Siapa yang menyangka, serangan misil yang melukai Tony Stark dan mengantarkannya menjadi Iron Man dapat memiliki efek “domino” hingga kini terlahir multiverse yang penuh kegilaan? Memang, sejak Marvel Cinematic Universe (MCU) tercipta melalui Iron Man (2008), waralaba ini telah berkembang pesat dalam empat belas tahun terakhir. Bisa dibilang, MCU pun jadi waralaba tersukses sepanjang sejarah.
Semesta yang semakin meluas dengan kisah beragam dan banyaknya karakter-karakter komik Marvel yang menarik ini bikin MCU sukses menggaet banyak penggemar yang tersebar di berbagai belahan bumi. Dalam kurun waktu yang bisa terbilang singkat, waralaba milik Disney ini pun jadi semakin populer dan bahkan jadi salah satu budaya pop yang paling berpengaruh.
Berdasarkan data statistik pada Agustus 2021, MCU dinobatkan sebagai waralaba nomor satu dengan penghasilan terbesar di dunia. Bagaimana enggak? MCU sejauh ini telah meraup keuntungan hingga 23 juta dolar atau sekitar Rp336 triliun hanya melalui 24 filmnya.
Bahkan, waralaba ini juga menyumbang empat dari sepuluh film dengan pendapatan tertinggi sepanjang masa, yaitu Avengers: Endgame (2019), Avengers: Infinity War (2018), Spider-Man: No Way Home (2021), dan The Avengers (2012).
Hingga kini, hampir setiap film MCU masuk dalam jajaran tontonan yang paling diantisipasi. Tak hanya film, MCU juga melebarkan sayapnya dengan menciptakan serial orisinal yang tayang eksklusif di Disney+. Lagi-lagi, serial MCU ini pun tergolong sukses memikat para penonton.
Menariknya, enggak hanya sukses memuaskan penonton, rata-rata film dan serial MCU juga mendapatkan rating yang baik dari para kritikus. Bila dilihat dari situs rating film Rotten Tomatoes, hanya satu film MCU yang dapat predikat “tomat busuk” dengan skor 47%, yaitu Eternals (2021). Sisanya, rata-rata rating MCU pun tergolong tinggi, yaitu mencapai 81,84%.
Sebenarnya, apa sih yang membuat film dan serial MCU ini begitu digemari, baik oleh penonton maupun para kritikus?
Menurut Presiden MCU, Kevin Feige, kuncinya adalah menemukan keseimbangan yang tepat antara membuat film serta serial yang inovatif dan mempertahankan kontinuitas. Dalam wawancaranya bersama Variety, Feige mengungkapkan bahwa sebagai penggemar komik, dirinya selalu percaya untuk memperluas “definisi” tentang apa itu film Marvel Studios.
“Kami mencoba untuk membuat penonton datang kembali, bahkan dalam jumlah yang lebih besar dengan melakukan hal yang tidak terduga. Tidak hanya mengikuti pola atau formula yang ada,” jelas Feige.
Namun, tentunya mencapai “keseimbangan” dan menciptakan “hal tak terduga” tersebut bukanlah hal yang mudah. Sebagian besar waralaba pada umumnya punya film pertama yang sangat baik, tetapi tidak untuk film-film selanjutnya. Kamu bisa melihatknya dari penurunan skor para kritikus maupun penonton yang stabil setelah film pertama. Hal ini tentu berdampak pada kinerja komersial mereka.
Memang, kehabisan ide atau “kebangkrutan kreativitas” jadi permasalahan utama setelah meraih kesuksesan di film pertama. Semacam sudah menaruh bar kepuasan terlalu tinggi sehingga ekspektasi masyarakat untuk film setelahnya sudah kadung tinggi juga.
Walaupun begitu, MCU tampaknya dapat mengatasi masalah tersebut sejauh ini. Dalam empat belas tahun, Marvel Studios telah memproduksi 28 film dengan Doctor Strange in the Multiverse of Madness sebagai film MCU terbaru yang rilis.
Rata-rata skor para kritikus untuk film MCU ini pun tergolong tinggi, yaitu 83,5% dan audience score sebesar 81,88%. Hal ini membuktikan bahwa Marvel Studios berhasil menjaga kestabilan dan menemukan “keseimbangan” sehingga film-filmnya disukai baik oleh para kritikus maupun penonton.
