– Dibohongi itu rasanya enggak enak, apalagi kalau itu bisa ganggu karier.
– Kasus penipuan ini pun dilakukan oleh berbagai pihak seperti tim esports atau penyelenggara terhadap pemainnya.
Di balik kesuksesan esports, siapa sangka industri ini juga punya beberapa kasus yang mampu meredupkan pertumbuhannya. Sebagai gamer, kalian pasti punya cita-cita jadi atlet esports profesional dan bergabung dalam sebuah tim. Apalagi jika bergabung dengan tim besar yang udah punya nama.
Sayangnya, enggak semuanya bisa berjalan mulus. Beberapa pemain yang harus pernah merasakan kenyataan pahit gara-gara ditipu oleh penyelenggara turnamen maupun timnya sendiri. Bukannya melonjak kariernya, para atlet esports ini justru harus gigit jari karena kasus-kasus penipuan tersebut.
KINCIR pun mengumpulkan kasus penipuan oleh tim esports atau penyelenggara turnamen kepada para pemain. Yuk simak di bawah ini!
“Kebohongan” ESL untuk Mengurus Visa Pemain Ninjas in Pyjamas
Mengikuti sebuah turnamen di Jepang, Ninjas in Pyjamas harus menelan kenyataan pahit yang disebabkan oleh Visa. Pasalnya, tim yang berbasis di Brasil ini harus kehilangan dua pemain, yaitu João “Kamikaze” Gomes dan Julio “JULIO” Giacomelli. Visa kedua pemain pun ditolak oleh otorisasi Jepang. Enggak hanya itu, sang pelatih, yaitu Arthur “Ar7thur” Schubert pun mengalami permasalahan yang sama.
Masalah ini pun muncul karena pihak penyelenggara, ESL telah mundur dari penanganan visa pemain. Sepuluh hari sebelum hari keberangkatan, pihak penyelenggara pun mengalihkan tanggung jawab kepada masing-masing tim yang akan berlaga di ajang Rainbow Six Pro League Season 10. Hal ini pun merugikan NiP untuk bisa memenangkan turnamen tersebut.
Pemotongan Gaji dan Pemerasan Para Pemain Excelerate Gaming
Salah satu cita-cita seorang gamers adalah menjadi pemain profesional dan memperkuat sebuah tim. Tapi, apa jadinya jika pemain enggak mendapatkan gaji yang seharusnya, bahkan pemain tersebut dipaksa untuk menandatangani kontrak untuk bisa bergabung. Hal ini pun dirasakan oleh pemain Call of Duty pada tim Excelerate Gaming pada 2019 lalu.
Berlaga di ajang Liga Pro CWL selama satu minggu, pemilik dari Excelerate Gaming, yaitu Justin Tan memperbaharui kontrak yang menyebutkan, jika pemain harus memberi 100 % gaji serta 25% biaya tampil di ajang tersebut. Dari gaji yang seharusnya dibayar sebesar, 1800 dolar Amerika atau setara dengan Rp26,3 juta, pemain pun hanya dibayar sebesar 213 dolar Amerika atau setara dengan Rp3,1 juta saja.
Akhirnya, para pemain pun dibebaskan dari kontrak dari Excelerate Gaming. Justin Tam pun meminta maaf atas kesalahannya. Mereka pun berupaya untuk membuka dialog yang lebih masuk akal dengan para pemain.
Denial Esports yang Enggak Bayar Gaji Para Pemain
Memiliki sejarah kelam di ranah esports, Daniel Esports enggak membayar gaji para pemainnya. Pada 2015 lalu, mereka berhutang sebesar 3000 dolar Amerika kepada para pemain Halo. Enggak hanya itu, tim yang berbasis di Amerika Serikat ini juga enggak bisa membayar gaji pemain di divisi League of Legends selama dua bulan.
Tak hanya dua divisi tersebut, tapi juga di divisi Melee Super Smash Bros, Overwatch, Paladins, dan CS:GO. Para pemain pun dibohongi karena harus membayar sewa untuk menjaga mereka tetap berdiri.
Akhirnya pada 2017, Denial Esports pun memutuskan untuk melepaskan semua pemainnya. Setahun kemudian, tim ini pun kembali bangkit dengan manajemen baru dan berjanji akan melunasi hutang-hutan lamanya. Bahkan, mereka pun membuktikan dengan sebuah bukti pembayaran yang bisa jadi itikad baik pada para pemain lamanya.
Hanya bertahan 6 bulan, Denial Esports kembali gulung tikar karena punya hutang sebesar 100 ribu euro dengan pemain CoD-nya. Selama tiga bulan, pemain pun enggak ada yang digaji. Kalau digabungkan sekitar 80 ribu euro. Selain itu, Denial Esports juga membeli slot di ajang CWL Pro League dan belum dibayar sebesar 40 ribu euro.
Uang Hadiah yang Tak Kunjung Turun dari GESC Indonesia dan Thailand Minor
Salah satu penyelenggara turnamen Dota 2 dari Singapura, pada 2018 lalu, GESC menggelar dua turnamen di dua negara, yaitu Indonesia dan Thailand. Sayangnya, VGJ.Storm dan Evil Geniuses yang jadi pemenang enggak menerima hadiah sebesar 110 ribu dolar Amerika.
Sejak kasus ini mencuat, Valve pun menarik GESC ke meja hijau. Bahkan, sang publisher pun mengeluarkan surat ultimatum kepada penyelenggara. Dari hasil persidangan, GESC pun tetap harus membayar uang sebesar 750 dolar Amerika.
GESC enggak hanya mangkir dari pembayaran uang hadiah. Mereka juga enggak membayar talent yang mengisi turnamen tersebut, seperti shoutcaster, analis, hingga kru yang bertugas juga ikut terkena imbas.
Pencurian dan Penipuan di Balik Sebuah Turnamen CS:GO
Sebuah turnamen CS:GO bernama Gaming Paradise, berlangsung pada 6—13 September 2015 silam. Menawarkan banyak hal, mulai dari hadiah yang terkumpul hingga 100 dolar Amerika, akomodasi yang ditanggung penyelenggara, hingga kesempatan untuk membaw esports internasional ke kota Portorož. Ajang ini pun diikuti oleh tim-tim besar dunia, seperti Na’Vi, Virtus.pro, Mouseports, dan lainya.
Sayangnya, hal itu hanya bualan semata. Belum lama berjalan, turnamen ini justru memiliki reputasi terburuk sepanjang masa. Pasalnya, pada 2012 silam acara ini berbuntut penipuan di India dan mencuri barang-barang. Pihak penyelenggara pun memberikan asumsi jika kejadian tersebut enggak akan terjadi.
Tiket penerbangan yang seharusnya didapat para pemain, nyatanya memang enggak ada. Soalnya, pihak penyelenggara mengatakan jika hanya punya budget 3.000 dolar perhari. Hal ini pun membuat para peserta harus mengeluarkan duit dari kantong sendiri.
***
Bagaimana tanggapan kalian dengan deretan kasus kebohongan yang menimpa para pemain profesional? Jangan sungkan untuk memberikan komentar kalian di kolom bawah, ya! Tetap di KINCIR agar kalian enggak ketinggalan berita seputar esports.