Setelah pada 2017 Ghost in the Shell diadaptasi dalam bentuk live action yang diperankan Scarlett Johansson, penggemar manga dan anime cyberpunk ini rasanya enggak bisa dibilang puas. Terlepas dari betapa ditunggu-tunggunya live action tersebut, ternyata hasilnya malah kekecewaan besar. Bukan karena whitewashing-nya, live action garapan Rupert Sanders tersebut dinilai enggak bisa menghadirkan unsur magis dari manga dan anime klasiknya.
Akan tetapi, anime Ghost in the Shell: Stand Alone Complex (SAC) punya tempat tersendiri dan masih diakui meski plot dan konfliknya enggak bakal kalian temukan dalam manga. Makanya, enggak heran kalau serial anime terbaru Netflix ini dibuat dengan meneruskan SAC.
Kalau kalian ngikutin SAC, musim pertamanya berfokus kepada kasus The Laughing Man, hacker yang bisa memanipulasi mata dan otak cyber orang-orang secara langsung. Nah, kalau latar waktu di SAC adalah tahun 2030 di Jepang, timeline di Ghost in the Shell: SAC_2045 ini adalah tahun 2045.
Dimulai dengan narasi pembukaan terkait perang berkelanjutan, anime orisinal Netflix ini membawa Mayor dan beberapa mantan anggotanya di Section 9 ke Amerika Serikat. Yuk, simak review Ghost in the Shell: SAC_2045 di bawah ini.
Konflik Posthuman
Ghost in the Shell: SAC_2045 mengambil latar waktu setelah peristiwa dalam seri SAC, ketika Mayor Kusanagi akhirnya menghilang bersama teman-temannya dari Section 9 setelah kasus The Puppeteer, membiarkan Togusa memilih jalannya sendiri untuk tetap berada di Jepang dan di kepolisian. Di sisi lain, 10 tahun kemudian, Mayor terlihat berada di Palm Spring, Amerika Serikat, menangani sebuah kasus bersama mantan anggotanya di Section 9: Batou, Ishikawa, Saito, dan robot AI Tachikoma.
Namun, kasus yang mereka hadapi di Amerika Serikat cuma permulaan aja menuju kasus yang sebenarnya, yaitu keberadaan posthuman, manusia yang berevolusi di era otak cyber. Memiliki otak cyber yang kecepatannya melebihi kekuatan komputer super sekalipun, para posthuman ini jadi ancaman bagi Amerika Serikat dan dunia. Akhirnya, Amerika Serikat bekerja sama dengan Jepang untuk menangkap hidup-hidup para posthuman, tentunya buat dijadikan penelitian.
Oh ya, meski awalnya Mayor dan timnya berada di Amerika Serikat, mereka akhirnya kembali ke Jepang buat meneruskan penyelidikan kasus ini dan menangkap para posthuman satu per satu. Akan tetapi, enggak cuma itu, mereka juga kembali ke Jepang karena permintaan Daisuke Aramaki buat membentuk kembali Section 9 yang baru dengan anggota lamanya (sekarang Paz, Borma, dan Azuma juga sudah bergabung).
Lama Panasnya
Nah, begitu kembali ke Jepang, barulah Ghost in the Shell: SAC_2045 kelihatan mulai kembali ke pijakan awalnya, seakan anime ini baru saja dimulai pada episode 8. Ketika akhirnya kasus posthuman di Jepang terungkap, diakhiri dengan kasus yang mungkin bikin kalian teringat sama The Laughing Man, kalian baru bakal merasa anime ini akhirnya jadi Ghost in the Shell juga, meski enggak banyak.
DI beberapa episode terakhir, kalian juga bisa menemukan Togusa yang, seperti biasa, bisa terikat banget sama kasus yang ditanganinya. Akhirnya kalian mulai lihat pengembangan karakter Togusa di sini, meski lagi-lagi enggak banyak. Begitu sampai di kasus Takashi Shimamura dan Think Pol (Polisi Pemikiran), jiwa Ghost in the Shell-nya terasa balik lagi dan lumayan terasa nostalgia (sesuai judul episode terakhirnya).
Kapitalis yang Mengambil Keuntungan dari Kapitalisme
Bisa dibilang, inilah kesimpulan Ghost in the Shell: SAC_2045. Negara Big 4 (yang disorot cuma Jepang dan Amerika Serikat) mempertahankan Perang Berkelanjutan demi menjaga perekonomian global aman di kantong mereka. Jadi, ada kesenjangan sosial yang tinggi dan inflasi, tapi di sisi lain perekonomian tetap berjalan karena ada orang-orang miskin yang dikorbankan ini. Jadi, para kapitalis mengambil keuntungan sepenuhnya dari kapitalisme.
Musim pertamanya dengan 12 episode sayangnya enggak merangkum keseluruhan konflik dengan baik. Cerita awalnya agak berbelit-belit. Ghost in the Shell: SAC_2045 menghabiskan 6 episode di Amerika Serikat dengan hampir seluruh episodenya dipenuhi aksi macam Mission Impossible.
