– Tidak mudah menjadi atlet esports, banyak hal yang harus kalian persiapkan
– Selain punya bakat yang hebat, kesehatan mental sangat penting bagi para atlet
Sebagai atlet esports, kalian tidak hanya dituntut soal hebat dalam bermain game. Akan tetapi, sikap serta kesehatan mental yang dimiliki juga menjadi acuan kelancaran karier. Di tengah gemerlap skena esports dunia, KINCIR menemukan fakta bahwa ada banyak pemain yang mengalami gangguan mental. Beberapa pun ada yang memutuskan kariernya dan akhirnya pensiun.
Penyebabnya pun beragam, ada yang mengalaminya sejak remaja, ada juga yang menderita isu mental ketika menjalani karier sebagai atlet profesional. Untungnya, mereka selalu punya “obat” selama berada di skena kompetitif baik dari rekan tim yang suportif atau manajemen yang begitu memperhatikan kesehatan mental pemainnya.
Tanpa perlu berlama-lama lagi, KINCIR akan membahas tujuh pemain yang punya gangguan mental. Simak artikel berikut.
1. Dan “Aux” Harrison – Borderline Personality Disorder
Dan yang merupakan seorang mantan Support di tim Excel Esports, ternyata memiliki isu mental yang cukup parah. Penyakit ini didiagnosa ketika dirinya masih bersuia 19 tahun. Pada saat itu, dirinya masih menjalani masa sekolah, akan tetapi akibat penyakit yang dideritanya Dan mengaku bahwa banyak membolos dan bahkan hampir putus sekolah.
Borderline Personality Disorder yang dimilikinya kerap kali membuat Dan berubah mood dalam sekejap. Parahnya lagi, dirinya sering memikirkan untuk mencoba bunuh diri. Untungnya, lingkungan Dan sangat peduli terhadap kondisi mentalnya.
Dan pun mengakui bahwa bermain game sangat membantunya mengurangi pikiran negatif yang sering muncul. Hingga akhirnya penyakit ini mampu diredam ketika dirinya masuk ke skena kompetitif. Setiap kali terbesit untuk bunuh diri, Dan selalu punya alasan untuk bangun dari kasurnya dan fokus terhadap karier.
2. Petya Zheleva – Anosmia
Petya merupakan salah satu dari ratusan atlet profesional CS:GO wanita yang berprestasi, akan tetapi kariernya hampir berantakan karena Anosmia yang dideritanya. Ketika menjalani latihan atau bertanding, Petya sering mengalami stres mendadak hingga mempengaruhi permaiannya. Informasi yang diterima oleh otaknya jadi melambat, sehingga reflek dan fokusnya sering hilang.
Akan tetapi, founder dari tim SKYLLA ini terus berkomitmen untuk terjun di esports. Saat ini, dirinya telah pensiun sebagai atlet dan menjalani pekerjaan sebagai Esports Partnership Manager di Twitch. hampir sama dengan kasus Den “Aux” Harrison. Menjalani hari-hari sebagai atlet esports membantunya untuk melatih fokus dan mengubah pola pikirnya terhadap penyakit yang diderita.
3. George “HudzGG” Hoskins – OCD/Aspegers
OCD yang dideritanya masuk ke dalam klasifikasi akut bahkan sampai menimbulan kerisauan berlebih dan depresi. Akan tetapi, terjun ke esports adalah solusi terbaik yang pernah diambil oleh HudzGG, pasalnya seluruh mantan rekan timnya di FM Esports sangat membantunya untuk bersosialisasi. Sebagai atlet esports, dirinya memang sangat sulit untuk membuka diri bahkan, ketika ditarik oleh tim FM Esports dirinya sempat menolak.
Sejak 2016, HudzG berjuang melawan penyakit ini. Berbagai obat-obatan hingga penyembuhan medis dilakukannya demi sembuh. Hingga saat ini, HudzG masih mengalami pengobatan rutim ke psikiater di Inggris. Akan tetapi, selama menjadi atlet esports, dirinya sangat terbantu dengan rekan tim dan individu lainnya yang membuat HudzG lebih tenang dari biasa.
