Nuansa horor ternyata turut menyelimuti lokasi syuting Anomaly yang sekelas Hollywood!
Mike Lewis terakhir kali terlihat di layar lebar lewat film aksi fiksi ilmiah yang berjudul Foxtrot Six (2019). Di film Garapan Randy Korompis tersebut, Mike berperan sebagai seorang tentara bernama Ethan. Tiga tahun setelah perilisan Foxtrot Six, Mike kembali lagi di film aksi fiksi ilmiah lainnya yang berjudul Anomaly. Berbeda dengan Foxtrot Six yang merupakan film panjang, Anomaly hadir dalam bentuk film pendek.
Lebih mengejutkan lagi, Anomaly ternyata bukanlah film pendek biasa, loh. Anomaly merupakan film keluaran Good Form Bali, perusahaan produksi film yang berlokasi di Los Angeles dan Bali. Ditambah lagi, film ini digarap oleh Brian L. Tan, sutradara yang punya pengalaman dalam mengerjakan efek visual untuk film-film blockbuster Hollywood, di antaranya Tron: Legacy (2010), X-Men: First Class (2011), dan The Girl with the Dragon Tattoo (2011).
Yap, Anomaly bisa dibilang sebagai film pendek berlatar tempat di Bali yang dibuat dengan sentuhan Hollywood. Selain itu, film ini juga dibintangi oleh beberapa aktor internasional, salah satunya adalah Quisha Saunders yang pernah membintangi American Gangster (2007) dan When in Rome (2010). Dari sini kita bisa melihat bahwa Anomaly merupakan film pendek yang cukup ambisius.
KINCIR mendapatkan kesempatan eksklusif mengobrol dengan Mike Lewis. Bagaimana pengalaman Mike membintangi film ini? Yuk, simak obrolan kami berikut ini:
KINCIR: Bisa diceritakan tentang karakter yang diperankan Mike di Anomaly?
Mike: Karakter saya di Anomaly bernama Charlie. Dia itu tentara, tetapi tentara yang sangat liar. Dia membawa sesuatu yang berbeda dari lainnya karena dia punya banyak pengalaman perang. Jadi, dia ingin bertempur tetapi dengan santai. Dia juga selalu ngeledek orang lain. Karakter yang diperankan saya ini membawa sesuatu yang terbilang unik.
KINCIR: Bagaimana proses Mike bisa bergabung ke Anomaly? Apakah ada proses casting?
Mike: Anomaly itu proyek kedua saya yang bekerja sama dengan Brian L. Tan (sutradara Anomaly). Proyek pertama itu dikerjakan sekitar sembilan bulan sebelum Anomaly. Itu saat pandemi, ‘kan, jadi semuanya lockdown. Saat itu saya berada di Bali dan Brian berencana syuting di sana. Jadi, Brian cari aktor yang bisa main di film dia yang berjudul Deep Tissue (2021).
Berhubung saya kenal dengan Patrick Tashadian, produser Deep Tissue dan Anomaly, dia suruh saya bikin rekaman screen test. Ternyata, pilihannya antara saya atau Zack Lee. Setelah kami selesai syuting Deep Tissue, saya merasa cocok bekerja sama dengan Brian. Lalu, Brian memberikan tawaran proyek kedua (Anomaly). Saya jelas merasa antusias dengan pekerjaannya Brian dan menganggap dia sangat berbakat. Suatu kehormatan bisa bekerja sama dengan Brian.
KINCIR: Anomaly disutradarai oleh Brian L. Tan, sosok yang pernah menggarap efek visual film blockbuster Hollywood. Bagaimana pengalaman Mike saat disutradarai oleh Brian? Apakah terasa perbedaannya dibandingkan bekerja dengan sutradara Indonesia?
Mike: Kamu tahu, ada banyak sutradara yang berbakat di Indonesia. Ada yang sama, tetapi ada beberapa hal yang berbeda juga. Brian punya perencanaan yang sangat spesifik sesuai apa yang dia mau. Saya pikir bekerja sama dengan Brian terasa berbeda karena dia benar-benar tahu apa efek visualnya dan apa yang mau dia lakukan. Enggak hanya sekadar beradaptasi dengan apa yang terjadi di lokasi syuting. Banyak sutradara Indonesia yang mereka harus siap berubah total tergantung suasana.
