Tahun ini, ada satu lagi film anime kece yang bisa lo tonton di Indonesia. Judulnya Kono Sekai no Katasumi ni alias In This Corner of the World. Sebelumnya, Viki pernah, loh, bahas sedikit soal film itu di sini.
Dengan latar waktu selama masa Perang Pasifik, kisahnya nyorotin kehidupan seorang gadis yang dijodohin sama seorang prajurit dan harus menghadapi dunia baru setelah pernikahannya.
Coba aja lo lihat dulu cuplikannya!
Kehidupan Suzu Urano (Rena Nonen), seorang gadis berusia 18 tahun asal Eba, berubah. Sejak menikah, dia harus pindah ke Kure, Hiroshima, markas angkatan laut yang berada di garis depan dalam Perang Pasifik. Tinggal di Kure yang sering dapat serangan udara sama sekali enggak bikin Suzu mensyukuri kehidupannya. Dia tahu kebahagiaannya bisa hancur kapan aja. Di masa sulit ini, Suzu tetap berusaha menjalani kehidupan dengan bahagia.
Sebetulnya, kisah dalam film anime ini cukup sederhana. Namun, ada banyak bagian yang dijamin bikin lo terenyuh.
Film ini punya lima hal istimewa sebagai daya pikatnya. Mau tahu apa aja? Langsung aja simak di sini.
1. Penceritaan yang Sederhana dan Humanis
In This Corner of the World ini memang fokus bercerita tentang Suzu yang beranjak dewasa dalam masa-masa perang. Dengan latar itulah, film ini berhasil jadi film yang humanis. Tokohnya enggak begitu aja nerima perang yang terjadi, tapi juga enggak mengeluh. Setiap tokoh tetap berjuang ngejalanin hidup, seburuk apa pun situasinya. Mereka ngalamin kepahitan, rasa bersalah, dan pergolakan batin.
Di satu sisi, ada juga bagian saat suami Suzu, Houjou Shuusaku (Yoshimasa Hosoya), ngerasa bahwa Suzu belum nerima dia sepenuhnya sebagai suami. Bumbu percintaan yang enggak berlebihan ini bikin film ini jadi semakin humanis.
Film ini jadi memorial masa perang yang punya sudut pandang berbeda. Berfokus pada masa peralihan Suzu dan caranya menghadapi situasi perang yang rumit, film ini nunjukin bahwa berjuang bukan berarti harus maju ke medan pertempuran. Suzu ngebuktiin bahwa, sebagai cewek, dia juga bisa berkontribusi dalam masyarakat, khususnya buat keluarga.
Sebagai memorial, film ini juga cukup detail nampilin penggambaran Hiroshima dan Kure pada masa itu. Penggambaran Hiroshima sebelum dan sesudah pengeboman dibikin akurat banget berdasarkan foto-foto, dokumen, dan kenangan yang dicetuskan langsung oleh para penyintas pengeboman Hiroshima. Jadi, enggak main-main, nih, risetnya.
Sang sutradara, Sunao Katabuchi, memang mencoba sebisa mungkin nampilin penggambaran yang akurat. Untuk satu gambar aja, Katabuchi bisa ngelakuin 20 kali revisi sampai ngerasa puas. Dia juga ngewawancara lebih dari 10 warga lokal yang udah lanjut usia demi ngedapatin penggambaran yang lebih jelas.
“Gua punya banyak buku dan foto. Gua ketemu sama banyak orang yang masih kanak-kanak pada masa itu (1945)—semua orang dewasa pada masa itu udah meninggal. Mereka punya banyak kisah buat diceritain. Berdasarkan kisah-kisah ini, gua tahu bagaimana ngegambarin area tersebut dan mutusin buat ngelakuinnya,” kata Katabuchi dalam sebuah wawancara, seperti yang dikutip dari Anime News Network.
2. Karakter yang Kuat dan Idealis
Sebagai seorang gadis yang baru beranjak dewasa dan pindah ke dunia baru (Suzu tinggal sama keluarga suaminya), Suzu berhasil beradaptasi dengan baik. Saat masa-masa sulit tiba, Suzu yang merupakan “ibu rumah tangga” berusaha keras buat ngebahagiain keluarga dengan caranya sendiri. Suzu, meski suka ngelamun dan punya imajinasi sendiri, selalu berpikir positif menghadapi berbagai masalah di depannya.
