Enggak bisa dimungkiri tren positif yang dibawa industri esports mampu memberikan pilihan karier untuk para gamers. Ranah ini juga dipercaya punya sisi bisnis yang bisa membuat para pelakunya sukses.
Melalui webinar yang diadakan oleh UniPin Academy, Yohannes Siagian selaku CEO Morph Team dan Rangga Danu selaku VP Sales & Marketing KINCIR & IESPL duduk bersama untuk membedah topik “Menangkap Peluang Bisnis di Dunia Esports”.
Walaupun Indonesia jadi salah satu negara yang industri esports-nya paling berkembang di Asia Tenggara, sebenarnya masih belum bisa disamakan dengan negara lainnya. Pasalnya, beberapa bidang masih belum diisi di industri ini, seperti psikiater untuk pro player.
Namun, keduanya menyatakan jika para pelaku industri esports, seperti penyelenggara turnamen dan tim esports sedang bekerja sama untuk membuat ranah ini lebih berkembang lagi. Sebab, Yohannes menganggap masih banyak turnamen yang lebih fokus ke prize pool saja dibanding pengembangan skill dan prestasi.
“Enggak bisa disalahkan jika pro player di Indonesia masih memikirkan hadiah. Soalnya, dalam industri yang baru saja berkembang memang hal ini wajar. Berbeda dengan olahraga konvensional, seperti olimpiade yang enggak punya hadiah, tapi atlet papan atas mau bertanding,” ungkap Yohannes.
Industri esports di Indonesia memang bisa dibilang sedang berkembang dengan pesat. Wajar jika para pemain dan tim memikirkan prize pool. Soalnya, demi keberlangsungan organisasi tersebut. Hal ini juga bisa jadi nilai tambah untuk sebuah tim mendapatkan sponsor. Nantinya, jika sudah stabil, mereka enggak lagi melihat ke hadiah, tapi sudah ke level turnamen dan lawan-lawan yang diundang.
Enggak melulu tentang tim dan pro player, industri esports juga melebar ke ranah event organizer yang mengadakan sebuah turnamen. Menurut Rangga Danu, untuk bisa melebarkan ke esports, pada EO harus memiliki konsep yang jelas.
“Hal yang paling penting untuk bisa jadi EO turnamen esports adalah kalian harus tahu kebutuhan pasar, target audience dan bisa menganalisis apa yang akan dibuat,” ungkap Rangga Danu.
Untuk menarik sponsor bergabung dengan tim ataupun turnamen yang akan diselenggarakan, Rangga Danu juga mengatakan jika ingin menarik perhatian sponsor, kalian juga harus memberikan solusi untuk brand.
“Ketika membuat konsep, kalian harus memperhatikan adalah kenapa membuat turnamen ini, siapa audience-nya, kapan dan sesuai standar proposal. Dari beberapa pengalaman kami jika bertemu dengan calon sponsor yang pertama ditanya adalah berapa yang ikutan, berapa yang akan menonton, berapa engagement-nya, kalian harus tahu dan akan jadi tanggung jawab KPI kepada brand tersebut,” ungkap Rangga Danu.
Sebenarnya, untuk bisa berbisnis di ranah esports enggak punya batasan umur. Masyarakat yang masih duduk di bangku sekolah juga bisa memulai dengan berjualan diamond ataupun item in-game.
“Peraturannya memang umur 21 seseorang bisa mulai berbisnis. Kalau belum ya enggak bisa tanda tangan apapun. Tapi, kalau para pelajar ingin mau mulai berbisnis di esports ataupun gaming, bisa mulai dengan berjualan online,” ungkap Yohannes.
Bagaimana tanggapan kalian dengan menangkap peluang bisnis di dunia esports? Jangan sungkan untuk memberikan komentar kalian di kolom bawah, ya! Tetap di KINCIR agar kalian enggak ketinggalan berita seputar game dan esports.