Pada saat ingin menyegarkan pikiran, sebagian besar orang menonton komedi. Istilah komedi sendiri merujuk kepada sandiwara ringan yang penuh dengan kelucuan, walaupun kadang ia bersifat menyindir (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Komedi mencakup karya yang begitu luas. Ada komedi cinta, komedi gelap, hingga komedi erotis. Kali ini kita akan bahas soal komedi Erotis di Indonesia.
Erotisme memang sulit dilepaskan dari kehidupan manusia. Erotisme terkait dengan seksualitas, sebuah hal yang manusiawi tetapi menjadi tabu. Studi menunjukkan bahwa seks mengingatkan manusia pada perilaku primitif dan kebinatangan mereka. Sifat dasar hewan seperti itu mengancam keberadaan nilai-nilai moral.
Komedi erotis akan selalu ada, termasuk di layar kaca dan bioskop Indonesia. Hanya saja, tema film secara umum mengikuti tren. Enggak setiap waktu, kita bisa melihat banyak film dengan tema tertentu.
Artikel ini bakal membahas mengenai era komedi erotis di Indonesia. Kendati kerap dipandang sebelah mata, tetapi era komedi erotis memang kerap menjaring pasar dengan cepat.
Apa yang dimaksud komedi erotis?
Dalam genre komedi erotis, gurauan enggak dapat dilepaskan dari unsur seksualitas. Hal itu merujuk pada definisi erotis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yakni berkenaan dengan sensasi seks yang menimbulkan rangsangan. Jadi, di dalam genre erotis, banyak gurauan yang ujung-ujungnya mengarah pada birahi atau seks.
Komedi erotis bukanlah barang baru. Usianya sudah sangat uzur. Bahkan, ia dimulai sejak zaman Yunani Kuno. Salah satu yang paling terkenal adalah Lysistrata oleh Aristophanes pada 411 SM (Jon Solomon, The Ancient World in the Cinema, 2001).
Dalam drama ini karakter utama mengajak teman-teman perempuannya untuk menolak Perang Peloponnesia dengan setop berhubungan seks dengan laki-laki. Inti dari drama ini seolah mengarah pada fungsi perempuan sebagai pemuas birahi laki-laki sebagai sosok yang “enggak betah dengan ketiadaan seks”, sehingga aktivitas mogok seks ini dapat mencegah rencana perang.
Enggak banyak catatan mengenai komedi erotis pada masa-masa lampau, tetapi, yang jelas genre itu terus hidup, melampaui banyak zaman, hingga masa restorasi pada abad ke-17. Contohnya, pada komedi erotis An Evening’s Love (1668), The Amorous Widow, dan The Country Wife (1675) yang sukses besar (Susan J. Owen, Perspectives on Restoration Drama, 2002).
Kemudian, ada pula pertunjukan drag yang memuat banyak konten yang mengarah pada seksualitas, misalnya seperti perzinahan, gurauan bernada seksual, pahlawan perempuan innocent, dan sebagainya.
Entah komedi-komedi erotis teater ini bertujuan untuk mengkritik kenyataan di tengah masyarakat atau memang pola pikir mereka “cenderung ke sana”. Ann Marie Stewart, seorang penulis, dalam buku bertajuk The Ravishing Restoration: Aphra Behn, Violence, and Comedy tahun 2010 pernah berkata bahwa di dalam komedi erotis, perang dilakukan dengan senjata godaan, tatapan, keindahan, kecerdasan, dan manipulasi. Perempuan sering menjadi pemenang kendati enggak jelas mengapa ia bisa memenangkan pertempuran.
Komedi erotis di era modern
Setelah film bisu pertama kali diperkenalkan oleh Lumiere Bersaudara dan Hollywood mulai berkembang sebagai industri perfilman yang prominent, komedi erotis kembali menemukan rumah.
Tahun kunci dari bersinarnya era ini di Hollywood dipicu oleh beberapa hal (Tamar Jeffers McDonald, Romantic Comedy: Boy Meets Girl Meets Genre, 2007). Contohnya, seperti adanya film The Moon is Blue hingga dirilisnya majalah Playboy pada tahun 1953 yang memunculkan foto nude Marilyn Monroe yang secara eksklusif dibeli oleh Hefner.
