Mogok kerja enggak cuma dilakukan di negara-negara berkembang saja dan di sektor informal, lho. Mogok kerja bahkan bisa terjadi di mana saja, termasuk di Hollywood! Saat ini mogok kerja ini dikenal dengan SAG Strike. Mogok kerja ini dinisiasi oleh SAG-AFTRA (Screen Actors Guild – American Federation of Television and Radio Artists –Serikat Aktor Layar – Federasi Artis Televisi dan Radio Amerika Serikat).
Mogok kerja yang berawal pada bulan Juli 2023 ini diikuti oleh berbagai jenis pekerjaan di dunia hiburan, mulai dari penulis sampai para aktor. Mogok kerja ini imbas dari SAG yang gagal meraih kesepakatan dengan Alliance of Motion Picture and Television Producers (AMPTP) yang mewakili 6 studio besar (Netflix, Amazon, Apple, Disney, Warner Bros Discovery, NBC Universal, Paramount Plus, dan Sony). Aksi ini dimulai sejak 14 Juli 2023.
Sebetulnya, apa yang melatarbelakangi mogok kerja di kalangan para pekerja seni Hollywood? Apa yang sebenarnya terjadi di industri hiburan tertua dengan perputaran uang terbesar di dunia? Bahas dan ketahui lebih lanjut di sini.
Fakta menarik terkait mogok massal di Hollywood
Bukan mogok massal yang pertama kali di Hollywood
Mogok massal serikat pekerja Hollywood bukanlah terjadi pertama kali pada era modern ini. Mogok kerja pertama terjadi berdekade-dekade lalu, yakni pada tahun 1960 oleh WGA (sister union dari SAG-AFTRA). Yang memulai gerakan ini bukan para aktor, lho, tetapi penulis skenario.
Ya, profesi penulis skenario memang rentan banget mengalami penyalahgunaan dalam pembayaran upah. Para penulis adalah orang-orang penting dalam membangun dunia yang kuat di dalam sebuah karya, tetapi posisi mereka yang berada di belakang layar kerap membuat mereka terabaikan dan oleh beberapa orang dianggap kurang signifikan –dibandingkan sama aktor.
Mogok kerja yang dimulai pada tanggal 16 Januari 1960 ini dilakukan pada ATFP (Alliance of Television Film Producers). Para penulis menuntut upah yang lebih baik, dana pensiun, dan juga royalti bagi karya mereka yang tampil di televisi.
Enggak lama setelah itu, mogok kerja disusul oleh SAG yang pada saat itu belum bergabung sama AFTRA. Masalahnya berawal dari tuntutan royalti penjualan film-film lawas untuk diputar di televisi.
Mogok massal SAG berakhir pada tanggal 18 April 1960, ketika serikat tersebut setuju untuk melepaskan sisa pembayaran atas film-film yang dibuat sebelum tahun 1960. Namun, mereka menerima royalti dari semua film yang dibuat dari tahun 1960 dan seterusnya serta pembayaran satu kali sebesar $2,25 juta dari produser untuk dana pensiun dan kesehatan SAG.
Sebaliknya, mogok massal penulis berlanjut hingga 12 Juni 1960, hingga WGA menyetujui kesepakatan baru. Pada akhirnya, serikat mendapatkan royalti untuk film teater (pembayaran 1,2% dari biaya lisensi ketika fitur dilisensikan ke televisi), dana pensiun, asuransi kesehatan industri, dan 4% untuk tayangan ulang televisi dalam dan luar negeri.
Nah, tahukah kamu kenapa negosiasi berjalan cukup lancar? Selain karena Hollywood kelimpungan dengan aksi mogok ini, rupanya ada okoh besar di balik serikat buruh ini. Ya, pada masa itu, Ronald Reagan, yang kelak menjadi presiden Amerika Serikat ke-40, adalah presiden SAG. Dia lah yang kemudian membantu untuk bernegosiasi dengan Hollywood untuk bisa melancarkan keinginan para pekerja.
(Masih) Digagas Oleh Penulis
Berdekade-dekade setelahnya, yakni pada Juli 2023, mogok massal kembali terjadi di industri hiburan Hollywood. Kali ini, SAG sudah bergabung bersama AFTRA, membuat mogok massal kali ini lebih terasa kuat, solid, dan terstruktur.
Sebetulnya, enggak jauh berbeda dari fenomena mogok massal yang terjadi pada dekade 60-an, mogok massal kali ini diawali kembali dari penulis, lho!
Ya, lewat WAG, para penulis kembali menuntut adanya kesejahteraan karena merasa bahwa hak-hak mereka enggak dipenuhi. Unjuk rasa yang mereka lakukan diikuti hingga 11.000 orang, termasuk oleh penulis-penulis populer seperti Neil Gaiman (Coraline). Gaiman bahkan mengatakan bahwa setelah beberapa tahun terakhir, ini adalah kali pertama ia enggak memakai baju gelap, demi mengikuti demonstrasi ini.
Serikat penulis memiliki cukup cadangan uang untuk melancarkan aksi hingga 2023. Namun, para pemrotes mengatakan bahwa sepertinya, para korporat sengaja untuk “berdiam diri” dan menunggu uang mereka habis, sehingga mereka akan menerima apa pun kontrak yang diberikan. Asumsi ini nampaknya senada dengan apa yang disampaikan oleh Bob Iger, CEO Disney yang mengklaim bahwa permintaan para penulis ini enggak masuk akal.
