Bapak Agung.
Lagi-lagi berbicara soal keadilan. Kalimat dari Pak Agung untuk menyelamatkan pencuri yang ingin dihabisi massa ini sekaligus menjadi titik balik bagi Sancaka yang sebelumnya tidak mau peduli dengan urusan orang lain.
6. “Jangan pernah campur urusan orang lain kalau enggak mau hidup lo sulit” – Awang.
Kalimat Awang yang satu ini menjadi prinsip hidup bagi Sancaka sampai dewasa. Mungkin, prinsip hidup ala Awang tersebut yang membuat Sancaka akhirnya bisa bertahan hidup sebatang kara hingga dewasa.
7. “Gua enggak ganggu lo, jangan ganggu gua.” – Sancaka kecil.
Kehidupan yang keras harus ditanggung oleh Sancaka sejak kecil. Terlebih di tengah kondisi masyarakat yang berantakan, seperti banyaknya preman jahat. Kalimat tersebut juga berhasil menjadi salah satu prinsip yang dipegang teguh oleh Sancaka untuk bisa membela diri dan bertahan di tengah hidup yang keras ini.
8. “Lo ikut campur urusan petir?” –Awang.
Petir sebagai kekuatan Gundala menjadi elemen yang sering muncul dalam film ini. Sancaka sempat menyampaikan alasannya takut dengan petir ketika Awang melontarkan pertanyaannya tersebut. Dia merasa dirinya selalu menjadi sasaran petir saat hujan.
9. Rakyat harus tetap bodoh, kalau kalian mau dunia aman.” – Pengkor.
Berkat segala kejadian dan pengalaman menyakitkan sejak kecil, Pengkor jadi punya pola pikir yang berbeda dari yang lain. Segala hal yang telah dilalui akhirnya menempa Pengkor hingga bisa menjadi sosok yang kejam. Meski begitu, pernyataan Pengkor ini membuat penonton tertegun.
10. Musuh utama manusia adalah kebenaran yang disembunyikan.” – Ghazul.
Ghazul merupakan salah satu karakter yang terlihat berada dalam komplotan Pengkor. Dalam film, terlihat bahwa Ghazul memang mengetahui suatu kebenaran yang selama ini terpendam, seperti kebenaran adanya sosok villain berbahaya, Ki Wilawuk.
11. Kamu tahu kenapa aku tidak takut mati? Karena aku tidak tahu ada apa setelah mati. Mungkin jiwa kita tetap hidup. Aku mau pastikan jiwanya hidup terus dalam penyesalan.” – Pengkor.
Pernyataan Pengkor satu ini memang terdengar cukup dalam. Berbeda dari ungkapan umumnya, lebih baik mati daripada hidup dalam penyesalan. Pengkor justru lebih memilih untuk membiarkan orang lain terbunuh dengan keadaan menyesal.
12. Di masa tenang saja museum sepi seperti kuburan, apalagi di masa seperti ini (chaos) padahal sejarah lebih jujur dibanding isi buku-buku.” –Ghazul.
Karakter Ghazul berhasil menimbulkan misteri dan teka-teki yang berkembang di BCU. Kenyataan bahwa Ghazul berhasil menghidupkan Ki Wilawuk –dengan kekuatan Gundala– membuktikan bahwa dia memiliki pengetahuan yang enggak main-main tentang masa lalu. Maka dari itu juga, Ghazul beranggapan bahwa kebenaran semakin bisa dipercaya melalui objek yang nyata ada dalam sejarah.
13. “Mulut juga bisa menyelamatkan keluargamu.” – Pengkor.
Kata-kata Pengkor ini memberikan penegasan bahwa ucapan seseorang itu bisa jadi berbahaya, bahkan sampai mengancam keselamatan diri sendiri. Seperti kata pepatah, “Mulutmu Harimaumu”, apalagi kalau udah berurusan dengan Pengkor!
14. “Sesuatu yang tidak bertahan lama dan abadi itu adalah perdamaian.” – Bapak Agung.
Kebaikan Pak Agung memang harus diacungi jempol. Meski berasal dari kalangan rakyat biasa, Pak Agung memiliki rasa simpati yang tinggi terhadap keadaan sekitar.
15. “Baca!” – Sancaka
Sancaka kecil hingga dewasa tidak terlihat memiliki banyak kesempatan untuk mengenyam pendidikan formal. Meski begitu, Sancaka memiliki wawasan yang luas, karena bekal dari kebiasaan membaca. Pantas saja adik Wulan terheran-heran dengan kepintaran Sancaka.
***
Menurut kalian, kutipan mana yang paling nempel di ingatan? Tulis Pendapat kalian di kolom komentar KINCIR, ya!