Dari Dune Sampai The Batman, Ini 5 Karya Terbaik Greig Fraser, Sinematografer Peraih Oscar

Baru-baru ini, Greig Fraser baru saja memenangkan Oscar pertamanya melalui film Dune (2021) dalam kategori “Best Cinematography”. Sinematografer asal Australia ini memang punya gaya tersendiri dalam membuat visual dalam film dapat bercerita tanpa kata-kata.

Penggunaan pencahayaan yang tepat, pergerakan kamera, hingga sudut pengambilan gambar benar-benar menentukan hasil akhir visual yang ciamik dan mampu memanjakan mata penonton. Tak heran, Fraser telah meraih sejumlah penghargaan bergengsi, termasuk American Society of Cinematographers’ Award, Emmy Award, hingga Oscar.

Namun, enggak hanya Dune, Fraser juga punya sejumlah karya yang enggak kalah menarik dan populer. Dengan kemampuan pendekatannya terhadap komposisi visual kamera yang terasa ‘mengalir’, sinematografer alias DoP yang mulai berkarya sejak tahun 2000-an ini pun sering menjadi incaran sutradara. Jane Campion, Denis Villeneuve, Bennett Miller, Rupert Sanders, hingga Matt Reeves adalah beberapa di ataranya.

Nah, di antara puluhan film yang pernah dirinya kerjakan, apa saja karya terbaik Greig Fraser? Langsung simak daftarnya di bawah ini!

Karya terbaik Greig Fraser:

1. Zero Dark Thirty (2012)

Salah satu film yang membuat nama Fraser melejit adalah Zero Dark Thirty (2012), film aksi-thriller garapan Kathryn Bigelow. Film ini berkisah tentang perburuan panjang CIA selama satu dekade untuk menangkap teroris di balik serangan 9/11 di Amerika, yaitu Osama Bin Laden. Film ini mendapat banyak pujian, salah satunya dari sisi sinematografinya yang epik.

Salah satu adegan ikonisnya adalah serangan terakhir yang “mengerikan” di tempat Bin Laden yang semuanya diambil menggunakan teknologi night vision. Berkat film tersebut, Fraser pun sukses meraih nominasi “Best Cinematography” untuk berbagai penghargaan, seperti Chicago Film Critics Association, National Society of Film Critics, Washington D.C. Area Film Critics Association Award, hingga memenangkan New York Film Critics Circle Award.

2. Rogue One: A Star Wars Story (2016)

Paraa penggemar Star Wars tentu familier dengan adegan entrance dramatis Darth Vader yang muncul dalam kegelapan dengan lightsaber-nya di akhir film Rogue One. Adegan ikonis tersebut pun sempat jadi perbincangan hangat ketika filmnya baru rilis pada 2016 silam. Namun, enggak hanya adegan tersebut, film spin-off garapan Gareth Edwards ini juga menampilkan berbagai visual yang terasa begitu nyata.

Fraser mengatakan bahwa dirinya sering mengoperasikan teknik handheld atau memegang langsung kamera agar terasa lebih “dekat” dengan penonton. Enggak hanya itu, banyak juga cinematic wide shot di mana kamera enggak bergerak sama sekali. Hal ini bisa meningkatkan sensasi ‘tegang’ dibanding adegan yang diambil dengan teknik handheld,” ungkap sang sinematografer.

3. Lion (2016)

Fraser pertama kalinya mendapatkan nominasi Oscar melalui film biografi Australia, Lion (2016) garapan Garth Davis yang merupakan sahabatnya. Bagi Fraser, film ini enggak seperti “pekerjaan”, tetapi lebih seperti passion karena dia memang benar-benar mencintai cerita yang diadaptasi dari kisah nyata tersebut.

Lion mengisahkan Saroo, seorang bocah berusia lima tahun yang terpisah dari keluarganya di India. Dia harus menghadapi kejamnya kota Kalkuta hingga akhirnya dia diadopsi dan pindah ke Australia. Namun, pada akhirnya, Saroo memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di India.

Fraser mengungkapkan bahwa untuk film ini, dia enggak membuat banyak storyboard atau shot list, tetapi banyak yang diambil secara lebih “organik” untuk mengikuti perjalanan sang aktor. Fraser juga mendesain perbedaan palet warna antara dua negara utama dalam film ini, yaitu India dan Amerika yang keduanya merupakan negara favoritnya.