KINCIR: Anomaly, ‘kan, film aksi fiksi ilmiah. Apakah Mike menjalani persiapan atau pelatihan khusus sebelum proses syuting?
Mike: Sebenarnya kami enggak punya banyak waktu buat persiapan. Untungnya, buat saya sendiri, saya bawa pengalaman dari film-film saya sebelumnya yang bertema tentara, Dead Mine (2013) dan Foxtrot Six.
Lalu, ada pemain yang tentara asli juga yang penampilannya mirip Jason Momoa. Dia memang tentara asli dari Amerika Serikat. Jadi, dia tunjukkin mana yang benar atau yang tidak. Dia benar-benar membantu saya dan pemain lainnya. Salah satu produser juga ada yang punya pengalaman sebagai pilot helikopter di militer Amerika Serikat. Jadi, kami punya dua mantan tentara di lokasi syuting.
KINCIR: Apa tantangan terbesar yang Mike hadapi saat syuting Anomaly?
Mike: Lokasi syutingnya itu di Taman Festival Bali. Nah, Taman Festival Bali terkenal sebagai tempat hantu. Kita bahkan syuting di sana sampai tengah malam juga. Jadi, banyak orang lokal di sana yang benar-benar kelihatan takut dan kasih tahu berbagai cerita seram. Percaya atau enggak masalah hantunya, tetapi tetap terasa ada yang mengganggu, sih.
Tantangan terbesarnya, ya, itu doang. Saya pernah bilang di pesta farewell, syutingnya terasa mudah bagi saya. Namun, saya sadar bahwa di belakang layar pasti lebih stres dan lebih bekerja keras. Brian pernah marahin saya karena menganggap syutingnya mudah.
KINCIR: Bagaimana reaksi pemain lainnya ketika mengetahui cerita seram dari lokasi syuting Anomaly?
Mike: Yang lucu itu ketika melihat ekspresi mereka. Ada satu aktor dari Australia dan ada dua yang dari Amerika Serikat. Lihat ekspresi mereka ketika ada kru cerita pengalaman hantu, mereka terlihat enggak percaya gitu.
KINCIR: Bisa ceritakan bagaimana pengalaman bekerja sama dengan beberapa aktor internasional?
Mike: Joseph J. U. Taylor yang jadi pemeran utama di Anomaly, dia sebenarnya berprofesi sebagai pelatih akting di Bali. Dia sudah tinggal di Bali selama 20 tahun dan menikah dengan orang Bali juga. Jadi, dia benar-benar sudah kayak orang Indonesia.
Lalu, pemain lainnya, Quisha Saunders, dia bawa pengalaman dari Hollywood karena dia pernah satu film dengan Denzel Washington di American Gangster. Saya kagum mendengar ceritanya yang pernah punya pengalaman di lokasi syuting Hollywood.
Lalu, pemain satunya lagi, John Walker Six, dari Amerika Serikat juga. Ternyata, ini pengalaman pertamanya bermain di film. Dia sebenarnya adalah model. Jadi, para pemain Anomaly merupakan perpaduan yang bagus.
KINCIR: Dengan adanya Anomaly yang diproduksi oleh studio Hollywood dan berlatar di Bali, apa harapan Mike dari film ini untuk perfilman Indonesia?
Mike: Saya mengambil dua proyek dari Brian karena tujuan kami untuk kasih lihat ke dunia bahwa produksi film di Bali juga bisa mencapai standar internasional. Kami juga ingin membawa bujet Hollywood ke film Indonesia.
Saya tahu kru di Indonesia luar biasa bagus dan pekerja keras. Saya pikir ada banyak ruang untuk mengembangkan industri perfilman Indonesia, khususnya Bali yang mungkin lebih menarik di mata internasional karena sudah punya nama, ‘kan. Fokusnya di situ, siapa tahu kita bisa mendatangkan studio di Bali yang memproduksi lebih banyak film di situ.
Itu harapan saya untuk bisa mengekspos produksi seperti ini yang bisa dilakukan di Bali dan semoga dunia perfilman Indonesia lebih maju dengan kerja keras kami. Siapa yang tahu, ‘kan?
***
Kamu jadi semakin penasaran dengan Anomaly setelah membaca pengalamannya Mike Lewis? Film ini sebenarnya telah ditayangkan di Bali pada 25 Februari 2022. Nah, kita tunggu saja informasi selanjutnya mengenai kapan dan di mana film pendek ini bisa kita tonton secara luas, ya!