Pada periode modern ini, ada beberapa komedi erotis yang cukup terkenal seperti The Apartment, Pillow Talk, dan The Seven Year Itch.
Pada masa itu, komedi erotis kerap membawa tema-tema seperti meniduri istri orang, tertarik pada tetangga, pada perawan, dan hal-hal semacam itu. Salah satu film dengan tema kontroversial tentang erotisme yang cukup kentara dan tabu adalah The Graduate (1967) yang bercerita tentang seorang pria yang menyukai teman ibunya secara seksual karena terus menerus digoda.
Selalu ada komedi erotis bermunculan enggak hanya di Amerika Serikat selaku negara tempat Hollywood berada. Negara lain, seperti misalnya Mexico, memiliki genre sexicomedia yang berkembang pada tahun 1970-1980an. Kemudian, Inggris juga memiliki genre ini yang dimulai pada tahun 1957an. Indonesia, juga enggak lewat dari genre ini.
Komedi erotis di Indonesia pada 80an
Era-era komedi erotis di Indonesia cukup menyenangkan untuk disimak. Komedi erotis sendiri berbenturan dengan budaya ketimuran sekaligus terinspirasi dari budaya tersebut.
Nurmaningsih, adalah aktris yang beradegan separuh telanjang pada film nasional Harimau Tjampa (1954). Hal itu dibahas di dalam buku bertajuk A to Z about Indonesian Film karya Ekky Imanjaya. Bagi Nurmaningsih, pengalamannya itu merupakan sebuah gerakan untuk melawan pikiran yang kolot.
Pada dekade 60an, Soekarno memberikan larangan impor film yang sejalan dengan prinsip anti-Baratnya. Hal ini merugikan industri importir film, tetapi pada akhirnya turut menumbuhkan industri perfilman Indonesia. Selain itu, Kementerian Penerangan memiliki target 200 film pada awal dekade 1980an.
Maka, ada begitu banyak film yang diproduksi demi mengejar target. Beberapa memang berkualitas, tetapi banyak juga yang enggak memusingkan kualitas dan justru menjadikan seks sebagai daya tarik.
Film yang memulai era film panas Indonesia justru bukan komedi erotis, lho, melainkan film horor. Ya, film yang menandai bermulanya era film panas Indonesia adalah film bertajuk Bernapas dalam Lumpur. Film tahun 1970 yang dibintangi Suzanna ini bercerita tentang Yanti yang mencari suaminya di kota tetapi malah masuk ke lingkaran perdagangan perempuan.
Setelahnya, mulai bermunculan film-film erotis seperti Intan Perawan Kubu (1972), Tiada Djalan Lain (1972), hingga Inem Pelayan Seksi (1976) yang membuka jalan bagi banyak tokoh ART seksi di dalam film kelak.
Keberadaan film-film erotis ini memunculkan banyak “bintang panas” seperti Yati Octavia dan Doris Callebaut. Aktris-aktris perempuan yang berani beradegan “panas” pun semakin banyak pada dekade 80an.
Genre komedi erotis ini kemudian menyemarakkan dekade 80an. Dalam wawancara bersama Kick Andy, Atok Soeharto, sutradara yang banyak menyutradarai film komedi erotis seperti misalnya Terjebak Penari Erotis (1986) dan Cewek-Cewek Genit (1987), mengatakan bahwa apa yang ia lakukan memang bukan murni keinginan dia. “Didikte broker..”, begitu ujarnya.
Makanya, film-film tersebut tumbuh, bukan hanya lahir, karena permintaan yang tinggi dari makelar. Makelar sendiri menerjemahkan keinginan penonton. Jadi, dari yang awalnya coba-coba saja, komedi erotis pun menjadi sebuah genre yang pada akhirnya merajai dekade 80an.
Apalagi, pada akhir tahun 70an dan menjelang 80an, grup lawak Warkop DKI mulai merambah dunia layar lebar, sehingga semakin banyak film dengan genre komedi erotis di Indonesia.