Visual estetik India terdiri dari warna merah, merah muda, biru, hingga cokelat. Sementara itu, Australia memiliki warna biru hingga hijau cerah seperti langit dan rumput, serta kuning untuk pasir.

Gambar-gambar sinematik yang memberikan kesan ‘hangat’ ini pun berhasil membuatnya meraih nominasi Oscar dan BAFTA Award, serta memenangkan AACTA dan ASC Award.

4. Dune (2021)

Tahun ini, nama Greig Fraser kembali melejit berkat Dune (2021) yang baru saja mendominasi penghargaan Oscar 2022. Film fiksi-sains adaptasi novel Frank Herbert berjudul sama ini memang mendapat banyak pujian setelah rilisnya pada Oktober tahun lalu, termasuk dalam aspek sinematografinya yang dinilai epik.

Sang sutradara, Denis Villeneuve menjelaskan bahwa film ini merepresentasikan perjalanan sebuah karakter dalam menemukan dunia dan budaya baru. Kemudian ia perlahan diubah oleh perjalanan tersebut. 

Tugas Fraser di sini adalah menyajikan visual sinematik yang mampu menceritakan hal tersebut tanpa perlu menghadirkan monolog. Sang sinematografer pun sengaja menyusun Dune yang dengan gambar yang terasa monokromatik karena berlatar di dunia yang berisi gurun pasir dan debu.

Dengan pencahayaan natural, gambar-gambar tersebut membuat penonton dapat lebih merasakan atmosfer planet gurun dan ekosistem lainnya dalam semesta Dune yang begitu kompleks.

5. The Batman (2022)

Sejak rilis awal Maret lalu, film The Batman jadi salah satu topik perbincangan hangat di media sosial. Banyak penggemar maupun kritikus yang memuji film garapan Matt Reeves tersebut, salah satunya dari aspek visual.

Memang, film yang menggandeng Robert Pattinson sebagai superhero ikonis DC ini memiliki sinematografi ciamik yang memanjakan mata. Enggak hanya itu, banyak juga shot kreatif dan unik yang mampu bercerita tanpa kata-kata. Semua ini tentunya berkat Greig Fraser, DoP alias sinematografer di balik The Batman.

Melalui lensanya, sosok Batman tampil lebih brutal, gelap, dan “mengerikan”. Fraser berusaha menghidupkan kembali karisma ‘sang ksatria kegelapan’ dalam diri pahlawan kota Gotham tersebut.

“Menemukan keseimbangan yang tepat antara kegelapan dan cahaya adalah suatu tantangan. Karena kami memiliki setelan kostum Batman yang indah dan aktor yang luar biasa dalam setelan tersebut. Jadi, kami tidak ingin terlalu sedikit menampilkan sosok tersebut, tetapi di saat yang sama kami juga ingin dia tetap misterius dan menjadi teka-teki,” jelas Fraser dalam wawancaranya bersama Variety.

BONUS

The Mandalorian (2019-sekarang)

Setelah sukses menggarap Rogue One, Fraser kembali berkecimpung dalam dunia Star Wars melalui serial garapan Jon Favreau, The Mandalorian. Berkat serial populer ini, Fraser pun berhasil memenangkan Emmy Awards.

Memang, visual dalam dunia fiksi-sains di The Mandalorian ini beda dari yang lain. Soalnya, serial yang sukses meraih 32 penghargaan ini enggak menggunakan green / blue screen, melainkan teknologi LED. Jadi, gambar yang dihasilkan pun terasa lebih nyata. 

“Kami ingin menciptakan lingkungan dan suasana yang kondusif, tidak hanya untuk memberikan susunan efek, tetap untuk benar-benar ‘menangkap’ gambar secara real time. Jadi, para aktor yang berada dalam latar tersebut mendapatkan pencahayaan yang tepat dan momen fotografi yang nyata,” jelas Fraser dalam wawancaranya bersama ascmag.com.

*** 

Nah, itulah sejumlah karya film maupun serial terbaik dari Greig Fraser. Di antara daftar tersebut, karya Fraser manakah yang paling kalian sukai dari aspek visualnya? Bagikan pendapat kamu di bawah, ya! Jangan lupa ikuti KINCIR untuk informasi menarik seputar film atau serial lainnya.

Stay Updated!
Tetap terhubung di media sosial supaya cepat dapat pembaruan.