Semenjak dirilis di Netflix pada 2 Februari 2022, The Tinder Swindler udah menjadi buah bibir di hampir semua negara di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, dokumenter besutan sutradara Felicity Morris ini menempati 10 besar tayangan Netflix paling banyak ditonton.
Apa sih, yang menarik, dari dokumenter real-time ini?
Salah satunya tentu adalah sosok Simon Leviev itu sendiri, laki-laki yang menjadi topik utama dari dokumenter ini. Ia telah berhasil menipu banyak orang lewat berbagai media, salah satunya dating apps seperti Tinder.
Dalam aksinya, Leviev kerap mengaku sebagai anak dari Lev Leviev, seorang pengusaha berlian LLD Diamond yang berdarah Israel. Leviev telah merugikan para korban hingga 10 juta dolar (sekitar 143 miliar rupiah) dan membuat mereka depresi.
Selain punya penampilan menarik, para penonton kerap bertanya: kok bisa, sih, Leviev menipu banyak orang? Bahkan, enggak jarang yang mengatakan bahwa korban terlalu bodoh.
Eits, sebelum skeptis, lebih baik simak dulu fakta-fakta yang harus kamu ketahui tentang sosok Simon Leviev ini, ya! Setelah mengenalnya lebih dalam, niscaya kamu bisa lebih berempati sama korban dan memahami bagaimana modus kejahatannya.
Enggak diakui sang ibu
Hampir semua penipu enggak menggunakan nama aslinya saat beraksi, termasuk Simon Leviev. Simon bernama asli Shimon Yehuda Hayut dan dulunya tinggal di sebuah flat sederhana di Israel.
Ibunya sendiri kerap menerima tagihan atau panggilan dari pihak berwajib untuk Shimon. Namun, sang ibu sudah sangat capek dengan perilaku sang anak dan kecewa karena ia mengganti nama. Sehingga, ia enggan untuk berurusan lagi dengan Shimon.
Fakta ini ditemui oleh para wartawan dari Norwegia Post, dibantu oleh wartawan dari Israel, saat mencari jejak Shimon/Simon di Israel.
Banyak korban laki-laki juga
Kebanyakan korban dari Simon memang perempuan yang ditargetkan untuk menjalin hubungan romantis. Maklum, Simon memang lebih sering beraksi di dating apps. Namun, bukan berarti semua korban Simon adalah para perempuan yang tertarik kepadanya.
Sebelum membohongi Cecilie Fjellhøy, Pernilla Sjohölm, dan Ayleen Charlotte, –para korban sekaligus narasumber dalam The Tinder Swindler — Simon memang sudah pernah membohongi banyak laki-laki.
Hubungan antara Simon dan para lelaki yang ia tipu adalah sebagai rekan bisnis, bawahan, dan masih banyak lagi. Pengakuan-pengakuan para korban juga disajikan di dalam film dengan bentuk audio.
Tidak sendirian dalam aksinya
Kenapa Simon lihai banget dalam menipu para korban? Selain pengalaman, Simon juga dibantu oleh beberapa orang, lho. Salah satunya adalah Peter.
Peter kerap diakui sebagai personal bodyguard-nya. Dengan wajah sangar dan juga badan yang besar, peran Peter sebagai penjaga terlihat sangat meyakinkan.
Karakter Peter-lah yang memegang kunci peralihan dari perilaku royal Simon kepada korban menjadi perilaku morotin dan meminta-minta.
Peter berpura-pura terluka parah karena melindungi Simon dari dengan orang-orang yang ingin menghancurkan bisnis keluarganya. Video ketika Peter dirawat di ambulans inilah yang kemudian dikirimkan kepada para korban. Korban-korban pun merasa panik.
Di tengah kepanikan, Simon mengabarkan bahwa demi alasan keamanan, akun keuangannya diblokir. Sehingga, ia meminjam uang kepada para korban. Enggak lama kemudian para korban pun ditawari cek dengan jumlah fantastis, tetapi sayangnya kosong.