Oke, KINCIR enggak mencoba nyinyir di sini, tapi terlepas dari latar Mayor Kusanagi yang merupakan anggota tim khusus kepolisian yang menangani kejahatan dunia maya, Ghost in the Shell sejak awal bukanlah anime aksi. Makanya, ketika Ghost in the Shell: SAC_2045 mengambil pendekatan aksi, anime ini jadi terasa cringe.
Sebetulnya, saat pembukaan dikatakan soal Perang Berkelanjutan dan Simultaneous Global Default yang menyebabkan redenominasi mata uang dan semua utang dihapus, KINCIR cukup yakin serial ini bakal keren. Namun, terlalu sedikit dialog terkait hal ini yang bikin masalah ini jadi dibahas di permukaan aja. Akhirnya, masalah besar ini jadi terasa klise dan bukannya ketika diketahui bahwa penyebab semua masalah ini adalah para posthuman.
Mungkin karena terlalu banyak aksi dibandingkan adu pemikiran dan kecerdasan dalam anime ini. Ghost in the Shell: SAC_2045 seakan mau bilang bahwa semua kerumitan itu sudah terjawab di film dan serial sebelumnya, jadi enggak perlu lagi dipusingkan di serial ini. Serial ini bakal bisa dinikmati sama kalian yang suka aksi.
Mencoba Nostalgia
Tak bisa KINCIR mungkiri bahwa salah satu yang bikin KINCIR nungguin banget Ghost in the Shell: SAC_2045 ini adalah kepingin ngerasain lagi ‘rasa yang dulu pernah ada’ ketika nonton Ghost in the Shell dan SAC. Akan tetapi, alasan inilah yang bikin KINCIR ujung-ujungnya enggak bisa menikmati anime ini.
Kalau dibandingkan sama pengalaman nonton anime klasiknya yang disusul sama SAC, rasanya anime ini enggak bisa dibandingkan. Masalah yang digodok kurang mendalam, enggak kayak anime klasiknya yang bikin kalian mikir soal eksistensialisme atau seri SAC yang penuh konflik batin dan sosial. Bisa jadi, ini karena faktor masalah yang diangkat adalah masalah perekonomian yang kurang mendalam dengan unsur-unsur politis yang tanggung.
Ini mungkin ngaruh juga karena anime ini enggak sedetail itu menggambarkan lingkungan di sekitar karakternya. Jadi, bukannya kelihatan kayak anime cyberpunk atau avant–garde yang jadi jiwa manga dan anime klasiknya, anime ini malah jadi kayak anime post-apocalyptic. Namun, jelas anime ini cukup detail dalam menggambarkan aksi karakternya, bikin Mayor dan timnya kayak lagi ada di film Mission Impossible.
Awalnya, mungkin kalian bakal merasa, apakah perlu meneruskan nonton? Kalau kalian memilih meneruskan, kalian mungkin cuma bakal merasa digantung karena memang anime ini bakal berlanjut ke musim kedua. Kalau memilih selesai di tengah jalan, kalian rasanya enggak bakal rugi apa-apa, karena meski mengambil latar waktu setelah seri SAC, anime ini enggak bisa dibandingkan sama SAC juga.
Animasinya juga mungkin enggak bakal memuaskan kalian. Memang, sih, detail desain karakternya luar biasa, sampai kedipannya pun terasa realis banget. Adegan-adegannya dibuat berdasarkan gerakan sebenarnya meski enggak bisa sepenuhnya dibilang mirip.
Kalau dibandingkan sama animasi orisinal Netflix lainnya yang pakai cara sama buat animasinya, animasi 3D CGI Ghost in the Shell: SAC_2045 ini lumayan masih enak dipandang. Namun, ekspresi karakternya bisa dibilang terlalu datar dan enggak menyampaikan perasaan mereka.
Yang paling nyebelin, sih, anime ini memperlakukan Mayor kayak cewek-cewek Charlie’s Angels. Tanpa perlu menjelaskan kenapa dia memilih shell itu sebagai wadah ghost-nya, Kusanagi malah jadi sasaran empuk kamera yang mengeksploitasi tubuhnya dari sudut pandang cowok. Mayor memang sejak awal enggak terlalu peduli sama tubuhnya soalnya dia tahu ada yang lebih penting dari tubuh.
Makanya, dia merelakan kesadarannya dipindah seluruhnya ke tubuh prostetik yang bikin Mayor jadi kuat dan cerdas banget. Dia memilih tubuh cewek cantik dan seksi buat mengelabui musuhnya.
Alih-alih, anime ini malah mengeksploitasi itu. Desain karakternya juga jadi cute banget sehingga susah menemukan Kusanagi yang badass kayak di berbagai seri anime sebelumnya.
***
Buat kalian yang sebelumnya enggak pernah mengikuti Ghost in the Shell, baik film anime maupun OVA-nya, Ghost in the Shell: SAC_2045 mungkin bisa jadi membingungkan banget. Namun, kalian yang mengikuti universe Ghost in the Shell juga kayaknya bakal sulit dipuaskan sama sekuel SAC ini. Jadi, saran KINCIR, sebaiknya nonton tanpa ekspektasi.