Berbeda dengan film horor erotis, komedi erotis menempatkan hal-hal vulgar pada situasi yang enggak semestinya, membuatnya menjadi gurauan, atau menampilkan karakter-karakter perempuan sebagai sahabat atau kekasih atau gebetan dengan baju-baju yang cenderung minim, memperlihatkan lekuk tubuh.
Dalam film pertama Warkop berjudul Mana Tahan (1979), premis “pembantu seksi yang membuat sang tuan tidak tahan” sangat digemari banyak orang hingga membuat film ini menjadi viral. Karakter pembantu lugu yang diperankan oleh Elvy Sukaesih ini bertolak belakang dengan kondisi selanjutnya di mana ia kerap menggunakan baju yang menggoda dan dihamili tuannya.
Selanjutnya, komedi erotis semakin kreatif dalam menampilkan cerita. Enggak jarang komedi-komedi ini memberikan kemasan profesi tertentu yang membuat erotisme semakin greget. Contohnya, seperti Cewek-Cewek Pelaut (1988) yang bahkan menampilkan separuh ketelanjangan, memberikan adegan-adegan seperti perempuan bertengkar hingga terbuka bajunya, dan sebagainya.
Para bintang perempuan di film panas tentu yang paling kebanjiran spotlight, terlebih yang berani beradegan panas bahkan memperlihatkan bagian intim seperti misalnya Taffana Dewi dan Yurike Prastika. Dalam wawancara bersama Kick Andy, Yurike bahkan pernah terkena masalah karena statusnya sebagai bintang panas. Rumahnya pernah dilempari batu oleh orang-orang tak dikenal.
Makin Panas di Era 90an:
Pendapatan besar, biaya produksi jauh lebih kecil bikin era 90an makin panas
“Saya malu pernah membuat film-film itu,” kata Ferry Angriawan, pemilik PT Virgo Putra FIlm
Tabloid NOVA, pada tahun 1994, pernah mengkritik perihal semakin panasnya bioskop pada masa itu. Film erotis semakin banyak, bahkan dalam komedi erotis yang dibintangi oleh Warkop DKI berjudul Bagi-Bagi Dong, begitu banyak pameran perempuan dengan busana minim yang berada dalam situasi kocak serta kerap menjadi objek perhatian.
Dalam artikel tersebut, Ferry Angriawan mengatakan bahwa sebetulnya ia merasa malu melihat film-film produksinya itu. Beberapa film erotis yang pernah diproduksi oleh Virgo Putra Film antara lain seperti misalnya Gadis Metropolis (1992) dan Lembaran Biru (1993).
Meski begitu, Ferry mengatakan kalau ini merupakan “satu-satunya jalan”. Maksudnya, membuat film-film erotis akan jauh lebih baik daripada enggak bikin film sama sekali. Lagipula, pendapatan film semacam ini memang sangat besar.
Film-film erotis dekade 90an memang makin berani menampilkan sensualitasnya. Contohnya seperti film Gairah yang Nakal (1993) yang menampilkan dua bom seks pada masanya, yakni Inneke Koesherawati dan Kiki Fatmala. Iklannya pun bahkan terang-terangan menjual sensualitas dengan kalimat semacam ini:
Hot! Sexy! Sensual! Seductive! 2 bom sex dalam satu film yang dipersembahkan untuk wanita agar tahu kenapa banyak pria memiliki WIL (wanita idaman lain).”
Dalam film-film komedi erotis, perempuan sering menjadi objek pemuas nafsu mau pun gurauan perempuan. Film-film Warkop DKI misalnya, kerap memunculkan adegan catcalling sebagai adegan yang biasa saja, alias, memang sudah lumrah terjadi di tengah masyarakat.
Era 2010an, eranya “K2K”
Kritikus film pada era tersebut pasti udah enggak asing lagi dengan istilah K2K. Ia merupakan rumah produser besutan K.K. Dheeraj.
