– Kategori “Best Picture” di bawah ini menang dalam berbagai ajang penghargaan.
– Sebagian besar merupakan film Hollywood hitam-putih.
Berbagai ajang penghargaan untuk dunia perfilman seperti Festival Film Cannes kemudian Academy Awards atau yang biasa disebut Oscar, selalu menjadi sorotan bagi para penggemar film. Enggak sedikit dari mereka yang menjadikan ajang penghargaan tersebut sebagai patokan atas bagus atau enggaknya sebuah film. Sayang sekali, tahun 2020 ini ditunda penyelenggaraanya karena virus corona.
Nah, salah satu kategori yang paling bergengsi dan ditunggu-tunggu adalah kategori “Best Picture” atau “Film Terbaik”. Film yang berhasil masuk menjadi nominasi di kategori ini sudah pasti merupakan film yang bagus, apalagi kalau sampai bisa menjuarai.
Namun, kalian perlu tahu, kalau film-film yang menang kategori “Best Picture” ini ternyata ada yang mendapat rating jelek di situs rating seperti IMDb atau Metascore. Bukan berarti film tersebut adalah film yang buruk, bisa jadi ratingnya jelek karena filmnya memiliki alur cerita yang enggak mudah dimengerti orang banyak. Apa saja, ya, film “Best Picture” yang dapat rating jelek?
1. Cimarron (1931)
Film berjudul Cimarron yang dirilis tahun 1931 ini berhasil memenangkan piala Oscar. Enggak tanggung-tanggung, film ini juga menyabet dua piala lainnya pada ajang yang sama, yaitu kategori “Best Writing” dan “Best Art Direction”. Padahal, film ini mendapat rating yang rendah di IMDb yaitu sebesar 5,9 saja.
Cimarron adalah film western pertama yang berhasil memenangkan “Best Picture” di Oscar. Film ini menceritakan seorang editor surat kabar bernama Yancey Cravat pada akhir abad ke-19. Yancey mendirikan Oklahoma Wigwam, perusahaan surat kabar mingguan, untuk ikut berkontribusi dalam pembangunan kota perbatasan.
Cimarron disutradarai oleh Wesley Ruggles, dibintangi oleh Richard Dix dan Irene Dunne, dan menampilkan Estelle Taylor dan Roscoe Ates. Selain menang “Film Terbaik”, film ini juga menang “Best Writing-Adaptation” berkat tangan dingin Howard Estabrook yang berdasarkan pada novel Edna Ferber.
2. Cavalcade (1933)
Cavalcade adalah sebuah film drama Amerika pada 1933 garapan Frank Lloyd. Dibintangi oleh Diana Wynyard dan Clive Brook, film ini bercerita tentang kehidupan dua keluarga Inggris dari 1899–1933. Menariknya, film ini sajikan berbagai sudut pandang. Beberapa peristiwa sejarah mempengaruhi kehidupan mereka, seperti Perang Boer II, kematian dari Ratu Victoria, tenggelamnya RMS Titanic, dan Perang Dunia I.
Berkat penceritaan yang detail, Cavalcade berhasil memenangkan Piala Oscar 1934 untuk kategori “Best Picture”. Selain itu, piala untuk kategori “Best Director” dan “Best Art Direction” juga berhasil direbutnya. Sayangnya, prestasinya ini ternyata enggak sebanding dengan ratingnya di IMDb yang terbilang rendah, yaitu 5.8 saja.
Meski begitu, film yang dimuseumkan pada 2002 ini jadi film paling populer kedua di Amerika Serikat pada 1933. Buktinya, di zaman tersebut, film ini menghasilkan lebih dari satu juta dolar di Inggris, dan keuntungan 2,5 juta dolar (sekitar Rp35 miliar di zamannya) saat rilis perdana.
3. The Broadway Melody (1929)
The Broadway Melody adalah sebuah film musikal Amerika pertama yang berhasil memenangkan kategori “Film Terbaik” pada Oscar 1930. Mungkin kalian tahu atau pernah mendengarkan salah satu lagu yang terkenal dari film ini, yaitu “You were Meant for Me”.
Berbagai respons negatif dan positif membanjiri film ini. Memang, kalau dinilai dan dengan berkaca film modern, The Broadway Melody memang enggak ada apa-apanya. Namun, film ini dianggap jadi salah satu film inovasi, karena rilis ketika masih zamannya film bisu.
Walaupun rating film ini jelek di IMDb yaitu 5.7 saja, enggak menghalangi film ini untuk bisa memenangkan piala Oscar. Bahkan di tahun yang sama, film ini juga masuk ke nominasi “Best Actress in a Leading Role” dan “Best Director”.
4. Out of Africa (1985)
Kali ini giliran film berwarna, yaitu Out of Africa. Film yang diadaptasi dari autobiografi Isak Dinesen ini digarap oleh Sydney Pollack. Sang sutradara pun enggak tanggung-tanggung menggaet para pemainnya, antara lain Meryl Streep, Robert Redford, dan Klaus Maria Brandauer. Hebatnya, film ini menerima 28 penghargaan film, termasuk tujuh piala Academy Awards.
Sayangnya, skor di situs rating enggak setinggi apresiasi di panggung penghargaan, termasuk piala “Best Picture” Oscar. Out of Africa hanya mendapatkan 58 persen di Rotten Tomatoes dan 69 di Metacritic. Banyak respons negatif yang melingkupinya, banyak pula respons positif yang membanjirinya.
Salah satunya, penampilan Meryl Streep yang dianggap menyelamatkan film. Enggak heran, sih, dia juga dapat nominasi “Best Actress” di Oscar. Seperti kata Sheila Benson, reviewer di LA Times, “Streep berhasil menyakinkan kita untuk jatuh cinta pada film ini, tapi membosankan karena ceritanya dangkal.”
5. Battle in Heaven (2005)
Film Battle in Heaven atau yang aslinya berjudul Batalla en el cielo, adalah film yang menceritakan tentang seseorang bernama Marcos dan istrinya yang menculik bayi demi mendapatkan tebusan. Tapi naas, bayi tersebut justru meninggal di tangan mereka. Film ini fokus pada gejolak perasaan Marcos yang berusaha mengatasi rasa bersalahnya.
Film Battle in Heaven berhasil masuk ke dalam nominasi film terbaik di Festival Film Cannes 2005. Sayangnya di ajang ini, Battle in Heaven belum berhasil menang. Sedangkan di Rio de Janeiro Film Festival pada tahun yang sama, film ini berhasil memenangkan “Best Latin American Film”. Prestasinya ini ternyata enggak selaras dengan ratingnya di IMDb, lho. Ratingnya hanya 5.6 di IMDb dan Metascore sebesar 56.
***
Nah, itu dia lima film yang mendapatkan piala dalam kategori “Best Picture” alias “Film Terbaik”, tetapi mendapatkan rating anjlok di platform review film!
Well, hal ini membuktikan satu hal: ada perbedaan antara film yang bagus secara teori dan film yang disukai khalayak ramai. Film-film di atas mendapatkan nilai rendah karena enggak memenuhi selera masyarakat secara umum, atau karena beberapa di antara mereka adalah film keluaran lama yang udah enggak nyambung sama kehidupan zaman sekarang.
Jadi, kalau kalian mau nonton film Hollywood yang tayang di bioskop, lebih baik enggak usah terpengaruh sama skor di platform review, karena terlepas dari teori tentang seni film dan selera masyarakat, bagus enggaknya film itu kalian sendiri yang menentukan.