Enggak berhenti sampai di situ, MCU terus melakukan ekspansi di semestanya dengan berbagai film yang akan segera rilis. Di tahun yang sama, MCU akan meluncurkan Thor: Love and Thunder pada Juli dan Black Panther: Wakanda Forever pada November mendatang. MCU juga sudah menyiapkan sekuel Ant-Man dan film ketiga Guardians of the Galaxy yang bakal rilis tahun depan.
Tak hanya film, MCU juga membuat sejumlah serial yang sejauh ini dinilai sangat sukses. Berdasarkan data Rotten Tomatoes, sejauh ini serial MCU di Disney+ mendapatkan rata-rata skor 90,3% dari para kritikus dengan skor audience yang juga sangat tinggi, yaitu 90,1%. Tampaknya, MCU memang enggak pernah kendor dalam menghadirkan konten film dan serial bagi para penggemarnya.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana cara MCU sukses mempertahankan keseimbangan dengan menyajikan konten yang terasa segar, tetapi tetap memiliki unsur kontinuitas?
Memberi kebebasan bagi para sutradara dalam menggarap filmnya
Salah satu hal unik yang Marvel Studios lakukan adalah mencari sutradara yang kebanyakan punya keahlian di genre selain superhero. Ya, dari dua puluh satu sutradara yang pernah menggarap film MCU, hanya dua yang sebelumnya pernah menggarap film superhero adaptasi komik, yaitu Joss Whedon dan Sam Raimi. Sisanya justru enggak memiliki pengalaman dalam bidang tersebut. Namun, mereka punya keahlian dalam bidang lain, misalnya spesialis film indie, film mata-mata, feature, atau bahkan komedi.
Pengalaman dan keahlian di genre lain ini malah membuat mereka sukses menyajikan tone yang terasa segar dalam dunia superhero. Misalnya, Ant-Man sebenarnya adalah film tentang perampokan dan Captain America: The Winter Soldier tentang mata-mata. Enggak hanya itu, ada juga Thor: Ragnarok lekat dengan unsur komedinya berkat Taika Waititi yang memang punya latar belakang sebagai komedian.
Contoh lainnya adalah film Iron Man (2008) garapan Jon Favreau. Sang sutradara sebelumnya enggak pernah menangani film blockbuster. Dirinya terkenal dengan keahliannya menggarap film indie yang punya karakter menarik.
Favreau memang pandai membangun karakter melalui dialog cerdas dan hal ini dia buktikan melalui pembangunan karakter Tony Stark alias Iron Man. Enggak hanya Favreau, Robert Downey Jr. sendiri turut serta membangun karakter superhero legendaris tersebut. Hasilnya, Iron Man pun jadi salah satu superhero ikonis yang begitu disukai para penggemar.
Dalam wawancaranya bersama Variety, Kevin Feige juga menjelaskan bahwa dirinya memberikan kebebasan bagi para sutradara untuk berkreasi. Tampaknya, visi unik dari tiap sutradara ini jadi salah satu hal yang membuat MCU sukses menghadirkan warna baru yang menarik dalam film-filmnya.
“Mereka memiliki banyak kebebasan untuk mengambil apa yang telah membuat karakternya populer dalam komik, kemudian mengembangkannya dalam film,” kata Feige.
Meski terlihat serupa, sebenarnya tiap film MCU punya “formula” yang unik dan berbeda
Pada awalnya, film MCU memang terlihat punya formula yang sama. Semua filmnya menghadirkan superhero dan villain-nya dengan adegan pertempuran klimaks yang sering bergantung pada efek CGI. Namun, Marvel Studios sebenarnya selalu coba bereksperimen dengan formula yang baru.
Contohnya film Black Panther (2018) garapan Ryan Coogler. Sutradara Afrika-Amerika yang sebelumnya berpengalaman menggarap film feature ini sukses membuat film superhero kulit hitam pertama ini punya rating paling tinggi di banding film MCU lainnya. Menurut kritik, Black Panther memberikan nuansa yang baru dengan menghadirkan realitas yang berwarna dibumbui dengan komentar isu sosial.