Hingga saat ini, belum diketahui bagaimana peran Peter dalam penipuan ini dan siapakah dirinya. Selain Peter, sosok yang masih menjadi misteri adalah ibu dan anak yang diklaim sebagai mantan istri Simon. Cecilie, salah satu korban, menemukan bahwa perempuan itu rupanya pernah diwawancara sebagai korban Simon beberapa tahun lalu.
Enggak pernah membiarkan korban “Sendirian”
Korban bukannya terlalu lugu dan enggak suka kepo. Para korban sebetulnya sudah sempat merasa bingung dengan perubahan perilaku Simon. Namun, Simon akan terus-menerus berinteraksi dengan korban via chat dan audio message.
Simon enggak akan membiarkan korban memiliki waktu untuk berpikir, sehingga mereka akan melakukan hal-hal nekat demi menolong Simon, seperti meminjam uang ke platform pinjaman daring.
Setelah korban menyadari kesalahan mereka, korban pun kemudian akan mengonfrontir Simon. Pada saat itu, Simon akan mengancam korban dan membuat hidup mereka seolah dimata-matai oleh orang lain. Ngeri, ya?
Lihai memalsukan banyak hal
Sebetulnya, Simon ditangkap oleh interpol bukan karena menipu para cewek. Penangkapan Simon terjadi lantaran ia memalsukan banyak dokumen, seperti paspor dan kartu kredit.
Simon memang jago banget memalsukan banyak hal. Belum diketahui siapa pihak yang membantunya. Namun, karena kiprahnya sebagai penipu sudah cukup lama, tentu Simon punya banyak kenalan yang bisa membantunya untuk memanipulasi data.
Kelihaiannya dalam memalsukan data ini membuatnya mudah untuk bisa menipu banyak orang. Bahkan, ia dapat membuat kwitansi palsu yang membuat korban sempat percaya bahwa mereka dikirimi uang dalam jumlah banyak.
Menghabiskan uang untuk foya-foya
Simon enggak melakukan penipuan untuk bertahan hidup, setidaknya pada waktu-waktu terakhir sebelum ia ditangkap. Laki-laki kelahiran 1990 ini seolah memang udah ketagihan menipu.
Pasalnya, uang yang ia ambil dari para korban enggak sekadar digunakan untuk bertahan hidup. Simon menggunakannya untuk berpesta, menyewa transportasi mahal, berfoya-foya, membeli barang branded, bahkan menggunakannya untuk menjebak korban lain.
Skema money game yang ia gunakan untuk menjebak korban ini seolah menggambarkan alasan kenapa ia menipu. Enggak, ia enggak menipu untuk hidup, tetapi karena ia ketagihan menipu.
Masih menjadi free man
Dengan nominal uang “haram” yang melimpah, ada banyak orang yang berharap bahwa Simon akan dihukum seberat-beratnya. Nyatanya, Simon hanya pernah menjalani hukuman selama beberapa bulan saja. Sekarang, Simon hidup sebagai orang bebas.
Bahkan, Simon masih aktif di media sosial (yang kemudian hilang setelah The Tinder Swindler dirilis), memacari model Israel Kate Konlin, dan hidup mewah. Tinder sendiri baru memblokir Simon setelah film dokumenter ini viral.
Penipuan Simon memang sulit untuk diadili karena kurangnya bukti. Lagipula, para korban meminjam uang atas nama mereka sendiri. Selain itu, enggak ada perjanjian peminjaman uang antara mereka dan Simon.
***
Dari kasus Simon Leviev, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa sosok yang sempurna di media sosial belum tentu dapat dipercaya. Para penipu selalu memiliki cara untuk bisa menjerat korban, bahkan dengan langkah-langkah yang enggak pernah dibayangkan manusia normal. Hati-hati, ya!