4. Jamie “Tundra” Duthie – Depresi Akut
Masa remaja Tundra dihabiskan dengan depresi berkepanjangan. Dirinya mengaku bahwa, sejak umur 16 tahun, Tundra sudah empat kali melakukan percobaan bunuh diri. Untungnya, semua usaha buruk tersebut selalu gagal hingga akhirnya game membawanya ke dunia yang lebih baik. Uniknya, segala tensi dan tekanan ketika menjadi atlet esports justru membantunya untuk tidak depresi bahkan jadi lebih fokus terhadap karier.
Ketika berkuliah, Tundra membolos hingga satu semester karena tidak ingin bertemu dengan siapapun. Bahkan di rumah, mantan atlet League of Legends ini sering mengunci diri dan menutup komunikasi. Selama fase itu, Tundra menemukan bahwa bermain game membuatnya mampu melupakan segala permasalahan yang ada di pikirannya dan akhirnya menjalani karier gemilang di esports.
5. Ashley “Rifty” Mayes – Schizophrenic
Skizofernia adalah sebuah kondisi mental yang membuat penderitanya mengalami haluniasi akut. Di saat yang bersamaan, esports membuat Rifty merasa aman dan terancam. Seringkali dirinya ingin hengkang dari MnM Gaming karena isu mental yang dialaminya. Akan tetapi, dirinya mengakui bahwa seluruh rekan timnya sangat membantu memperbaiki pola pikirnya, terutama Billy “Nutrii” Wragg.
Pada kondisi terburuk, Billy selalu menemani Rifty melewati fase tersebut sehingga meyakinkan Rifty untuk terus fokus di esports. Untungnya, kegemarannya bermain game League of Legends membuatnya semakin ingin tidak berhenti dan terus melawan Skizofernia yang diderita olehnya.
6. Will Noble – Aspegers
Will Noble adalah seorang mantan pemain League of Legends dan Overwatch. Akan tetapi, kariernya di esports tidak terlalu gemilang dan terbilang sangat singkat. Semasa menjadi pemain aktif, Noble sering mendapatkan tekanan dan membuat isu mental yang dideritanya semakin parah. Akan tetapi, Noble punya solusi setiap kali mengalami depresi. Dirinya menjadi tenang kala menyaksikan pertandingan turnamen League of Legends.
Setelah kurang lebih tiga tahun, Noble memutuskan pensiun dan lebih menyukai menonton saja. Pihak timnya pada saat itu pun menyetujui keputusannya dan memberikan kebebasan untuk Noble hengkang dari tim. Saat ini, Noble menjadi pengamat esports mandiri dan tidak lagi bersinggungan dengan skena kompetitif sama sekali.
7. Kim “Olleh” Joo-sung – Trauma
Pada ajang Mid-Season Invitational League of Legends 2018, Olleh mendapatkan kecaman keras dari para penggemar. Pada saat itu dirinya masih menjadi punggawa dari tim Liquid dan berperan sebagai Support. Ketika bertanding setengah musim, Olleh merasa bahwa dirinya berada di kondisi prima dan akhirnya memutuskan untuk duduk di bangku cadangan. Liquid pun kalah telak dan gugur di awal.
Fans yang tidak terima atas keputusan Olleh akhirnya memberikan ancaman melalui berbagai media sosialnya. Dari sini, efek trauma berkepanjangan pun dialami Olleh dan terus berlanjut hingga pertengahan tahun 2020. Akhirnya, Olleh memutuskan untuk mundur dari roster aktif dan memilih jalan sebagai pelatih di tim Golden Guardians.
***
Gangguan mental yang diderita oleh para pemain tadi memang cukup mengkhawatirkan. Ada yang skizofernia hingga depresi berkepanjangan. Tidak terbayang betapa beratnya menjalankan karier sebagai atlet esports dengan isu mental seperti yang mereka alami. KINCIR salut bahwa beberapa pemain masih memilih untuk terus melanjutkan karier sebagai self-healing atas penyakit yang dideritanya.
Bagaimana tanggapan kalian? Silakan tulis jawaban di kolom komentar, ya! Jangan lupa untuk terus pantau KINCIR agar kalian tidak ketinggalan berita terbaru seputar esports dan game lainnya.