Suzu bertahan ngelewatin kepahitan hidup dan tetap bisa bersyukur atas hal yang masih dimilikinya di tengah situasi paling kelam. Hampir di sepanjang film, lo nyaris enggak bakal ngelihat Suzu ngeluhin keadaan. Kebahagiaan sederhana yang dirasain Suzu bikin dia jadi karakter yang berharga banget.
Sekelam apa pun Perang Pasifik, film ini enggak bikin lo membenci pihak yang berperang. Suzu menganggap perang yang terjadi adalah hal yang biasa. Dia bahkan berusaha berkontribusi di lingkungannya dan membantu keluarganya bertahan saat jatah ransum dikurangi.
Pokoknya, Suzu adalah sosok emas yang jarang banget lo temuin di film-film lain. Dia sendiri udah punya karakter istimewa. Perjalanan hidupnya bikin film ini jadi lebih istimewa.
3. Gambar yang Lembut dengan Warna-warna Pastel
Sama kayak Koe no Katachi alias A Silent Voice, In This Corner of the World juga punya gambar yang lembut dan ngegunain warna-warna pastel buat nguatinnya. Warna-warna pastel cat air jadi dasar animasinya. Jadi, meski berlatar waktu semasa perang, lo enggak bakal ngerasa nelangsa selama nonton.
Perang memang nyakitin banget dan bikin lo ngerasain kehilangan berkali-kali. Namun, film ini mau nunjukin bahwa yang lo bisa lakuin buat berjuang adalah bertahan hidup. Selain melalui tokoh Suzu, lo juga bakal ngerasain kesan ini melalui gambarnya.
4. Animasi yang Hidup
MAPPA berhasil nampilin gambar yang hidup banget. Gerakan per gerakan digambarin dengan mendetail. Pergerakan animasinya halus dan bikin suasana nyaman. Saat Suzu ngegambar sketsa menggunakan pensil atau cat air, gestur tangannya kelihatan nyata banget. Beberapa kali imajinasi Suzu juga dihidupin bersamaan dengan terjadinya suatu peristiwa dan berhasil bikin takjub.
Lo juga patut takjub ngelihat penggambaran lanskap alam Kure yang tetap indah padahal perang lagi berlangsung. Ironis, sih, tapi keren. Hal ini malah nguatin kesan bahwa karakter Suzu kuat dengan caranya sendiri.
Lo juga bisa ngerasain ketegangan saat terjadi serangan udara dan pengeboman di Hiroshima. Mulai dari ekspresi para tokoh, pergerakan mereka, hingga cara mereka menanggapi peristiwa, semua bakal bikin lo merinding dan terharu. Lo bakal ngerasa seakan-akan lo berada di tempat yang sama.
5. Alur yang Asyik Dinikmatin
Sebenarnya, alurnya lambat banget. Namun, lo enggak bakal ngerasa bosan dan bakal setia ngikutin perjalanan Suzu. Setiap adegan yang ditampilin sama sekali enggak ada yang sia-sia karena berkaitan satu sama lain. Pertemuan demi pertemuan juga berakhir dengan pemaknaan hidup.
Peperangan yang jadi latar belakangnya bikin konfliknya melekat sama jalan cerita keseluruhan. Film ini udah berhasil ngegambarin proses menuju kedewasaan yang memang enggak pernah berjalan mulus. Melalui Suzu, lo bakal diajak menghargai detik demi detik kehidupan, baik itu berisi kebahagiaan maupun kepahitan.
***
In This Corner of the World merupakan hasil adaptasi dari manga berjudul sama karya Fumiyo Kouno. Manga ini memenangkan Excellence Prize dalam Japan Media Arts Festival 2009, loh!
Jadi, lo enggak ragu lagi, ‘kan, buat nonton In This Corner of the World? Lo bisa saksiin di jaringan CGV Blitz dan Cinemaxx. Kalau udah nonton, kasih tahu pendapat lo, ya!