Apa yang disampaikan oleh Bob Iger ini bikin geram banyak orang, termasuk Adam Conover, host dari program TV Adam Ruins Everything. Menurut Conover, justru para CEO dan petinggi lain yang enggak masuk akal. Karena, mereka menerima keuntungan ratusan kali lipat dalam pembuatan film sementara banyak pihak yang digaji enggak seberapa, terutama mereka yang berada di balik layar.
Meminta perlindungan terhadap modernitas dan teknologi
Buat para pekerja seni, keberadaan teknologi memang sangat membantu mereka dalam mewujudkan imajinasi-imajinasi yang lebih gila. AI (artificial intelligence) misalnya, bisa membantu pekerja dalam melakukan riset, memberikan gambaran setting dunia, bahkan membantu mencari ide. Kemudian, teknologi seperti platform video on demand memberikan lebih banyak “lapak” bagi sineas untuk berkarya, sehingga mereka enggak harus mengandalkan slot bioskop.
Namun, perlu diakui bahwa keberadaan teknologi memang kayak pedang bermata dua. Di satu sisi, mereka membantu para penulis, sutradara, tim kreatif, sampai aktor. Namun, di sisi lain, banyak pekerjaan yang tergerus seperti misalnya researcher, administrasi, kamerawan, bahkan aktor itu sendiri jika AI semakin maju. Selain itu, keberadaan VOD juga membuat royalti dari para aktor semakin sedikit (dalam beberapa kasus), karena bujet dan penerimaannya enggak sebesar film bioskop. Padahal, mereka berakting sama beratnya dengan film-film bioskop.
Bukan cuma itu saja, karena gara-gara platform VOD, banyak sistem royalti yang enggak jelas. Film bioskop yang masuk ke VOD, misalnya, tentu akan mendulang untung kembali. Namun, yang mendapatkan keuntungan itu hanya pihak tertentu. Sementara itu, pihak lain yang terlibat seperti orang di belakang layar bahkan aktor kerap enggak mendapatkan royalti tambahan. Sistemnya dirasa enggak transparan.
Para aktor lain ikutan marah
Semenjak Bob Iger mengeluarkan pernyataan bahwa permintaan WGA dan SAG-AFTRA mengada-ada, para aktor penting pun ikut marah seperti para penulis. Terhitung ada sampai 160.000 aktor Hollywood yang mengikuti gerakan ini. Sean Gunn, pemeran Kraglin di Guardians of the Galaxy, dengan keras menyatakan bahwa yang kebangeten adalah Bob Iger.
Menurutnya, orang semacam Bob Iger bisa mendapatkan hingga ratusan kali lipat keuntungan dari para sineas dan aktor semenjak film bisa beredar di mana saja. Maka dari itu, sangat tamak saat ia berkata bahwa tuntutan para aktor dan sineas mengada-ada.
Para aktor Oppenheimer seperti Matt Damon, Cillian Murphy, dan Emily Blunt pun melakukan walkout pada pemutaran perdana film ini. Mereka hanya berjalan di red carpet, kemudian pulang sebagai bentuk empati terhadap para pekerja kreatif Hollywood dan aktor-aktor lainnya
Para produser mulai kelimpungan
Hingga bulan September 2023 ini, mogok massal yang diprakarsai oleh para penulis belum terlihat menemui titik terang.
Menurut firma riset LightShed Partners, dengan kondisi seperti ini, bisnis di Hollywood bakal bisa betul-betul pulih paling enggak awal tahun 2024. Walau baru berlangsung beberapa bulan, tetapi banyak musim tayang yang bakal tertunda, banyak proyek yang enggak bisa dikembangkan lebih lanjut, dan hal itu pun bikin pusing para produser bahkan para petinggi.
Memang, kalau dilihat, ada kesalahan para petinggi yang terkesan tamak. Namun, memenuhi tuntutan ratusan ribu orang memang enggak semudah itu, apalagi jika sudah bergelut dengan kontrak kerja yang rumit. Bukan cuma oleh para pekerja seni, mereka juga mendapatkan tuntutan dari para politisi. Para politisi, seperti Fiona Ma, seorang state treasurer negara bagian California, menuntut para petinggi Hollywood untuk segera menyelesaikan masalah ini.
Mengapa politisi sampai ikut-ikutan? Hollywood adalah industri menjanjikan bahkan menyumbang banyak untuk perekonomian negara, lho. Nah, mogok massal seperti ini sangat berdampak buat pemasukan Amerika Serikat. Jika berlangsung terus menerus, tentu saja hal itu bisa bikin keuangan negara carut-marut.
Sebagai penikmat film, tentu mogok massal seperti ini juga bikin kita berpotensi kekurangan hiburan. Namun, bagi para pekerja seni, protes seperti ini sangat dibutuhkan karena enggak semua aktor adalah A-list actors yang penghasilannya mencapai puluhan hingga ratusan juta dolar. Selain itu, dengan tuntutan ini, diharapkan Hollywood lebih menghargai mereka yang bekerja di balik layar dengan banyak pengorbanan, mulai dari waktu sampai dengan tenaga.