Terakhir, MCU berhasil membangun hype melalui film Spider-Man: No Way Home (2021) melalui konsep multiverse. Dengan menghadirkan pemeran Spider-Man sebelumnya, yaitu Tobey Maguire dan Andrew Garfield, Marvel Studios berhasil menciptakan kejutan dan nuansa nostalgia bagi para penggemar Spider-Man. Meski terdapat plot hole, film ketiga Spider-Man ini sukses memuaskan penggemar yang memberikan skor 98% dan kritikus dengan skor 93%.
Selain bereksperimen dengan formula dalam filmnya, MCU juga melakukan eksprimen dengan serialnya. Misalnya, WandaVision (2021) yang menjadi serial pertama MCU ini benar-benar memberikan atmosfer yang unik. Dikemas dengan kreatif melalui latar acara reality show bergaya tahun 60-an, WandaVision menyajikan unsur misteri, plot yang segar, serta adegan yang emosional.
Semua ini berhasil MCU sajikan tanpa menghilangkan unsur superhero dari karakter komik Marvel tersebut. Enggak heran, serial ini pun sukses menyabet berbagai nominasi dalam ajang penghargaan Emmy.
Eksperimen MCU juga enggak selalu “berhasil”
Sejauh ini, satu-satunya film MCU yang mendapat predikat “tomat busuk” dengan skor kritikus 47% adalah Eternals (2021). Film di fase keempat yang menghadirkan sejumlah karakter baru ini merupakan garapan Chloe Zhao. Sutradara peraih Oscar ini terkenal akan kemampuannya menggarap film feature dengan visual yang sinematik.
Sayangnya, para kritikus menilai film ini repetitif serta terlalu cepat dan padat. Walaupun begitu, film ini memang dinilai punya visual yang sukses memanjakan mata. Meski hanya mendapat rating 47% dari para kritikus, Eternals tetap meraih skor 78% dari para penonton.
Terakhir kali, Marvel juga mencoba bereksperimen dengan formula baru melalui sekuel Doctor Strange yang baru tayang awal Mei 2022 ini. Film garapan Sam Raimi tersebut menjadi film pertama MCU yang bergenre horor. Raimi memang punya latar belakang menggarap film horor seperti The Evil Dead serta film trilogi superhero Spider-Man.
Ia berhasil menghadirkan warna baru dalam semesta MCU melalui film horor Doctor Strange 2 garapannya. Mendapatkan skor 74% dari para kritikus, film ini mendapat kritik campuran antara positif dan negatif. Sebagian kritik merasa bahwa film ini terlalu kompleks dan punya cerita yang terasa “terpaksa”. Namun, sebagian memuji efek visual dan unsur horor yang Raimi bawakan.
Selalu meningkatkan rasa penasaran penonton
Penggemar MCU tampaknya selalu mentolerir eksperimen konstan yang dilakukan MCU dalam setiap proyeknya. Berkat unsur kebaruan yang selalu MCU hadirkan, rasa penasaran para penggemar pun membuat mereka menantikan film atau serial terbarunya untuk mencari sesuatu yang berbeda dan segar.
Enggak hanya itu, Marvel juga membangun antisipasi dengan menyisipkan berbagai easter eggs sebagai petunjuk proyek selanjutnya atau referensi dari proyek sebelumnya. Contoh paling nyatanya adalah adegan post-credit yang memang sudah menjadi budaya Marvel Studios. Hal ini sukses meningkatkan rasa penasaran penonton dengan film atau serial yang mereka garap selanjutnya sehingga proyek tersebut selalu diantisipasi.
Selain itu, Marvel Studios juga pandai membangun kedekatan dengan komunitas penggemar. Tak jarang, Marvel melibatkan langsung penggemar sebagai co-produser dengan mendengarkan ide mereka lewat media sosial.
Marvel juga melibatkan penggemar berat buku komik dan memasukkan referensi dari komik itu sendiri ke dalam filmnya. Bisa dibilang, Marvel dapat membangun komunikasi dan punya fan-service yang baik.
***
Nah, keseluruhan hal inilah yang membuat MCU sukses menjadi waralaba terbesar di dunia yang begitu digemari saat ini. Apakah kamu adalah salah satu penggemar MCU? Kalau ya, apa yang membuat kalian paling suka dengan semesta Marvel ini?
Bagikan pendapat kamu dan jangan lupa ikuti KINCIR untuk informasi menarik seputar film atau serial lainnya.