Dheeraj Kalwani atau K. K Dheeraj merupakan sosok produser yang bikin kesal sekaligus bikin kritikus film “terhibur”. Pasalnya, K2K memang kerap memproduksi film-film dengan nuansa erotis yang kebanyakan adalah film horor. Namun, beberapa film komedi erotis ikonik (yang dianggap berkualitas rendah) juga lahir dari “tangan dingin Dheeraj.
Contohnya seperti Mas Suka Masukin Aja – Besar Kecil It’s OK yang menampilkan banyak komedian dan juga “bom seks” seperti misalnya Kiki Fatmala dan Kiki Amalia. Film yang dirilis tahun 2008 ini menggunakan kisah Mak Irit –pelesetan dari Mak Erot–. Ada pula Pijat Atas Tekan Bawah yang pada saat itu menggunakan gimmick pelecehan seksual saat Saiful Djamil memijat Kiki Fatmala.
Oleh tangan dingin Dheeraj, komedi erotis bisa dicampur dengan horor dan cukup menghasilkan, meskipun juga panen hujatan. Contohnya, seperti Pacar Hantu Perawan (2011), Arwah Kuntilanak Duyung (2011), dan Mister Bean Kesurupan Depe (2012) yang diperankan oleh Dewi Perssik. Lalu ada pula Kung Fu Pocong Perawan yang posternya menuai kritik karena serupa dengan film Kung Fu Panda.
Film-film itu sangat laris hingga mencetak bom seks baru seperti Cynthiara Alona yang pernah bermain dalam Ciin, Tetangga Gue Kuntilanak (2010), Dewi Perssik, dan juga Julia Perrez. Pada saat itu, blog-blog film akan selalu membahas dan memaki Dheeraj dan karyanya habis-habisan, tetapi merasa bahagia karena mendapatkan hiburan baru.
Meski begitu, film-film ini pada akhirnya mencapai titik jenuh. Pada tahun 2015 misalnya, film berkualitas semakin menekan keberadaan film-film horor atau komedi erotis yang formulanya jadi membosankan. Gimmick-nya sudah mulai dihafalkan oleh para penonton, karena mereka berulang kali ditipu. Misalnya, penipuan bahwa MIyabi akan punya banyak adegan dalam film komedi erotis Menculik Miyabi (2010) atau bahwa Mr. Bean alias Rowan Atkinson akan menjadi pemeran dalam Mr. Bean Kesurupan Depe.
Apakah Komedi Erotis (Pasti) Enggak Berkualitas?
Kebanyakan komedi erotis memang menjadikan seksualitas sebagai senjata dan kerap kali hal ini membuat kisahnya jadi enggak berkualitas. Namun, bukan berarti enggak ada komedi erotis yang bagus, misalnya di Indonesia.
Di Indonesia, walaupun enggak banyak, tercatat ada beberapa komedi erotis yang berkualitas. Sebut saja Quickie Express (2007). Alih-alih menggunakan tubuh perempuan sebagai penarik minat penonton, ia justru menyorot tentang profesi gigolo, menyindir “perempuan-perempuan kaya kesepian” dengan gaya humoris.
Ada pula Kawin Kontrak (2008), yang walaupun penuh dengan slapstick dan juga humor konyol, tetapi juga menyindir perilaku kawin kontrak dan memberikan pesan moral.
Selain itu, ada pula Namaku Dick (2008). Film ini, seperti Quickie Expresss, diperankan oleh Tora Sudiro – Aming, yang namanya dikenal berkat komedi malam Extravaganza. Namaku Dick berkisah tentang arsitek playboy yang tiba-tiba mendapati bahwa penisnya bisa berbicara pada pagi hari.
***
Seksualitas akan selalu menjadi bumbu yang menarik. Itulah yang membuat komedi erotis akan selalu ada.
Biar bagaimana punseksualitas bisa ditertawakan bersama-sama tanpa perlu mikir berat. Kembali lagi apakah para pembuat karya tidak merasa jengah dengan kontroversi yang lebih sering menuai kritik negatif. Biarpun kerap dihina, tetapi pasarnya selalu ada. Sulit juga, ya?